BAB 43
"Ketua, aku datang kemari untuk
membawa bahan-bahan yang kau perlukan untuk membuat Pil Esensi.
Walau sedang berada jauh dari yang
lain, Wanarto berkata pada Jackie dengan nyaris berbisik. Jackie pun agak kaget
karena Wanarto bisa mendapatkan bahan-bahan itu dengan cepat. Hanya butuh waktu
seminggu dari Bunga Gala.
"Cepat sekali kamu
mendapatkannya!" puji Jackie.
"Ah, tidak sebegitu sulit,
Ketua. Sebagian besar dari bahan-bahan yang kamu butuhkan ternyata ada di
gudang obat-obatan milik Geng Ular Berbisa yang dikelola oleh si Benison
dungu." Wanarto menjelaskan.
"Rony, maksudmu?"
"Ya, benar. Sisanya..., kamu
pasti tidak mau tahu dari mana aku mendapatkannya, bukan? Hehehe...!"
Perkataan Wanarto membuat Jackie
tersenyum dengan tertahan. la tahu. Sebagian kecil dari bahan yang didapatkan
Wanarto melalui cara yang agak tidak wajar. Entah memonopoli peredarannya, atau
bisa juga melakukan intimidasi dan cara-cara lain khas dia.
"Apakah paket-paket yang dibawa
oleh anak-anakmu itu berisi semua bahan itu?"
"Betul sekali!"
Untuk beberapa saat, Jackie mengurus
bahan-bahan yang dirinya terima dari Wanarto. Setelah menyimpan semua bahan
tersebut di ruangan yang akan didapuk Jackie sebagai tempat dirinya akan
bekerja, Wanarto dan para bawahannya undur diri.
Sudah bisa dipastikan, Aldo dan
Cresia sekarang terlihat culun. Mereka memandangi sosok Jackie dengan malu-malu
karena merasa segan.
"J-ja-jackie.... maafkan aku
yang sudah meremehkanmu. Aku... tidak bermaksud demikian, aku hanya... ya, aku
telah melakukan kebodohan, maafkan aku," ucap Aldo dengan merunduk
berkali-kali pada Jackie.
"Sudahlah Al, tidak usah lagi
mengungkit-ungkitnya. Jadikan peristiwa hari sebagai pelajaran bagi kamu untuk
tidak memandang rendah seseorang," Jackie menanggapi semi dingin.
"I-iya, iya. Aku salah, Jackie.
Aku juga ingin menyampaikan. Sebagai permintaan maafku, jika saja kau
memerlukan bantuanku, aku akan selalu siap," kata Aldo lagi dengan
merendah.
Selama ini Aldo selalu ingin mengenal
orang-orang kalangan atas dan berpengaruh demi mengangkat status sosialnya.
Dirinya tak pernah menyangka.
Seseorang yang semestinya telah dia kenal sejak kecil kini telah
bertransformasi menjadi seseorang yang dihormati oleh pengusaha besar kaya raya
sekelas Samuel Wanarto.
"Bukannya aku menolak, Aldo.
Tapi aku pikir, aku juga perlu üntuk mandiri dan... ada orang-orang yang bisa
aku andalkan untuk membantuku. Kamu menikmati hidup saja. Jangan mau direpotkan
olehku," bijak Jackie menjawab.
Sekarang. Aldolah yang merasa dirinya
tidak ada apa-apanya di hadapan Jackie. Apa mau dikata, Samuel Wanarto saja
begitu menurut pada Jackie. Apalah Aldo dibanding kenalan Jackie tersebut.
"Ja-jackie.... aku juga... ingin
mengajukan permohonan maaf. A-aku telah... tidak mempercayaimui dan berbicara
macam-macam terhadapmu. Aku mohon, jangalah kau menaruh dendam padaku atau
anakku."
Giliran Cresia mengajukan permohonan
maaf terhadap Jackie. Sejak dari tadi, Jackie memang sudah tidak terlalu
menanggapi Cresia dan putranya. Ia mengerti. Mereka terpengaruhi oleh prestasi
Aldo.
Terlebih, Jackie menaruh hormat
terhadap Sukiman yang selalu menjadi salah satu kawan terbaik bagi ayahnya.
Sehingga, dia masih mau mengampuni mereka.
"Sudahlah, Bu. Aku hanya ingin
bilang. Ingatlah pepatah: 'di atas langit masih ada langit'. Jadi, jangan
bertindak sembarangan lain kali, agar tidak ada yang celaka."
Mendengar apa yang diucapkan oleh
Jackie, Cresia mengangguk-angguk. Kalau bukan karena Jackie yang ternyata
memiliki pengaruh, ia dan Aldo mungkin telah menjadi 'korban' Wanarto. Lalu,
Jackie berkata pada Sukiman.
"Om, sekarang Om dan ayahku
tinggal berdekatan. Om Sukiman bisa mengunjungi ayah saya setiap saat. Mungkin
bermain catur bersama atau sekedar berbincang-bincang. Supaya, ayah saya ada
temannya"
"Tentu, Jackie. Aku akan lebih
sering kemari untuk menemani Hendra. Oh ya, aku tidak menyangka bahwa ternyata
kamu bisa bangkit dari statusmu dengan begitu cepat. Bagus, Jackie. Tetap jaga
reputasi baikmu itu!" sambut Sukiman disertai pujian.
"Ayah.... silahkan ayah
sering-sering kemari. Kalau Ayah nanti mau datang kemari, biar aku yang akan
mengantar Ayah," Aldo mendukung Sukiman.
"Tidak, tidak perlu!"
Sukiman tahu. Anaknya sangat senang
panjat sosial. Dia pasti ingin lebih akrab lagi dengan Jackie agar dirinya
tampak keren di mata orang lain. Jika Aldo sudah akrab dengan Jackie, Cresia
juga pasti bakal ikut cari muka. Sehingga, ia menolak tawaran putranya.
"Aku bisa ke sini sendiri saja,
Nak! Tidak perlu ditemani. Lagi puła, aku akan datang kemari dengan berjalan
kaki supaya sehat!" Sukiman berkata dengan tegas pada anaknya yang
langsung tercengir dengan mengerutkan tubuh.
Selanjutnya, Hendra dan Sukiman
beserta keluarga mereka masing-masing menyempatkan berkeliling lokasi tempat
rumah Jackie berada.
Setelah santai bersama di tepi Danau
Lembang yang menajdi bagian halaman belakang rumah Jackie dan keluarganya,
Sukiman, Cresia dan Aldo pun mohon diri.
"Jackie, sebenarnya... apa yang
kamu alami selama di Bawah Sembilan? Mengapa Samuel Wanarto yang menakutkan itu
memberimu gelar 'Dewa Muda' dan rela membelikanmu rumah ini?"
Rupanya, Hendra merasa penasaran
dengan keberhasilan putranya hingga seorang Samuel Wanarto bagai takluk pada
putranya yang mendekam di Bawah Sembilan selama 3 tahun.
"Dia bahkan memanggilmu
'ketua'...! Apa saja yang kalian perbuat di penjara hingga ia menyebutmu
demikian?!" tambah Anita.
"Apakah Kakak suka memberi dia
uang atau bagaimana sampai Pak Wanarto menghamba pada Kakak?" Sherina
turut bertanya.
Melihat keluarganya sangat ingin tahu
mengenai hubungan dia dengan Wanarto, Jackie tersenyum lebar dengan jenaka.
Kemudian ia mulai menuturkan kisahnya dengan Samuel.
"Awalnya, Samuel menjadi
bulan-bulanan kelompok mafia di Bawah Sembilan. Hingga akhirnya, aku dan guruku
menyelainatkan dia. Saat guruku menurunkan ilmu bela dirinya padaku, Samuel
menjadi lawan latih tarungku."
Begitu mendengar Wanarto tidak ada
apa-apanya di Bawah Sembilan, Hendra, istri dan anak perempuannya sangat
terkejut.
Belum lagi, Jackie mengisahkan
bagaimana Wanarto selalu kalah telak dari Jackie. Sampai-sampai, Jackie juga
harus mengajari dia cara bertarung yang baik. Padahal di luar penjara, Wanarto
terkenal sebagai petarung tangguh.
"Wah tidak ku sangka, Pak
Wanarto yang di sini sangat ditakuti tak berdaya di Bawah Sembilan dan takluk
oleh kakakku yang pintar memikat wanita ini!" kagum Sherina.
"Ada-ada saja kamu Jackie, bisa
membuat orang yang menyeramkan seperti dia terlihat lemah," Anita
berkomentar.
"Meski begitu, Jackie. Tetaplah
hormati dia sebagai orang yang lebih tua darimu. Apalagi, dia sudah memberi
rumahnya untuk kita." Hendra menasihati.
"Tentu saja, Ayah. Aku pastinya
menghargai Samuel sebagai sahabat," sahut Jackie langsung.
"Lalu, kenapa Kakak disebut Dewa
Muda oleh dia?" tanya Sherina.
Sebetulnya, Jackie agak enggan
menjelaskannya. Tetapi yang mengajak dia berbincang adalah keluarganya.
Sehingga ia pikir, tak ada salahnya bagi dia untuk bercerita.
"Guruku bernama Dewa Agung.
Karena aku adalah muridnya, mereka memanggilku demikian. Aku juga akan
bertindak tegas terhadap para napi yang sok jagoan. Tapi yang menurut, tidak
akan aku apa-apakan. Hehe!"
Apa yang dipaparkan Jackie sambil
tercengir membuat Hendra menghela napas. Anita menggeleng-gelengkan kepalanya sedangkan
Sherina hanya bisa melongo.
Malam itu, untuk pertama kalinya
Jackie sekeluarga santap bersama di rumah baru mereka. Sempat
berbincang-bincang hangat usai menikmati masakan yang dibuat oleh Anita dan
Sherina, Jackie berkata pada mereka.
No comments: