Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 44

  

BAB 44

 

"Ayah, Ibu, Sherina. Maaf, aku akan mulai bekerja di ruang belakang sana. Tolong jangan ganggu aku untuk sementara ini. Silahkan kalian bersitirahatlah dan nikmati rumah baru kita ini," ucap Jackie dengan berseri-seri pada keluarganya.

 

"Jangan bekerja hingga larut, Jackie. Ingat juga kamu perlu beristirahat," Anita mengingatkan.

 

"Baik, Bu," sahut Jackie seraya melangkah pergi dari ruang makan.

 

Tidak lama kemudian, Jackie sudah berada di ruangan tempat dirinya akan membuat Pil Esensi. Selain bahan-bahan, ternyata Wanarto juga membawakannya ketel yang dibutuhkan Jackie untuk membuat obat ajaib tersebut.

 

"Bagus, Samuel. Ternyata kamu paham juga apa yang aku butuhkan. Aku bisa menggunakan peralatan modern. Tapi ketel seperti ini akan lebih baik untuk menyalurkan energi spiritualku. Dari mana dia bisa mendapatkan sebuah ketel klasik seperti ini?"

 

Jackie memuji Wanarto dalam hati dengan kocak, sembari memegang ketel yang dibawa oleh Samuel. Dia tidak perlu tahu dari mana Samuel mendapatkannya. Pokoknya, ketel itu sangat ia butuhkan.

 

Namun pada saat Jackie mengambil bahan-bahan yang ia perlukan, dia menyadari bahwa materi yang dibawa Wanarto tidak sebagus itu.

 

"Hmmm..., mungkin karena sudah disimpan terlalu lama dan tempat penyimpanannya juga kurang baik. Tapi tak mengapa. Aku hanya perlu mengolahnya dengan lebih teliti dan mengerahkan kekuatan spiritual terukur. Baiklah, mari kita mulai!"

 

Sewaktu ia berada di Bawah Sembilan, Jackie menghabiskan banyak bahan obat-obatan yang sangat baik. la tinggal menyuruh para tahanan yang telah takluk padanya untuk mencarikan dia materi yang dirinya butuhkan.

 

Tentu saja, napi-napi tersebut terutama dari Mafia Anggrek Berdarah dan Bayangan Kalong dengan senang hati melakukannya. Lagi pula jika mereka tak menurut pada Jackie, orang-ornag itu sudah tahu apa akibatnya.

 

Selain itu, Dewa Agung mengakui. Bakat yang dimiliki Jackie sangatlah baik. Sehingga dalam tiga tahun, sang murid telah berhasil menguasai ilmu pembuatan obat-obatan dengan sangat baik.

 

"Berapa pil yang dapat aku buat? Dengan bahan-bahan seperti ini, semoga saja aku bisa menghasilkan lima atau enam butir Pil Esensi," batin Jackie.

 

Selesai meracik bahan-bahan yang dirinya dapatkan dari Wanarto itu, Jackie duduk bersila di hadapan ketelnya seraya mengerahkan ilmu spiritual. Asap mengepul keluar dari wadah tersebut diiringi cahaya berpendar kehijauan.

 

Selesai 'memasak', Jackie menuruti titah ibunya untuk beristirahat. Meski, ia memilih tidur di ruang kerjanya.

 

Keesokan paginya. Begitu terjaga dari tidurnya, Jackie segera bangkit dan meraba ketel yang dia gunakan untuk membuat obat khas yang ia ciptakan sendiri dengan tuntunan Dewa Agung. Begitu Jackie membuka ketel, dia tersenyum puas.

 

"Aku beruntung!" katanya dalam hati dengan riang.

 

Bukan apa-apa. Siapa sangka, dengan bahan yang bisa dikatakan bukan yang terbaik, Jackie mampu membuat tujuh butir Pil Esensi!

 

"Lebih satu dari pada yang aku perkirakan sebelumnya. Wanarto pasti girang jika mengetahui obat ini sudah jadi," ujar Jackie dalam benaknya diiringi senyum.

 

Ia pun mulai mengatur penjualan dan distribusi obat andalannya. Jackie berpikir, ada baiknya apabila Wanartolah yang akan menjalankan bisnis obat-obatan itu.

 

Pertama, Samuel adalah seorang pengusaha berpengalaman. Kedua, jaringan koneksi Wanarto pasti sangat luas. Dia banyak mengenal orang-orang kalangan atas.

 

Ia juga pasti dapat menetapkan harga yang sangat pantas untuk sebutir Pil Esensi. Pastinya, obat bikinan Jackie itu bakai memiliki harga yang fantastis.

 

Sehari berlalu. Pagi itu Wanarto dan para pengawalnya datang atas permintaan Jackie. Karena, mereka akan membicarakan bisnis Pil Esensi.

 

Sesuai dengan yang Jackie perkirakan, Wanarto senang sekali setelah dirinya dapat melihat sebutir Pil Esensi yang Jackie simpan dalam sebuah kota kemasan khusus.

 

"Selain memasarkannya, bisakah kau membuat semacam kehebohan begitu, lalu bilang pada mereka bahwa akulah yang membuat pil tersebut?" ujar Jackie pada Samuel dengan mimik jenaka.

 

Kata-kata Jackie itu mengubah raut Wanarto yang tadinya tenang seperti terkaget-kaget. Matanya melebar, kemudian dia menyeringai.

 

"Ketual Kau itu macam berbicara dengan siapa saja! Tidak usah kamu risaukan hal-hal yang seperti itu! Samuel Wanarto sudah tahu apa yang harus dia lakukan! Tenang. Pil ini sudah jadi. Namamu akan melambung lebih dari pada orang-orang dungu di Bunga Gala waktu lalu!"

 

Wanarto memastikan, lalu dia tertawa-tawa. Jackie hanya tersenyum lebar disertai kekehan. Di ruang tengah, Hendra, Anita dan Sherina merasa senang.

 

Mereka mungkin tidak mengetahui dengan persis apa yang tengah diperbincangkan Jackie dengan Wanarto. Namun paling tidak, Jackie ternyata memiliki seorang kawan yang bisa dia andalkan dan mereka bersyukur karenanya.

 

"Omang-omong, Ketua. Sebetulnya, aku telah menemukan calon pembeli kita," kata Wanarto kemudian dengan ekspresi serius.

 

"Cepat sekali! Siapa dia?" balas Jackie bertanya pensaran.

 

"Tuan Besar Wijaya," ucap Wanarto.

 

"Ada apa dengan beliau?"

 

Sebelum bertutur, Wanarto mengambil napas dan mulai berkata-kata. "Sudah setahun lebih ini beliau sakit dan kondisinya mulai menurun. Keluarga Wiajaya telah mencari dokter hingga ke luar negeri. Tapi... Arthur Wijaya tak kunjung pulih."

 

"Pak Arthur terdengar membutuhkan pil kita," Jackie menanggapi tenang.

 

"Yang memalukan adalah... dokter-dokter di Makara bilang mereka angkat tangan. Termasuk si Farhan terbelakang itu! Lagaknya saja seperti dokter paling hebat di negara kita. Tetapi kenyataannya, dia hanya seorang dokter culun yang payah!" geram Wanarto berkata.

 

Keluarga Wijaya termasuk dalam jajaran kelaurga penting di Kota Bunga selain keluarga Harianto. Mereka dikenal sebagai satu dari sekian konglomerat asal kota tersebut.

 

Jadi menurut Jackie, uang pasti bukan masalah bagi mereka. Keluarga Wijaya pasti mau untuk membeli Pil Esensi sekalipun harga yang dipatok oleh Wanarto sangat tinggi.

 

"Baiklah. Kau bisa mulai menjual Pil Esensi tersebut pada Keluarga Wijaya," pasti Jackie setuju.

 

Sempat melanjutkan bincang-bincang mereka selama beberapa saat, Wanarto undur diri. Sementara, Jackie memutuskan keluar rumah untuk berjalan-jalan sejenak.

 

Kemarin, Vanessa mengabari dirinya. Putri Keluarga Halim itu mengatakan bahwa dia ingin berjumpa dengan Jackie. Terang saja hatinya sangat girang.

 

Ia pun menikmati suasana Danau Lembang. Pada saat dia sedang sedikit mengkhayal, atau lebih tepatnya, membayangkan masa depannya bersama Vanessa, seseorang menyapa dia dari arah belakang.

 

"Aku tidak habis pikir, benar-benar tidak habis pikir! Kenapa petugas kebersihan di sini tidak benar-benar marawat Danau Lembang sehingga melewatkan seonggok sampah di sini?!"

 

Mengenali suara yang berkata-kata tersebut, Jackie memutar tubuh untuk menengok kebelakang. Saat itulah sorot matanya menjadi tajam. Sebab, ia melihat Gerald dan Tina ada di sana.

 

"Kalian lagi. Aku pikir Kota Bunga ini sangatlah luas. Tetapi kenapa aku selalu bertemu dengan para... pemanjat sosial macam kotoran seperti kalian?" sinis Jackie membalas perkataan Gerald.

 

"Berkacalah terlebih dahulu sebelum kau berkata seperti itu, Jackie!" Tina mengatai mantan kekasihnya.

 

"Tina, aku sebenarnya ingin bertanya padamu, mengapa bisa kau menjadi kekasih orang ini. Dia bahkan tak akan mampu memberimu keturunan. Oh, ya. Kamu tentunya berharap semua warisan Keluarga Harianto kelak jatuh ke tanganmu seorang, bukan?"

 

Bab Lengkap

Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 44 Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 44 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 04, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.