BAB 53
"Tiga tahun yang lalu, kamu
berhasil lari dariku... karena, kakakku ingin kau masuk ke penjara. Padahal,
tadinya, akan aku pastikan kau tinggal nama saja!" garang Clark berkata
pada Jackie.
Tetapi orang yang diajak bicara malah
terus memandangi majalahnya. Sampai-sampai, Alex dan Cindy yang berdiri agak
jauh di belakang si Paman Ketiga kebingungan dan saling menatap satu sama lain.
Kemudian, Jackie membuat gerakan
seperti ia baru mengetahui ada orang di sana. Namun, netranya kembali ke arah
buku yang sedang dia baca.
Untuk yang kedua kali, Jackie
mengarahkan tatapan pada Clark yang rasa-rasanya sudah ingin melahap dirinya.
"Maaf, Pak. Apakah Anda
berbicara pada saya?" tanya Jackie dengan gaya lugu. Terang saja, Alex dan
Cindy semakin terperangah melihat tingkah dia.
"Berlagak pilon lagi kamu..!
Dengar, Nak. Kamu mencelakakan kermenakan yang sudah seperti putraku sendiri,
dua kali! Kali ini tidak akan ada yang mampu menyelamatkanmul" Clark
berkata menghentak.
Menghela napas, gerak-gerik Jackie
tetap seperti tidak menganggap kehadiran Clark sebagai sesuatu yang mengancam.
la malah kembali melihat-lihat
majalahnya seraya berucap. "Kalau tiga tahun yang lalu kau berniat
menghajarku, harus aku akui. Aku pasti tak akan berdaya. Tapi sekarang.. aku
rasa... semuanya sudah berbeda."
Agak lucu. Jackie berbicara sementara
fokusnya tertuju pada majalah. Raut wajahnya pun sangat serius. la lebih
terlihat asyik dengan majalah tersebut, dibanding berkata-kata pada Clark.
la juga tetap duduk seraya memangku
kaki. Namun kemudian, ia meraih cangkir berisi kopi miliknya yang terletak di
atas meja.
Melihat orang yang hendak ia habisi
begitu tenang, Clark naik pitam. Tanpa bersuara, dia langsung berniat
menghampiri Jackie.
Semuanya terjadi dengan cepat.
Sebelum Clark benar-benar tiba di hadapannya, Jackie menenggak sisa kopi hitam
panasnya. Lalu, dia melemparkan gelas itu ke arah Clark.
Set!
Tap!
Dengan tangkas, Clark menangkap
cangkir yang dilayangkan Jackie padanya. "Kau adalah manusia rendahan yang
tak berguna, tetapi kamu masih banyak gaya di hadapanku. Tahukah kau bahwa
ajalmu telah tiba, Jackie?!"
Salah satu jurus andalan Clark adalah
Teknik Cakar Beruang Padang Es. Teknik itu memungkinkan Clark untuk dapat
meremas lempengan baja setebal satu sentimeter menggunakan jari jemarinya. 1
Yang ada di tangannya saat itu adalah
sebuah cangkir. Tanpa ragu, Clark mulai meremas gelas porselen yang ia tangkap
dari Jackie.
"Hah...?!"
Tiba-tiba, Clark merasakan ada aliran
kekuatan asing bak sengatan listrik menggigit muncul, menelusuri telapak
tangannya. Atau lebih tepatnya lagi, ada energi yang merasuki tangannya dan
bergerak-gerak di sana.
Bwusssh!
Tahu-tahu, tubuh Clark diterpa sebuah
kekuatan yang membuat tubuhnya melayang sekian meter ke belakang, menuju pintu
kafe.
Buk!
Pria stengah baya itu terpelanting
persis di luar kafe. Sejurus kemudian, darah segar tersembur dari mulutnya.
"Bruaaah!"
"Apa_?!"
"Tidak !"
Seketika itu, Alex dan Cindy dibuat
terbengong-bengong dengan apa yang mereka saksikan. Seorang Clark Harianto,
serangan dari Paman Ketiga keluarga Harianto sang Master Tingkat Bumi ternyata
bisa dimentahkan begitu mudah!
Bahkan, Clark terpental sekian meter
hanya karena dia menggenggam gelas yang dilayangkan Jackie padanya.
Jika saja mereka tidak menyaksikannya
secara langsung, mungkin keduanya tak akan percaya. Jackie membuat tubuh
seorang Master Tingkat Tanah terlempar hanya karena sebuah cangkirl
Sementara, Jackie masih berada di
tempat dia duduk. Dia kembali memangku kaki dan memperhatikan majalahnya.
"Baju-baju ini semua
bagus-bagus. Bingung juga aku memilihnya," gumam dia, seraya
menggaruk-garuk pelipis yang entah memang gatal betulan, atau hanya gerakan
yang dibuat-buat.
Karena pensaran, orang-orang yang
sebelumnya keluar dari kafe tersebut menyaksikan apa yang terjadi dari luar.
Kafe itu memang dikelilingi oleh dinding kaca. Sehingga, mereka dapat melihat
persitiwa yang terjadi dengan jelas.
"Orang itu."
"D-dia membuat Clark Harianto
terpental..?!"
"S-siapa dia..?"
Semua orang yang berada di luar kafe
kebingungan. Tak ada seorang pun dari antara mereka yang mengenali siapa
Jackie.
Namun yang jelas, kini mereka
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Jackie menghajar Clark tanpa
menyentuh orang tua tersebut sedikitpun.
"Gila, ini gila..!"
"Aku jadi penasaran, siapa dia
sebenarnya?!"
"Kita harus berkenalan dengan
dia, agar mengetahui siapa pemuda itul
Sempat terpaku di tempat mereka
berdiri, Alex dan Cindy tersadar. Keduanya buru-buru melangkah ke luar pintu kafe
untuk membantu Clark.
"Om, apakah Om baik-baik
saja?!" tanya Cindy panik. Dia masih percaya tidak percaya. Sang Paman
Ketiga dibuat rebah di lantai dan mulutnya mengeluarkan darah.
"Sini, Om. Biar kami bantu Om
berdiri!" Alex menawarkan pertolongan.
"Tidak perlu! Tak usah kalian
membantuku!" sergah Clark yang kembali bangkit berdiri.
Dengan agak limbung, Clark bangkit.
Dia menyibak tubuh Alex dan Cindy. Kedua netranya terarah pada Jackie dengan
sorot yang ganas karena merasa geram.
"Berengsek kau, Jackie! Sungguh
licik sekali kamu. Tidak malukah kamu karena sudah mempersiapkan sebuah jebakan
untukku sebelumnya, hah...?!" keki Clark bersuara menggelegar.
Tidak menegrti apa-apa, Alex dan
Cindy saling bertatapan dengan mengangguk-angguk tipis. Mereka mempercayai.
omongan Clark. 1
Pantas saja Jackie bisa melukai si
Paman Ketiga. Ternyata, Jackie telah mengisi cangkir kopi tersebut dengan
sesuatu. Sehingga, Clark yang lengah tidak siap.
"Dia sudah menggunakan
triknya... sekarang, matilah si Jackie sinlan itu!" bisik Alex pada
kekasihnya yang mengangguk-angguk.
Di tempat dirinya duduk, Jackie
memandang ke arah Clark, Alex dan Cindy. Rasa-rasanya, dia sudah ingin tertawa
karena ia dituding melakukan yang bukan-bukan.
Tentu saja, Clark belum mau mengalah.
Dia tak mau kelihatan lemah di depan begitu banyak orang. Mau ditaruh di mana
mukanya jika semua orang tahu bahwa Clark Harianto takluk oleh seorang pemuda
acak yang merupakan mantan napi?
Sehingga, Clark mulai mengambil
kuda-kuda. la mengatur napas. Kedua tangannya bergerak-gerak sebentar.
"Ha... aaaa!"
Dengan setengah berlari, Clark
kembali mendekat ke arah Jackie. Namun dengan cepat, Jackie meraih pisin yang
menjadi wadah cangkir kopinya dan melemparkannya dengan asal ke arah lawan.
Meski begitu, piring kecil tersebut
melayang dengan cepat, sehingga Clark tidak bisa menghindar dari benda yang
mendatanginya.
"Hyah!"
Segera itu Clark berusaha menepis
piring yang Jackie lempar. Namun, hal yang tak terduga terjadi.
"Uwaaah!"
Tubuh Clark terdorong. Lagi-lagi ia
terjerembab, kali itu di lantai kafe. Untuk yang kedua kali, mulutnya
mengeluarkan darah.
Bermaksud kembali berdiri, Clark
menyadari. Badannya kaku seolah sarigat berat untuk digerakkan.
"Ap-apa yang terjadi...? Mengapa
aku.."
Paman dari Gerald Harianto itu sama
sekali tidak menyangka, la sudah menangkal serangan pisin Jackie. Akan tetapi,
tetap saja dia terpelanting tak berdaya.
Seluruh orang yang melihat bagaimana
Clark dibuat tak berdaya oleh sesorang yang tak dikenal dibuat terkagum-kagum.
Hanya menggunakan alat-alat minum, Clark Harianto kini tampak tak berdaya
"Hngggkh...!" Clark mengerang
tertahan. Sebab, ada rasa nyeri yang berasal dari atas pusarnya. Pelan-pelan,
ia memandang ke arah perut.
Sebuah sendok kecil yang biasa
digunakan untuk mengaduk kopi tertancap di bawah ulu hatinya!
No comments: