BAB 55
Dave berkata sembari menoleh pada
putranya dan melihat kondisi kaki Gerald dengan lirih bercampur emosi. mumpung
Vanessa sepertinya sedang pergi, mungkin untuk beberapa hari."
Gerald balas menatap sang ayah lemah,
kemudian berucap, "Tapi.. bagaimana caranya?" tanya dia lugu.
"Kita akan mencari pembunuh
untuk mengentaskan nyawanya. Sehingga, kita bisa mengembalikan harkat, derajat
dan martabat Keluarga Harianto!" jawab Dave diakhiri senyuman.
Sebagai kepala keluarga Harianto,
Dave telah melampaui banyak hal sehingga mereka bisa sangat dihormati oleh
banyak orang seperti sekarang.
Dengan uang yang mereka miliki, Dave
percaya diri. Apapun kesulitan yang kini dialami oleh keluarganya, akan bisa
mereka lewati. Putranya tersenyum.
"Aku setuju dengan rencana Papa.
Jika Vanessa ada di sini, bisa-bisa urusannya akan menjadi rumit,"
komentar Gerald.
"Setidaknya, kita dapat
melenyapkan Jackie tanpa si putri Halim mengetahui bahwa itu adalah perbuatan
kita, bukan?" Dave menyeringai miring pada putranya yang
mengangguk-angguk.
"Dave ?!"
Darma Rilley datang bersama Xander.
Agak terkejut, Dave yang sedang bersandar pada dinding lorong rumah sakit
segera menghampiri mereka.
"Tetua, Xander," sapa Dave.
Pelayan Gerald segera memutar kursi
yang majikannya tumpangi. Ingin rasanya Gerald berdiri untuk menyambut
junjungan-junjungannya itu. Akan tetapi, dia sudah mengalami cacat. Untung
Darma dan Xander mengerti. Mereka yang mendatangi dia.
"Gerald, aku turut prihatin
dengan apa yang terjadi denganmu," ucap Darma penuh simpati.
"Yang penting, kau selalu dalam
keadaan sehat-sehat saja, Bro," Xander langsung menghibur Gerald. la
bahkan meminta pelayan Gerald untuk menyingkir dan memegangi kursi roda
kawannya.
Dasar penjilat, Gerald segera
berucap, "Aku masih merasa bersalah karena Bunga Gala tidak berjalan
dengan semestinya, Tetua," ucapnya dengan maksud agar Darma dan Xander
menaruh rasa iba padanya. Sekaligus, mendapatkan kesan baik dari Keluarga Rilley.
"Gerald, Gerald cucuku... apa
yang terjadi di Bunga Central bukanlah kesalahanmu," ujar Darma membalas.
Seketika itu Gerald merasa lega. Para Rilley tetap berpihak padanya. Sedangkan
Darma lanjut berbicara.
"Mau bagaimana lagi. Vanessa...
dia seharusnya, menjadi bintang tamu utama kita malam itu. Akan tetapi, dia
malah membawa narapidana pengemis itu bersama dia!" gusar Darma berucap.
Sorot matanya menjadi tajam penuh kejengkelan. "Bagaimana kondisi adikmu,
Dave?"
Pertanyaan Darma membuat Dave menatap
orang yang sangat dia hormati itu lesu. Meski, masih ada kedongkolan dalam
hatinya karena Clark dibuat tak beradaya oleh seseorang yang mereka pandang
rendah.
Clark tidak akan lagi bisa
"Hampir dapat dipastikan..., Clar menjadi seorang ahli bela diri. Si
sampah masyarakat itu dengan kejam menembus inti energinya. Entah bagaimana
jadinya Clark jika dia sudah keluar dari ruarig perawatan nanti," tutur
Dave emosional. la berkaca-kaca.
"Anak itu... ia mesti diberi
pelajaran!" Xander mengomentari. Wajahnya menunjukkan bahwa dia merasa
mangkel.
Pasalnya, dia telah mengenal Clark
sejak lama. Bertahun-tahun yang lalu sebelum bertemu gurunya, Xander sering
berlatih di Sasana Bela Diri Gemintang. Clark banyak membantunya mempelajari
beragam teknik.
"Xander, apakah kamu bisa
memperkirakan, berada di tingkat apa kemampuan Jackie? Sebab, Clark yang sudah
mencapai Tingkat Bumi saja dibuat tak berdaya olehnya!" bingung Dave
bertanya.
"Itu tidak penting. Om. Karena
Paman Ketiga juga adalah salah satu guruku yang membantu agar aku bisa seperti
sekarang, Om Clark tidak usah repot-repot memikirkan apa yang terjadi dengan
dirinya. Biar aku yang membalaskan dendamnya!" tegas Xander.
Begitu Xander berkata-kata, Dave dan
Gerald sempat bertatapan, Seolah sudah saling mengerti, Ayah dan anak itu
langsung memuji-muji si Rilley muda.
"Sepertinya memang harus kamu
yang turun tangan langsung guna menghadapi Jackie, Xander," Dave berucap
bangga.
"Si Jackie sialan itu bakal kena
batunya. la tak tahu bahwa Xander Rilley yang perkasa akan datang untuk
dial" senang Gerald berkomentar.
Dipuji sedemikian rupa-padahal
dirinya sedang dijilat-sudah barang tentu, kepercayaan diri Xander menukik
naik.
"Kalau aku tidak bisa membunuh
Jackie, bukankah itu sama saja dengan aku telah menodai reputasi guruku?"
kata Xander bermaksud meninggi. Matanya melebar, senyum miring terukir pada
bibirnya.
"Betul, Cucuku. Betul itu. Kau
adalah murid yang dilatih langsung oleh Master Diagano. Aku percaya, kau tidak
akan pernah mempermalukan dia!" puji Darma.
"Aku menempuh pendidikan demi
membuat nama keluarga kita lebih harum lagi, Opa. Aku adalah seorang Rilley
yang akan dipuja oleh seluruh orang di Makara!"
Begitu Xander berkata dengan
membanggakan diri, Darma menepuk-nepuk bahu cucunya tanda mendukung.
Sedangkan Dave mengangguk-angguk,
lalu Gerald tersenyum. Sang ayah menoleh pada putranya. Keduanya saling menatap
penuh arti.
Kabar mengenai cedera yang dialami
Clark telah menyebar meskipun Keluarga Harianto telah berusaha keras untuk
menutup nutupinya. Bagaimana tidak? Mereka harus menjaga rahasia tersebut agar
tidak kehilangan muka.
Sayangnya, apa yang terjadi dengan
Clark menyebar cepat. Pasalnya, banyak saksi mata yang melihat aksi Jackie
menaklukkan Clark tanpa menyentuh si Parman Ketiga.
"Seorang Clark Harianto
ditaklukkan orang tak dikenal?"
"Astaga..! Bukankah dia adalah
orang yang sangat tangguh?"
"Bisa-bisanya Clark dirobohkan
oleh seseorang yang entah datang dari mana."
"Pemuda itu sepertinya bukan
datang dari kalangan terhomat. Karena, tak ada seorang pun yang tahu siapa dia
Itulah desas-desus yang tersebar di
seluruh kalangan di Kota Bunga. Malahan, mereka juga telah mengetahui bagaimana
Clark telah kehilangan kemampuan bela dirinya.
"Clark tidak sampai tewas
memang.. Tetapi, lukanya membuat dia dirawat di ruang perawatan itensif Rumah
Sakit Bunga Asih."
"Citranya pasti akan jatuh.
Karena, dia sudah kehilangan kekuatannya."
"Dia merupakan seorang Wakil
Master yang telah mencapai Tingkat Tanah. Tetapi seorang lelaki berusia dua
puluhan menalukkan dia tanpa menyentuhnya. Aneh, bukan?"
Malam itu, Jackie tengah santap
bareng keluarganya di rumah mewah mereka. Keempatnya berbincang-bincang hangat,
menikmati kehidupan mereka yang baru setelah sebelumnya, mereka bak dirundung
oleh kedukaan.
"Ayah, ditambah ikan kakap
sambal gorengnya. Bukankah ini adalah makanan kesukaan Ayah?" ucap Jackie
jenaka. Dengan sengaja, ia mengambil potongan besar kakap dengan bumbu
kemerahan itu dan menaruhnya pada piring Hendra.
"Sudah, Jackie, cukup. Ini
adalah potongan terakhir yang akan aku makan. Jangan banyak-banyak, nanti aku
kekenyangan!" riang Hendra membalas.
Demi membahagiakan keluarganya,
Jackie meminta Wanarto untuk menemukan chef yang ahli mengolah masakan pedas,
agar dapat memasak makanan yang sesuai dengan selera ayahnya. Benar saja. Malam
itu, Hendra kelihatan sangat senang.
"Bukan main. Semua makanan ini
lezat sekali. Pasti yang memasaknya adalah seorang chef bintang lima. Karena,
rasanya nikmat bukan main seperti di restoran-restoran kenamaan!" ujar
Hendra. Seraya menyantap hidangannya, ia pun berkata lagi.
"Tapi Jackie, besok-besok kamu
jangan repot-repot lagi menyediakan.makanan seperti ini. Sebab, masakan ibumu
atau Sherina juga sebenarnya sudah sangat memuaskan," kata Hendra setengah
serius.
"Ayah, aku harus membayar
seluruh utangku pada Ayah, Ibu dan Sherina setelah tiga tahun ini aku
menelantarkan kalian, balas Jackie merendah. Senyum meriah terlukis pada
wajahnya.
"Apa-apaan kamu itu, Jackie.
Justru kamilah yang sebenarnya berutang padamu!" Hendra berujar dengan
mimik serius.
"Maskud Ayah...?"
No comments: