BAB 57
Sherina kembali bertanya. Jackie yang
belum menyadari bahwa sang adik tengah membahas kebenaran tentang dirinya
mengangkat alis.
"Aku pikir.., jika memang orang
tuanya tidak bermaksud buruk meninggalkan dia, ya, ada baiknya dia menemui
orang tua kandungnya itu. Sebab bagaimanapun juga, dia adalah darah daging
mereka," jawab Jackie bijak.
"Hmmm..., ya. Kakak benar juga.
Kira-kira.. apa yang dia lakukan terhadap orang tua angkatnya?" kata
Sherina lagi. la membuat mimik kocak agar Jackie tidak curiga.
"Mereka tetap orang tuanya,
Sherina. Aku pernah mendengar cerita-cerita macam begini sebelumnya. Orang itu
tetap menganggap orang tua angkatnya seperti orang tuanya sendiri. Tak mungkin
dia akan melupakan mereka begitu saja."
"Jadi.., dia akan tinggal dengan
orang tua kandungnya, tanpa melupakan orang tua angkatnya, begitu bukan,
Kak?"
"Ya, kira-kira begitu.
Mungkin."
Jawaban Jackie membuat Sherina
tersenyum puas dengan perasaan lega. Setelah sempat lanjut berbincang mengenai
kisah-kisah yang tersebar di media sosial termasuk fenomena-fenomena aneh dan
keduanya tertawa-tawa, Sherina kembali masuk ke dalam rumah.
"Bagaimana, apa kamu sudah
berbincang-bincang mengenai hal tersebut pada kakakmu itu?" tanya Tina
yang sedang duduk bersama Hendra di ruang tengah, dengan nyaris berbisik.
Sherina yang duduk tepat di sebelah
bundanya mengangguk-angguk, lalu menjawab, "Ya. Kak Jackie bilang bahwa
dia akan tetap menghargai orang tua angkatnya yang telah membesarkan dia."
"Syukurlah kalau begitu,"
ucap Anita.
"Tetapi... kita tidak bisa
berbuat apa-apa pada saat dia masuk ke penjara. Aku agak khawatir, Jackie
menyimpang kedongkolan terhadap kita," Hendra berkata dengan nada sesal.
"Ayah, aku rasa... Kak Jackie
tak akan menyalahkan kita karena dia mendekam dalam penjara. Jika memang
begitu, mana mungkin Kak Jackie memberi kita rumah dan memanjakan kita seperti
ini?" jelas Sherina.
"Ah, ya, ya. Kamu benar juga.
Ya, mari kita bersama-sama berharap Jackie tidak akan berubah walau dia sudah
mengetahui mengenai diri dia yang sebenarnya kelak," pungkas Hendra. la
tersenyum pada istri dan anak kandungnya yang juga membalas dengan senyum.
Keesokan hahrinya. Jauh dari Komplek
Awania, tepatnya di kediaman Keluarga Wijaya. Tampak Samuel Wanarto tengah
bertemu dengan orang-orang dari salah satu keluarga berpengaruh di Kota Bunga
tersebut. Mereka terlihat berbincang serius.
"Obat ajaib dari macam apa yang
kau bawa itu, Pak Wanarto? Hanya mengonsumsi satu pil saja, ayahku sudah pulih
sempurna!" puji Hansen, putra dari Arthur Wijaya, kepala keluarga Wijaya.
"Pak Wanarto, Anda benar-benar
telah berjasa bagi keluarga kami."
"Perkenankan kami untuk
berterima kasih seebsar-besarnya pada Anda. Karena Anda, pamanku telah
sembuh!"
Kemarin, keluarga Wijaya dirundung
kesedihan. Sebab, kondisi Arthur tiba-tiba memburuk. Keluarganya sudah pasrah.
Mereka sudah bersiap untuk kehilangan pemimpin keluarga mereka.
Namun, Wanarto pun datang dengan
membawa sebutir Pil Esensi. Bahkan pada saat Keluarga Wijaya memberikan obat
itu pada Arthur, harapan mereka sudah tipis.
Berserah dan sudah menerima apabila
mereka mesti kehilangan Arthur, keajaiban terjadi. Kondisi Arthur berangsur
membaik dan akhirnya sembuh total.
"Maaf, bapak-bapak dan ibu-ibu
Keluarga Wijaya yang aku hormati. Anda sekalian tidak perlu berterima kasih
padaku," sambut Samuel merendah.
"Lantas, kepada siapa kami harus
berterima kasih kalau bukan pada Anda, Pak Wanarto?" ujar Hansen.
"Aku hanya mengantar obat ini
untuk Pak Arthur karena aku tahu, beliau sedang sakit keras. Tetapi, Pil Esensi
merupakan mahakarya alkimia dari Sang Dewa Muda."
Begitu Wanarto menyebut nama
'ketuanya', para anggota keluarga Wijaya menatap dia dengan penuh tanya. Sebab,
orang yang disebut oleh Arthur itu ternyata memiliki nama ataupun julukan yang
begitu agung.
"Si-siapa Dewa Muda itu,
Pak?" tanya Hansen. Sangking penasarannya, ia membuat mimik yang
menunjukkan rasa penasaran.
Tersenyum terlebih dahulu, Wanarto
pun berucap, "Nama asli beliau adalah Tuan Jackie. Dia adalah
ketuaku."
Terang saja keluarga Wijaya
terkaget-kaget. Sebagai orang kalangan atas, Keluarga Wijaya tahu seperti apa
Samuel sebenarnya. Meski, mereka memiliki hubungan baik dengan dia. Tetapi
barusan saja, Samuel menyebut Jackie sebagai ketuanya!
Samuel lanjut menjelaskan, "Dewa
Muda hanyalah gelar yang diberikan oleh orang-orang di Penjara Bawah Sembilan
untuk menghormati beliau. Kami biasa menyebut ketuaku itu dengan: 'Dewa Muda,
Dewanya Bawah Sembilan'," gagah dia menerangkan.
"Tunggu. Mengapa... aku seperti
tidak asing dengan nama 'Jackie'?" ujar Hansen. la pun menoleh pada Elvi,
putrinya yang duduk di sebelah sang istri. "Elvi, bukankah kamu yang
menyebut nama itu beberapa hari yang lalu?"
Elvi adalah seorang wanita yang
jelita. Tubuhnya langsing dengan lekuk-lekuk yang mempesona. Matanya yang indah
seolah memancarkan kilat optimis sekaligus berkesan teduh. Saat itu dia
mengenakan baju crop top yang mempertontonkan perutnya yang langsing.
"Aku hanya mendengar dari
temanku-dia juga mendapat informasi dari temannya yang menghadiri Bunga
Gala-bahwa, ada seseorang bernama Jackie yang berhasil mencuri hati perempuan
idaman Xander Rilley," tutur Elvi. "Apakah Jackie yang itu adalah
Dewa Muda?"
Mendengar bagaimana Elvi tahu
mengenai ketuanya, ia langsung merasa senang. "Ya, betul, Nona Elvi. Itu
dia ketuaku Jackie," pasti dia penuh kebanggaan.
"Apakah Jackie baik-baik saja?
Karena, aku juga mendengar banyak tamu-tamu penting di acara itu yang merasa
keki pada dia," Hansen bertanya penasaran.
Sudah sejak lama, Keluarga Wijaya dan
Keluarga Harianto tidak akur karena persaingan bisnis, Sehingga, Gerald yang
mengurus Bunga Gala tidak mengirimkan undangan pada Hansen maupun anggota
Keluarga Wijaya yang lain.
"Sayang aku tidak bisa melihat
dia. Pasti tindakannya sangat memuaskan bagiku!" ujar Hansen diakhiri
senyum miring.
"Hahahaha..!" Samuel
tertawa elegan dengan puas. "Orang-orang dungu seperti para tamu Bunga
Gala bukanlah tandingan ketuaku, Hansen. Mereka itu cuma cari mati saja!"
"Pak Wanarto, apa Anda barusan
berkata dengan sungguh-sungguh?!" tanya Hansen terkejut.
"Hansen saudaraku..., kapan aku
membual? Begini-begini, aku itu adalah orang yang jujur dan tidak munfik
seperti para Harianto! Xander itu hanya banyak gaya saja, Sebaiknya dia segera
menyadari kehebatan Jackie, sebelum semuanya terlambat."
Sebagi orang-orang yang mengetahui
kehebohan tentang kembalinya Xander setelah berguru sekian lama, Hansen dan
Elvi sangat terkejut dengan perkataan yang diucapkan Samuel,
Mereka sangat mengenal seorang Samuel
Wanarto. Dia merupakan seseorang yang sukar, malahan hampir tidak pernah
mengakui keunggulan orang lain.
Namun kini, Samuel memuji-muji Jackie
sedemikian rupa. Terang saja mereka dibuat bingung dan pensaran.
Terutama, Jackie berhasil
menyembuhkan sakit yang diidap oleh Arthur hanya dengan sebuah pil saja. Mereka
bertanya-tanya dalam hati, siapa Jackie ini sebenarnya?
"Sungguh, obat yang aku minum
itu benar-benar luar biasa sekali...!"
Arthur Wijaya hadir. Setelah kemarin
dia sudah nayris mengembuskan napas terakhir, sekarang ia berjalan memasuki
ruangan tengah kediamannya yang besar dan megah dengan berdegap.
Jika ada orang lain yang tahu
bagaimana kondisi dia sebelumnya, bisa dipastikan bakal terperangah melihat
Arthur sekarang.
"Samuel, aku ingin bertemu
dengan si dewa itu...!"
No comments: