BAB 64
"... mereka membawa orang
sakit."
Begitu Yanto memberitahu bahwa para
anggota militer Makara tersebut kembali dengan membawa orang sakit, Jackie diam
saja. la bahkan tidak menyuruh Yanto untuk membiarkan orang-orang itu masuk.
Seolah, ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Benar saja. Hugo menyeruak masuk,
menyusul Yanto dengan memapah Sukarman. Wakil komandan militer negara mereka
tersebut terlihat pucat. Dia menatap kearah Jackie dengan lemah, seolah memelas
agar Jackie segera menangani dirinya.
Jackie masih bergeming. Dia hanya
menatap Sukarman lekat. Orang yang pernah menyudutkan Jackie saat Bunga Gala
tersebut sekarang tidak segagah seperti saat mereka bertemu. Sukarman bahkan
seperti tidak mampu lagi berdiri di atas kedua kakinya.
Farhan menyusul masuk. Tidak seperti
Sukarman, Farhan masih terlihat petantang-petenteng. Saat di Bunga Central,
Farhan meremehkan analisa Jackie yang mengatakan luka dalam Sukarman akan
kambuh lagi. Tapi Farhan dengan yakin berkata Sukarman akan baik-baik saja.
"J-ja-jackie..." Sukarman
menyapa Jackie lemah. Tetapi orang yang ia sebut namanya tidak menyambut.
Jackie hanya berdiam diri begitu tenang pada kursinya.
"Jika saja Pak Sukarman tidak
memaksakan diri untuk datang pada dukun seperti kamu, aku tidak akan-
Bermaksud untuk meremehkan Jackie,
Farhan yang baru saja masuk terkejut. Tatkala, dia melihat Arthur Wijaya ada di
sana.
"T-tuan Wijaya...?!" ucap
Farhan tak terkendali sangking kagetnya.
Seperti yang Samuel katakan tadi.
Farhan semestinya sudah tahu bagaimana kondisi Kesehatan Arthur sebelumnya.
Akan tetapi, entah kenapa dia malah 'bersembunyi'. Kemungkinan, karena ia tak
mampu untuk mengobati Arthur.
"Ka-kapten...?!"
Sukarman yang seperti tidak mampu
menopang tubuhnya sendiri sama terperangahnya dengan Farhan. Sebab, ia juga
tahu seperti apa penyakit yang diderita Arthur.
Keluarga Wijaya sudah pasrah
seandainya terjadi sesuatu pada sang kakek. Tapi sekarang, dia tampak sehat
sempurna!
Sejak dahulu sekalipun Arthur telah
naik pangkat, Sukarman selalu memanggil atasannya itu dengan sebutan kapten'.
Sebab kala itu, Arthur merupakan atasan Sukarman ketika keduanya tergabung
dalam gugus tugas anti teror.
"Ad-ada apa, Kapten.. me-mengapa
dirimu ada.. di sini?" tanya Sukarman keheranan karena melihat atasannya
yang sangat dia hormati di sana.
Menoleh tipis ke arah Sukarman dengan
gaya yang membuat ia kelihatan angkuh, Arthur menjawab, "Untuk berterima
kasih pada Dokter Jackie karena dia telah menyelamatkan nyawaku."
Segera itu Farhan ternganga. la tahu
benar seperti apa sakit yang diderita oleh Arthur. Meski, ia tidak menangani
kepala kelaurga Wijaya itu secara langsung. Dia sebatas mendengar dari
dokter-dokter yang merawat Arthur.
Itulah kenapa, dia tidak berani untuk
merawat sang jenderal. Sebab, ia tahu. Dirinya sendiri juga tak mampu menangani
sakit yang diderita Arthur, Sekalipun, dia adalah Ketua Ikatan Dokter Makara
yang konon sangat jenius.
Sekarang, Farhan serasa ditampar. Dia
ke situ karena tidak mampu menangani Sukarman. Tapi Arthur yang menderita
penyakit kronis telah disembuhkan oleh Jackie, la dibuat kecil rasanya oleh
dokter pribadi Vanessa Halim tersebut.
"Dewa Medis... to-tolong aku
juga..., aku mohon!"
Tiba-tiba Sukarman berucap pada
Jackie. Lemas, suaranya terdengar begitu rendah bahkan nyaris sayup-sayup.
Pada akhirnya, Sukarman
terang-terangan meminta pertolongan pada Jackie. Karena sekarang, dia sudah
mendapat keyakinan bahwa Jackie memang adalah seorang dokter nomor wahid.
Dia tahu, seperti apa kondisi Arthur
beberapa hari yang lalu. Tak ada dokter yang mampu menangani sang jenderal.
Mereka semua sudah angkat tangan.
Namun kini, Sukarman bisa melihat.
Arthur berada dalam keadaan baik-baik saja. Malahan, tidak kelihatan seperti
orang yang baru sembuh dari sakitnya. Dia berkata lagi.
"Dewa... harus aku akui...
ternyata, kemampuan medismu begitu hebat. Kaptenku yang sudah sakit parah itu
engkau sembuhkan. Aku yakin, kau juga pasti bisa menyembuhkanku," Sukarman
yang kelihatan tak berdaya berkata pada Jackie. Dia meneruskan.
"Aku mohon... aku berjanji
apapun yang engkau pinta, akan aku kabulkan asal kau membuatku pulih seperti
sedia kala!"
"Bukankah sewaktu di Bunga Gala
saya sudah memperingatkan bahwa luka dalam Bapak itu bisa kambuh lagi?"
tenang Jackie berkata pada Sukarman.
"Y-ya..., aku tahu tapi-"
"Seandaikan Bapak lupa, saya
juga bilang: jika apa yang saya katakan itu benar, jangan mencari saya. Apa
Bapak juga menderita amensia?!" Jackie memotong perkataan Sukarman. Sorot
matanya memandang pada wakil komandan militer Makara itu dalam-dalam.
Wajah Sukarman menyiratkan
keputusasaan. Dia mengakui kesalahannya di Bunga Gala tempo hari. Dia tidak
menghiraukan diagnosa Jackie dan lebih percaya pada Farhan. Sekarang, apa yang
dikatakan Jackie tentang cederanya terjadi.
Dia sudah mendatangi Farhan. Akan
tetapi, Ketua Ikatan Dokter Makara tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Segala
usaha Farhan untuk merawatnya tak berguna. Sehingga, Sukarman langsung meminta
Hugo menemui Jackie.
Keluarga Jackie masih tak habis
pikir. Kini, putra Hendra tersebut tengah dikelilingi oleh orang-orang penting
di Makara. Ada Samuel Wanarto yang memberi mereka rumah, Arthur Wijaya yang
baru saja disembuhkan penyakitnya.
Sekarang, ada wakil kepala militer
Makara datang ke rumah mewah tersebut dan memohon-mohon pada Jackie untuk
disembuhkan. Tetapi, Jackie malah jual mahal. Malahan, menolak Sukarman yang
sudah memelas padanya.
"Euh..., Jackie. Aku rasa...,
ada baiknya aku, ibumu dan Sherina naik ke atas. Silahkan kamu
berbincang-bincang dengan para tamu dan pasienmu itu," ucap Hendra
kemudian.
"Baik, Ayah. Silahkan,"
sahut Jackie lembut. Sikap yang ia tunjukkan berbanding terbalik dengan saat ia
berbicara dengan Sukarman.
Untuk sesaat, Hendra berpamitan pada
Arthur yang menyambut mereka begitu baik. Setelah Arthur berkali-kali
mengucapkan terima kasih dan mengingatkan untuk memanfaatkan oleh-olehnya
dengan baik, Hendra, Anita dan Sherina naik ke lantai dua.
"Uhuk, uhuk! Hoek..!"
Mengejutkan. Pada saat Hendra, istri
dan putrinya baru saja pergi ke lantai atas rumah megah mereka, tahu-tahu
Sukarman terbatuk-batuk dengan begitu berat. Darah segar pun mengikuti,
menyembur keluar dari mulutnya.
"Komandan...!" Hugo yang
memapah Sukarman menjadi panik. Tak berdaya, Sukarman mengangkat tangan rendah
ke arah Hugo. Dia berusaha memastikan pada anak buahnya bahwa kondisi dia
baik-baik saja.
"Do-...dokter Jackie... ak-aku
akui..., aku telah meremehkanmu saat di Bunga Gala. Ma-maukah engkau
mengampuniku dan rawat aku. Tolong... aku memohon padamu..., Dokter
Ilahi...!" Sukarman berucap kepayahan. Diiringi napasnya yang
tersengal-sengal, dia terus bersuara.
"Aku... aku bersungguh-sungguh
dengan apa... yang telah aku katakan tadi, Dokter Jackie... aku... aku rela
melakukan apa saja... yang aku bisa... ag-agar... aku bisa sembuh. Tolonglah
aku!"
Tahu bahwa jika dirinya tidak segera
ditangani nyawanya bisa melayang, Sukarman terus memohon belas kasihan dari
Jackie.
Bukan apa-apa. Dia sama seperti
Arthur. Usianya belum genap lima puluh tahun. Akan tetapi, sudah menjadi wakil
komandan angkatan bersenjata Makara.
Dengan begitu, ia masih memiliki
kesempatan untuk bisa memimpin militer negara mereka. Oleh karena itu, dia
sangat ingin untuk sembuh dari luka dalamnya.
"Bukankah aku sudah menyampaikan
pada para bawahan Bapak sewaktu mereka dengan kurang ajarnya datang kemari
tadi? Mereka mesti mencari bahan-bahan yang aku sebutkan pada mereka!"
No comments: