BAB 69
Alasan mengapa ekspresi Sukarman
berubah adalah karena di layar telepon genggamnya muncul nama: 'Darma Rilley.
Sambil menghela napa, Sukarman
menerima panggilan tersebut. "Ya, Tuan Rilley?"
"Pak Sukarman, aku mendapat
pemberitahuan dari markas besar tentara bahwa kerja sama antara kami dengan
angkatan bersenjata di bidang suplai kebutuhan farmasi diberhentikan. Apa
maksudnya ini?"
Nada Darma saat berkata-kata begitu
tinggi. Ketahuan benar bahwa dirinya sedang merasa gusar karena jalinan bisnis
yang telah berjalan sekian lama diakhiri begitu saja.
"Dan baru saja saya bertanya,
pihak militer menyampaikan bahwa pemutusan kerja sama ini berdasarkan atas
keputusan Anda..., tolong jelaskan padaku, ada apa?!"
"Maaf saya tidak bisa
menyampaikannya secara langsung pada Anda, Tetua. Singkatnya, kami telah
mendapat pemasok baru, yang merupakan mantan atasan saya. Sehingga, komandan
juga memastikan lebih baik menjalin hubungan dengan purnawirawan," terang
Sukarman bersabar.
"Tetapi dengan cara yang
mendadak seperti ini, sungguhlah tidak masuk akall lawan Darma.
Bermaksud menanggapi Darma, Sukarman
menyempatkan melayangkan tatapan pada orang-orang yang ada bersama dia. Jackie
tetap dengan gayanya yang setenang gunung es. Arthur tersenyum tidak kentara.
Sukarman berkata lagi.
"Tetua, mantan atasan saya sudah
sangat berjasa pada kemiliteran. Apabila kami tidak menjalin kerja sama dengan
mereka, itu sama saja dengan tidak mempedulikan apa yang telah beliau lakukan
untuk angkatan bersenjata kita."
"Oh, begitukah? Sejak kapan Anda
jadi suka berkolusi?
Anda sendiri yang bilang bahwa
bekerja sama dengan kami adalah karena Anda menjunjung perofesionalisme
dibanding kenalan!" sinis Darma berujar.
"Begini saja, Tetua. Jangan kita
terus menggoreng persoalan ini. Bukankah kita masih bisa bekerja sama di bidang
lain? Masih banyak usaha Anda yang dapat terkoneksi dengan militer
Makara," Sukarman berusaha membujuk Darma.
"Tidak, Pak. Saya kira tidak
perlu lagi kita membicarakan tentang bisnis dan kita tidak perlu berhubungan
lagi mulai sekarang! kesal Darma.
Saat ini Darma merupakan salah satu
orang penting di Makara. Putus hubungan dengannya sama saja dengan Sukarman
kehilangan dukungan dari seseorang yang berpengaruh. Oleh karena itu, Sukarman
masih berusaha menenangkan kliennya.
"Tetua, saya mengambil keputusan
ini karena saya yakin bahwa kami masih bisa bekerja sama dengan Keluarga
Rilley, Kita bisa membicarakan ini lebih lanjut. Mungkin, ada lini-lini usaha
lain yang ingin Tetua garap bersama kami."
"Cukup, Pak. Saya sudah merasa
kecewa dengan keputusan Bapak yang menghentikan suplai obat-obatan dari kami.
Jangan-jangan lain waktu kita berkongsi, akan diputus di tengah jalan jugal
Tidak bertanggungjawab sekali Anda!"
Sekarang Sukarman merasa dongkol. Dia
nyaris kehilangan nyawanya. Demi pulihnya kesehatan dia, akhirnya ia menuruti
syarat Jackie agar Tentara Nasional Maraka mengambil pasokan obat-obatan dari
Arthur.
la tahu. Memang benar ada beberapa
lini bisnis yang bisa Darma garap bersama dengan angkatan bersenjata Makara.
Akan tetapi, Darma sepertinya merasa sangat kesal sehingga tidak mau memberi
kesempatan Sukarman untuk berbicara lebih lanjut.
"Orang tua dungu!" umpat
Sukarman dalam hati. Tak mampu lagi untuk menahan rasa sebalnya terhadap Darma,
akhirnya dia berkata, "Ya sudah, jika memang Tetua tidak mau mendengarkan
saya, baiklah. Kita tidak usah berbicara lebih lanjut lagi. Apakah Tetua
puas?!"
"Tak ku sangka kau bisa
melupakan bagaimana kamu bisa berada di posisi kamu sekarang, Sukarman. Habis
manis sepah dibuang! Dengar: cucukulah yang akan menyelesaikan semua ini.
Master Diagano bakal datang dan membantu dia mengentaskan semuanya, ingat
itu!"
Seketika itu Sukarman terdiam.
Sebelum Darma menghubunginya, ia merasa dirinya telah dikelilingi orang-orang
yang cukup berpengaruh. Jackie si Dewa Penyembuh. Arthur yang sangat dihormati
di dunia kemiliteran.
Kemudian ada juga Samuel Wanarto yang
sejak tadi terdiam memperhatikan semuanya. Tapi ketika nama Dian Diagano
disebut, perasaan gelisah menyergap Sukarman.
"Tetua, aku rasa kita masih bisa
menyelesaikan-
Ding-dong!
Sambungan telepon diputuskan oleh
Darma. Lambat-lambat, Sukarman menjauhkan ponsel miliknya dari telinga, sembari
bergumam.
"Sialan! Dian akan datang
kemari.. jika benar demikian, Xander akan menjadi tak tersentuh. Tidak ku
sangka. Dian Diagano bakal menyokong Xander sedemikian rupa!"
Masih duduk santai pada sofa tunggal
yang dirinya tempati, Jackie memperhatikan Sukarman. Kemudian, ia berkata pada
wakil pimpinan tentara seantero Makara itu.
"Kenapa Bapak musti resah
sedemikian rupa mendengar Master Diagano akan datang kemari? Bukankah di negara
kita ini juga ada para Master? Atau... Bapak tidak mengenal mereka?"
"Dian itu adalah Master yang
berbeda. Dia merupakan satu-satunya pewaris Kuil Surya Ungu yang sudah berdiri
sejak ratusan tahun. Mereka pernah melahirkan seorang kultivator juga. Entah
betul apa tidak. Yang jelas, kemampuan Dian berada jauh di atas para Master
yang lain."
Setelah Sukarman selesai bertutur,
Arthur dan Elvi saling bertatapan. Keduanya mendengus pelan tanda tertawa
tertahan. Kemudian Arthur berujar.
"Kultivator? Aku pikir mereka
itu hanyalah dongeng yang dibuat oleh orang-orang jaman dulu. Sepertinya
mustahil di dunia ini betulan ada orang semacam itu."
Samuel yang sejak tadi hanya terdiam
menatap ke arah Jackie, la teringat apa yang terjadi di Bawah Sembilan selama
dirinya menjadi tahanan di sana.
Sewaktu Dewa Agung baru tiba di dalam
selnya, kehadirannya bisa membuat tahanan lain menjauh dari guru Jackie
tersebut.
Waktu itu, Samuel bersama narapidana
lainnya menganggap Dewa Agung sebagai orang gila. Selain, mereka benar-benar
ketakutan melihat Dewa Agung.
Nyatanya, Jackie yang dijebloskan
dalam sel yang sama dengan orang tua tersebut malah mendapat kemampuan yang
sungguh menakjubkan karena berguru pada pria yang mereka anggap aneh tersebut.
"Kultivator. Jika memang orang
seperti demikian ada di dunia ini, aku rasa.. Jackie adalah salah satunya.
Kemungkinan, status Dewa Agung juga sama dengan muridnya ini," batin
Samuel seraya masih memandangi Jackie.
Sejak tadi hanya berdiam diri, Jackie
akhirnya menanggapi uraian Sukarman, "Kita belum tahu dengan persis
seperti apa Dian Diagano. Kita tidak dapat memastikan seperti apa dia sebelum
benar-benar melihat Master Diagano secara langsung," katanya.
Agak lucu. Jackie bertingkah bak ia
juga tidak mempercayai ada kultivator di dunia ini. Padahal, ia menyadari. Dia
sendiri dan Dewa Agung adalah kultivator juga. Hanya, Dewa Agung tak pernah
menyampaikan pada dia bahwa ada kultivator lain di masa sekarang.
Sedangkan Sukarman tidak memiliki
pilihan, la harus berpihak pada dokter yang telah menyelamatkan nyawanya
Apalagi, dia juga telah menjalin kongsi dengan Arthur. Dia mengetahui sesuatu.
Sehingga, Sukarman kembali buka suara.
Dokter Jackie, berhati-hatilah.
Terakhir aku bertemu para Rilley, Xander berkata akan mencarimu. Selain itu,
adik seperguruan Xander-kalau tidak salah seorang wanita-bakal datang.
Jangan-jangan, nanti Xander akan mendatangimu bersama perempuan tersebut."
"Oh, begitu, singkat Jackie
menanggapi Sukarman seperti apa yang disampaikan pasiennya tidak sepenting itu.
"Yang aku pernah dengar juga,
Xander adalah murid kesayangan Dian. Kemungkinan Xander akan menjadi pewaris
dari perguruan Kuil Surya Ungu. Dokter, aku khawatir jangan-jangan Xander nanti
akan menggila karena ia disokong oleh guru, juga saudari sepergurannya."
No comments: