BAB 70
"Bagus kalau begitu. Sekalian.
Aku ingin melihat seperti apa kemampuan orang-orang Kuil Surya Ungu yang
kenamaan itu," santai Jackie menanggapi perkataan Sukarman.
Dari semua orang yang ada bersama
Jackie dalam ruang tengah rumah nan mewah tersebut, hanya Samuel yang reaksinya
positif. Dia tersenyum tipis seraya melirik pada Jackie yang bahasa tubuhnya
begitu santai.
"Anda sudah gila karena ingin
menantang mereka, Dokter. Baiklah. Sepertinya, sudah saatnya bagiku untuk
pergi. Terima kasih untuk bantuanmu, Dokter Jackie."
Diiringi pesan-pesan dari Jackie
untuk menjaga kondisinya selama beberapa hari, Sukarman hengkang dari kediaman
Jackie dan keluarga
Setelah Jackie kembali duduk, Arthur
berkata pada partner bisnisnya. "Dian memang jarang menunjukkan diri..
akan tetapi, reputasinya menyebar luas ke mana-mana. Apakah kau benar-benar mau
menghadapi dia seandaikan ia akan mendatangimu, Nak Jackie?"
Jackie menatap Arthur kalem saja,
lalu menjawab, "Apa yang harus aku khawatirkan? Jika Dian Diagano adalah
seorang Master, aku justru ingin belajar sedikit dari dirinya."
Saat ini, energi murni di dunia sudah
menipis. Selama di Bawah Sembilan saja, Jackie harus meninta izin untuk naik
puncak benteng pengawas penjara demi bisa menyerap energi spiritual.
Itupun dia tidak melakukannya
sendirian. Dewa Agung membantu dia untuk dapat bisa menyerap energi yang lebih
besar.
Adalah sebuah pertanyaan. Apabila
memang Dian Diagano adalah seorang yang hebat, dengan minimnya ketersediaan
energi murni, sekuat apa sang Master sebenarnya?
"Tetap saja Dian adalah
seseorang yang disegani di dunia seni bela diri, Jackie. Kita harus
berhati-hati dengan dia juga Xander. Lalu seperti yang dikatakan Sukarman,
Xander juga ditemani oleh saudari sepergurannya," resah Arthur
mengingatkan.
"Tenanglah, Pak Arthur. Akulah
yang akan berhadapan dengan Dian, Xander atau saudari seperguruan Xander itu.
Pak Arthur cukup mengerjakan bagian Bapak saja," ucap Jackie.
"Ya, ya. Kau benar. Aku
percayakan urusan para anggota Kuil Surya Ungu itu padamu. Sementara aku akan
mengurus bisnis obat-obatan kita," Arthur berkata sembari
mengangguk-angguk.
Selanjutnya, Jackie mendapat
pencerahan mengenai bisnis farmasi yang dijalankan oleh Arthur. Mereka juga
mempersiapkan pengedaran obat buatan Jackie di pasaran nanti. Setelah itu,
Arthur dan Elvi pamit.
Saat itulah Elvi menyempatkan diri
berkata pada Jackie. "Kak, jangan lupa. Kita masih memiliki janji untuk
bersosialisasi bersama," kata dia sembari mengedipkan sebelah mata jenaka.
"Baik, Elvi. Nanti kita akan
saling menghubungi," jawab Jackie.
Meski demikian, Jackie tidak terlalu
serius menanggapi ajakan Elvi. Bisa dibilang, ia hanya berbasa-basi saja karena
Jackie tentunya mesti menaruh hormat terhadap Keluarga Wijaya.
Sementara itu di pinggir Kota Bunga.
Tepatnya, pada sebuah kawasan hutan. Tampak, ada dua orang yang membawa pedang
tengah saling bertukar serangan.
Tring! Tring! Tring!
Kedua orang itu menebaskan senjata
masing-masing baik silih menyerang maupun bertahan. Tampaknya, laki-laki dan
perempuan tersebut sedang berlatih. Akan tetapi sangking seriusnya, mereka
terlihat seperti sedang bertarung sungguhan.
Jika saja ada yang menyaksikannya,
akan terlihat. Baik kecepatan dan cara mereka bergerak begitu sedap di pandang
mata, bagai sebuah pertunjukkan koreografi indah.
Dua-duanya terlihat tak ragu untuk
menggunakan pedang mereka. Hingga akhirnya, si wanita mengerahkan sebuah teknik
yang membuat tubuhnya berputar sedang lawannya mundur dan mengelak dari ujung
pedang yang tertuju pada leher dia.
Laki-laki dan perempuan itu
bertatapan kemudian tersenyum. Kompak, mereka menurunkan pedang lantas merunduk
layaknya memberi hormat.
"Kakak, mengapa Kakak hanya
mengelak seperti itu? Bisa-bisa, pedangku nanti menempel pada leher
Kakak," sang wanita berkata dengan kocak.
"Gerakanmu barusan membuat aku
terpukau. Sehingga, aku pensaran. Apa yang akan kamu perbuat selanjutnya,"
jawab yang pria. Dia adalah Xander Rilley.
"Hu... uhhh...! Menyebalkan!
Kakak sengaja mengalah padaku barusan, bukan? Jika Kakak serius, pasti Kak
Xander bisa untuk mengalahkanku."
Perempuan yang bersama Xander tidak
lain dan tidak bukan merupakan saudari seperguran Xander yang disebut oleh
Sukarman di rumah Jackie tadi. Namanya Stella Karlos.
"Aku tidak mengalah, Stella. Aku
justru terpukau dengan keahlianmu. Sehingga, aku agak kewalahan. Kamu memang
hebat!" balas Xander memuji.
Sanjungan yang ia dapatkan dari
Xander tidak membuat Stella senang. Sebaliknya, gadis itu tampak agak menekuk
wajah.
"Kenapa wajahmu cemberut seperti
itu?" tanya Xander dengan nada kocak.
"Sejujurnya.. aku ingin melihat
Kak Xander mengerahkan Metode Surya Ungu. Aku sangat ingin melihat seperti apa
teknik mematikan dari guru tersebut," Stella berkata layaknya tengah
merajuk.
"Stella, mengertilah bahwa
Metode Surya Ungu membutuhkan pengerahan spiritual yang besar. Guru pun
mengingatkan padaku, agar aku tidak sembarangan menggunakan atau menunjukkannya
di hadapan orang lain," Xander berusaha menjelaskan diiringi senyuman.
"Hmmmh..., guru memang pilih
kasih! la menurunkan jurus yang sebegitu hebat hanya padamu, Karena, Kak Xander
merupakan murid kesayangannya. Sedangkan aku dan Kakak Pertama sama sekali
tidak memiliki kesempatan untuk mempelajarinya!"
"Jangan berkata seperti itu,
Dik. Guru hanya melihat potensi dalan diri kita saja. Mereka yang berbakat
untuk diturunkan ilmu itulah yang dipilih oleh guru untuk menguasai ilmu khas
perguruan kita tersebut."
Memang, Xander berkata bijak demi
menghibur adik seperguruannya. Akan tetapi sekalian, dia juga sedang meninggi
di hadapan Stella.
Apa yang dikatakan Stella tersebut
benar adanya. Dari ketiga murid Dian, Xander memang seolah sangat disayang oleh
sang Master. Sehingga, Dian menurunkan teknik paling luhurnya pada sang murid.
"Stella, kamu telah datang
jauh-jauh dari Kota Lintang kemari. Memangnya, berapa lama kamu akan menetap di
sini?"
Sorot mata Stella menjadi redup. la
menatap Xander seolah penuh harap lalu menjawab, "Kakak sendiri akan
tinggal di Kota Bunga berapa lama? Mungkin... aku akan ada di sini selama Kak
Xander juga tinggal di kota ini."
"Oh, begitu. Sepertinya... aku
masih akan berdiam di kota ini.. ya, entahlah. Mungkin sampai aku bosan atau
ada urusan yang harus aku selesaikan, Stella," jawab Xander samar.
Ya, Xander mengetahui bahwa Stella
sebetulnya menaruh hati pada dia. Akan tetapi untuk sekarang, hatinya tengah
terpaut hanya pada Vanessa seorang.
Sejujurnya, ia tidak menghendaki
Stella menemani dia. Akan tetapi, Xander masih berusaha menjaga perasaan adik
sepergurannya itu. Karena Xander juga khawatir, jika gurunya tahu dia tak
menggubris Stella, ia akan terkena teguran.
"Kalau begitu, aku akan ada di
Kota Bunga sampai Kakak juga pergi!" riang Stella menanggapi.
Untuk sejenak, kedua murid Kuil Surya
Ungu tersebut berbincang-bincang. Beberapa saat kemudian, Darma muncul di sana.
Xander melihat, raut kakeknya menunjukkan bahwa suasana hati Tetua Rilley
sedang tidak tenang.
"Opa, kenapa Opa terlihat murung
seperti itu, apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya Xander.
Sejurus, Darma terdiam karena
menyimpan kedongkolan dalam hatinya. Namun, ia tidak bisa berbohong di hadapan
cucu satu-satunya itu.
"Sukarman telah memutuskan
jalinan bisnis kita dengan militer Makara dan memilih berkongsi bersama pihak
lain. Kemudian, aku juga mendapat informasi. Sukarman sebetulnya tengah sakit.
Tapi sekarang, dia sudah pulih dengan cepat."
No comments: