BAB 83
"Tutup mulutmu, dasar sampah tak
berguna!"
Xander hadir. Dia melangkah memasuki
ruangan kakeknya yang tak ditutup dan langsung mencaci maki Farhan.
"Buat apa Anda belajar
tinggi-tinggi tapi tidak bisa mengatasi masalah seperti ini, hah?! Anda bisa
menjadi ketua ikatan dokter saja adalah karena belas kasihan kakekku!"
Sejak tadi duduk melantai, Farhan
lambat-lambat bangkit berdiri. Kepalanya tertunduk. Harga dirinya sudah jauth
dan terbanting hancur. Berusaha mengalahkan Jackie dan Keluarga Wijaya,
sekarang dirinya malah menjadi biang kerok masalah baru.
Segera itu Farhan merasa ketakutan
karena kemunculan Xander. Kesalahan yang telah dia perbuat mengecilkan hatinya.
la takut Xander membunuh dirinya. Tanpa berkata-kata lebih lanjut, dia pergi
dari ruangan Darma.
"Dasar bangkai busuk..., pergi
sana dan jangan pernah datang lagi kemari!" omel Xander kasar.
"Xander, sudah, cukup, Darma
mencoba menenangkan Xander.
"Semua ini salah dia, Opa! Sudah
berapa duit yang kita keluarkan untuk proyek ini. Tapi hasilnya berantakan
seperti sekarang!" Xander kembali menggerutu.
"Mungkin memang Dokter Farhan
tidak sebrilian yang kita kira dan lawan kita kali ini agak sulit untuk
diatasi, Nak," kata Darma lagi.
Bibir Xander membentuk seringai
miring. "Apakah maksud Opa Jackie itu adalah seseorang yang hebat, begitu?
Bah! Aku tidak percaya. Dia hanyalah seorang mantan napi yang beruntung!"
"Hingga sejauh ini? Aku terpaksa
menilai begitu, Cucuku. Ilmu bela dirinya berada di atas Stella, lalu kemampuan
medisnya juga mengatasi Farhan."
Segera itu Xander menatap kakeknya
dengan tatapan dalam yang lekat. Terlihat sorot matanya yang membesar menyimpan
kemarahan.
Melihat gelagat yang tidak biasa dari
cucu semata wayangnya, Darma panik. Dia segera membetulkan omongan dia yang
sudah terlanjut dirinya lontarkan.
"Begini, Xander. Maksud Opa...,
mungkin Jackie bisa mengungguli Stella dan membuat Farhan tampak bodoh. Tetapi,
dia belum pernah berhadapan dengan dirimu, bukan? Opa tahu, ia pasti tak kan
mampu menandingi kamu!"
Mengerikan, pikir Darma. Xander
sekarang telah berubah menjadi seseorang yang berdarah dingin. Dari cara
cucunya itu menatap dia barusan, seolah Xander sudah tidak peduli dengan siapa
dirinya berhadapan.
Sampai-sampai, Darma ketakutan.
Jangan-jangan apabila dia salah salah kata terhadap Xander, anak muda itu juga
akan menghabisi dia.
"Ya, mungkin memang begitu, Opa.
Orang-orang yang berhadapan dengan Jackie sejauh ini tak mampu melawan die.
Kesimpulannya, dia memang cukup kuat," kalem Xander berucap Darma terlihat
menjadi lebih tenang. Si cucu berkata lagi
"Jika Stella saja tidak cukup...
lupakan si konyol Farhan yang ternyata tidak bisa apa-apa. Kalau memang Jackie
setangguh itu, berarti dia tidak bisa dihadapi dengan cara yang biasa saja,
bukan, Opa?"
"Jadi menurutmu..., cara seperti
apa... yang bisa membuat Jackie bertekuk lutut?" tanya Darma hati-hati
dengan lambat.
Kini, Xander tersenyum tipis pada
kakeknya. "Apabila satu dua orang tak bisa menaklukkan dia... itu berarti,
kita harus mengerahkan lebih banyak orang untuk mengakhiri aksinya,"
ujarnya pasti.
"Baiklah kalau begitu. Apa yang
akan kamu lakukan?" Darma kembali bertanya.
"Dia harus menghadapi
orang-orang seperti Kelaurga Karlos dan guruku." 1
Sekarang, Darma benar-benar merasa
sentoas karena melihat cucunya tidak lagi dikuasai nafsu yang meledak-ledak. Sehingga,
dia memutuskan untuk berkomentar.
"Begini, Xander. Mungkin ada
baiknya, kita perlu menyelidiki latar belakang Jackie terlebih dahulu. Sebab...
menurutku, anak itu memang agak unik."
"Jackie bukanlah seseorang
dengan latar belakang yang Istimewa, Opa. Beberapa hari ini, aku berusaha
menelusuri dan menemukan beberapa orang yang pernah mendekam di Penjara Bawah
Sembilan," tutur Xander.
"Lantas?" Darma yang
penasaran bertanya lagi dengan singkat.
"Konon..., Jackie itu memiliki
guru yang mengajarkan dia berbagai kemampuan sehingga orang itu bisa seperti
sekarang," papar Xander.
"Apakah itu berarti gurunya
sangat hebat, Xander? Sehingga dalam tiga tahun saja, Jackie bisa menjadi
seseroang yang memilki kemampuan begitu luar biasa."
"Bisa jadi... guru Jackie memang
hebat. Tetapi, aku sangat yakin. Tidak ada yang dapat melampaui kemampuan
Master Dian Diagano guruku!"
"Cucuku, tentnu saja. Tidak akan
ada yang mampu menandingi seseorang yang mewarisi perguruan Kuil Surya
Ungu!" puji Darma.
"Intinya, tak usah kita
berlelah-lelah untuk menggali tentang latar belakang Jackie, Opa. Aku memang
tidak bisa bertindak langsung karena ada risiko besar yang membayangiku.
Tetapi, aku sekarang bisa merasa tenang," celoteh Xander pada kakeknya.
"Baguslah kalau begitu. Kamu
sudah menemukan sebuah cara untuk menghadapi si mantan narapidana
tersebut?" Darma menyambut perkataan sang cucu diiringi senyum tipis.
"Darren sudah tiba di Kota
Bunga, Opa. Kami akan bekerja sama dan kalau sudah begini, Jackie pasti tidak
akan bisa apa-apa!" Xander membalas penuh keyakinan.
Begitu mengetahui Xander menyebut
seseorang bernama Darren, seketika itu wajah Darma menampakkan keterkejutan.
Sontak, dia mengangkat alis. Kedua matanya melebar. la pun bersuara.
"Darren..? Apakah yang kamu maksud
itu adalah Darren sang ahli bela diri terkuat dari Keluarga Karlos... orang
yang dijuluki Raja Tinju Sinting itu?!"
"Betul sekali, Opa. Dia adalah
paman dari Stella. Yang ia ketahui saat ini adalah kemenakannya telah tewas
oleh Jackie. Jadi aku rasa... tidak akan mungkin Darren membiarkan pembunuh
anggota keluarganya lolos begitu saja, bukan?"
Seketika itu, bibir Darma membentuk
seutas senyum. Begitu juga dengan Xander. Dia bahkan tersenyum lebih lebar dari
kakeknya. Pun, seringainya itu lebar dan memiliki kesan licik.
Sementara itu di kediaman Keluarga
Harianto. Terlihat Dave sedang wara-wiwi gelisah di teras belakang rumahnya
yang begitu besar. Dia uring-uringan karena Farhan tidak dapat dihubungi maupun
ditemukan.
"Berengsek! Dokter sialan itu lebih
baik mati saja! Benar-benar merepotkan. Katanya dokter ahli, spesialis... entah
spesialis apa. Mungkin dia spesialis kebebalan hingga akibatnya, situasi ini
menjadi semakin bodoh saja. Farhan bangsat!" Dave terus memaki.
Clark yang mendampingi dia mengomentari,
"Mungkin memang dia sebodoh itu, Dave."
"Dia itu Ketua Ikatan Dokter
Makara! Mengurus soal obat saja tidak becus. Sering pamer kalau dia telah
memiliki gelar ini, itu, pakar bidang anu, apalah... terserah! Sekarang dia
yang membuat kita jatuh. Posisi ketua itu kemungkinan tidak dia raih lewat
usahanya sendiri!"
"Memang benar begitu. Farhan
dibantu habis-habisan oleh Om Darma hingga bisa meraih posisinya
tersebut," Clark menyambut ocehan Dave.
"Pantas saja dia tidak becus
membuat obat sialan itu! Mengapa kau tidak memberitahu aku dari awal,
Clark?"
"Maafkan aku, Dave. Aku
mendengar dia memiliki keahlian medis yang baik. Jadi aku kira, kalau cuma soal
obat-obatan dia bisa menanganinya."
"Dave..."
Seorang wanita yang mengenakan busana
mahal melangkah memasuki teras belakang rumah besar tersebut, menyapa sang
kepala keluarga Harianto.
Bukan hanya Dave dan Clark yang ada
di situ. Sejak tadi, Gerald yang duduk di kursi roda juga ada di sana. Dia
didampingi oleh Tina. Melihat siapa yang datang, Gerald tampak terkejut tapi
rautnya menjadi cerah.
No comments: