BAB 90
"Ketua.., maafkan aku... karena
aku tak mampu melindungi kedua orang tua Anda..!" ucap Malvin segera.
Tanpa ragu, Malvin pun bertekuk lutut di depan Jackie. "Sekali lagi.., aku
memohon maaf yang sebesar-besarnya!" kata dia sembari merapatkan kedua
telapak tangan.
"Tak mengapa, Malvin. Kau tidak
perlu meminta maaf. Semua yang terjadi ini bukan salahmu. Yanto dan yang lain
sudah berusaha. Akan tetap, lawan mereka terlalu kuat. Berdirilah, Kawan,"
balas Jackie. Malvin menaggut-manggut dan berdiri.
Harus diakui oleh Jackie, Charlie
memang kuat. Walau memang, perbandingan kekuatan sang petarung dengan Jackie
bak bumi dengan langit perbedaannya.
Semua anggota Geng Ular Berbisa yang
menjaga rumah Jackie apalagi Yanto dan Dhany tidak bisa dianggap remeh. Mereka
semua tangguh-tangguh. Tetapi Charlie menaklukkan mereka semua.
"Belum pernah aku melihat Yanto
tergolek lemah seperti sekarang. Sudah dapat dipastikan, orang yang mengalahkannya
jauh lebih kuat," ujar Samuel. Dia memandang pada jasad Charlie yang
terbujur kaku.
Sedangkan saat itu, Shela hanya bisa
melongo menyaksikan tamu-tamu Jackie tersebut. Ada Samuel Wanarto di sana.
Terang saja terheran-heran.
Bagi orang kalangan atas, Samuel itu
adalah seseorang yang dijauhi dan hanya didekati jika mereka butuh bantuannya.
Tapi baru saja, dia mendengar Samuel menyebut Jackie dengan sebutan 'ketua'.
"Ketua...," Samuel berujar
pada Jackie. "Aku rasa... rumah ini kurang aman untukmu. Aku khawatir
nantinya, kau akan berhadapan dengan lebih banyak musuh. Kasihan keluargamu.
Bagaimana kalau kau pindah ke lokasi yang lebih aman saja."
"Ah, sayang sekali. Aku sudah
betah tinggal di sini," ucap Jackie lugu.
"Bukan. Aku bukan ingin
memindahkanmu ke tempat lain. Masih di sini, tapi aku lihat rumah nomor 88 di
sebelah sana belum memiliki pemilik. Rumah itu jauh lebih besar dan memiliki
pagar. Jadi, Yanto dan yang lain juga akan lebih mudah mengawasi kalian,"
jelas Samuel.
"Betul! Aku mendukungnya.
Bagaimana, Bos, apa kita pesan saja rumah itu sekarang juga?" Malvin
sependapat dengan pemimpinnya.
"Ya, langsung saja pesan,
Vin!" titah Samuel.
Semakinlah Shela kebingungan. Dengan
mata kepalanya sendiri, dia melihat Samuel melindungi ketuanya sampai
sedemikian rupa. Bahkan, mereka akan membeli satu rumah lagi di Komplek Awania
bagi Jackie!
"Dan Anda, Bu Shela. Anda perlu
mendapat ganjaran karena telah dengan berani mengganggu kelaurga dari
ketuaku!" ucap Samuel seraya mengarahkan telunjuknya pada Shela.
Untuk sesaat, Samuel dibuat sibuk
untuk membelenggu Shela yang tak bisa berbuat apa-apa. Keadaan sekarang sudah
berbalik.
Jika sebelumnya Shela
petantang-petenteng dan sesumbar akan melenyapkan Keluarga Winata, kini dialah
yang dibuat tidak berdaya.
Kedatangan Samuel dan Malvin bisa
membuat Jackie mulai mengobati kedua orang tuanya. Dia juga tengah berpikir.
"Samuel benar. Kemungkinan
musuh-musuh yang akan aku temui selanjutnya bisa jadi semakin kuat. Aku harus
segera mencapai tahap fondasi. Dengan begitu, aku bisa memasang perisai di
sekeliling rumahku. Agar, musuh tidak dapat masuk dengan terlau mudah,"
batin Jackie,
"Selamat siang...!"
Beberapa pria asing bertubuh kekar
muncul di ambang pintu rumah. Mereka semua terlihat garang. Sorot matanya
menunjukkan bahwa mereka berdarah dingin. Salah satunya memberi salam.
Melihat kehadiran orang-orang
tersebut, Malvin terkaget-kaget. Ketua Geng Ular Berbisa tersebut menjadi agak
ciut melihat kehadiran para lelaki menyeramkan itu.
"Ja-Jackie.. mereka mungkin
datang untuk teman mereka yang telah kamu bunuh!" desis Anita membisik.
"Hati-hati Jackie, jangan-jangan
mereka ingin balas dendam atas kematian kawannya!" Hendra turut
berkata-kata.
Kemudian, dari belakang para pria
tersebut muncul seorang lelaki blasteran yang mengenakan setelan serba hitam.
Kemeja lengan panjangnya tergulung sehingga tato-tatonya yang memenuhi tangan
terlihat.
Mata Samuel langsung tertuju ada
orang tersebut. Sang tamu juga menyempatkan diri menatap ke arah Samuel,
sekilas saja.
Kancing atas busana yang ia kenakan
terbuka satu. Rupanya, tubuh dia penuh dengan tato memang. Sebab terlihat
sedikit, ada riasan gambar pada dadanya. Memakai kacama hitam, laki-laki
tersebut melepaskan aksesorisnya begitu ia memasuki rumah.
"Robiiin..., Robin! Akhirnya
kamu datang juga..., cepat tolong aku... lepaskan aku dari orang-orang gila
ini. Mereka sudah membunuh Chuck dan lihat! Dengan berani mereka mengikat aku
seperti ini!"
Begitu melihat orang yang datang
tersebut, Shela segera menjerit-jerit meminta perotolongan. Akan tetapi, pria
tersebut hanya memandangnya dengan ekspresi yang tak berarti. Dia terus
melangkah hingg ke hadapan Jackie yang memandanginya dengan kalem.
Shela berpikir bahwa Robin mungkin
akan langsung menghajar Jackie sekarang juga, baru melepaskan dia. Namun,
terjadi hal yang tak terduga.
Sekonyong-konyong Robin bertelut
dengan setengah lutut. la merunduk, lalu berkata, "Yang Mulia.., ma-mafkan
aku atas kesalahpahaman ini. S-sungguh... aku tidak pernah berniat untuk berada
di sisi yang berseberangan denganmu. Se-sekali, lagi, aku memohon maaf!"
Menyaksikan bagaimana Robin merunduk
dengan tubuh agak bergetar dan berucap layaknya ketakutan, Shela terkejut.
Sampai-sampai, ia berpikir mungkin
orang yang datang itu bukanlah Robin yang dirinya kenal, mungkin orang lain
yang menyamar. Akan tetapi sayanganya, memang betul dia adalah Robin Laurenza,
pimpinan dari kelompok Mafia Anggrek Berdarah.
"Bangkitlah, Robin. Dan tolong
jelaskan bagaimana bisa Bu Shela Harianto datang kemari dengan membawa..."
Jackie berucap, kemudian memandang ke arah para anak buah Robin yang mengurus
jasad Carlie. "... penjahat itu kenari?"
Menuruti kata-kata Jackie, pemimpin
mafia yang berada di depannya kembali berdiri. la sempat menatap ke arah Shela
dengan sorot netra dongkol.
Saat itulah Shela lanjut terperangah.
Bagaimana bisa seorang Jackie yang dia anggap bukan siapa-siapa membuat seorang
pemimpin mafia yang mengerikan meminta maaf dan terlihat ketakutan.
Jackie berkata lagi, "Tahukah
kamu apabila terjadi sesuatu dengan keluargaku, bukan hanya Shela yang akan ku
habisi. Tetapi, aku akan membabat habis seluruh anggota Anggrek Berdarah
termasuk dirimu?" katanya begitu kalem.
"Y-yang Mulia, tentu saja aku
paham," Robin berkata dengan senyum memelas seraya merapatkan kedua
tangannya lagi. "Aku mohon... jangan kau marah padaku, Yang Mulia. Akan
aku jelaskan semuanya."
"Silahkan," titah Jackie,
lalu duduk pada sofa tunggal yang ada di situ.
"Bu Shela telah mencoba untuk
berbisnis denganku sejak enam-tujuh bulan yang lalu. Karena ia memaksa dan
memohon-mohon..." robin bertutur dan kembali menatap keki ke arah Shela.
"Akhirnya, aku setuju untuk menjalin kerja sama dengan dia."
"Apakah Bu Shela menyampaikan
bahwa jalinan bisnis kalian itu akan digunakan untuk melawanku?" tanya
Jackie santai.
"Ti-tidak, Yang Mulia..., sama
sekali tidak! Bu Shela tidak menyebutkan apa-apa. Jika saja memang demikian,
kau juga tahu. Tak kan mau aku berkongsi untuk melawanmu!" sahut Robin
segera dengan gugup.
"Bu Shela berkata bahwa Chuck
itu adalah anak buahmu," Jackie kembali berujar. Mayat Charlie sudah tidak
ada di situ. Sekarang, bawahan-bawahan Robin sedang sibuk membersihkan bekas
darah yang tersisa di sana.
"Astaga, Yang Mulia! Bu Shela
itu..." Robin merasa gelisah dan untuk yang kesekian kali matanya mengarah
pada Shela penuh perasaan geram. "Bukan seperti itu, Yang Mulia.
Percayalah padaku!”
No comments: