BAB 93
Mendengar bagaimana Shela rela
mengorbankan diri demi mereka, seluruh anggota keluarga Harianto ingin
bertindak. Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Mereka semua kini sudah
terpojokkan.
Semampu mungkin, Gerlad mengatasi
rasa takutnya. Matanya sudah berkaca-kaca melihat sang ibu yang beniat
mengorbankan diri. Padahal, salah Shela sendiri petantang-petenteng ingin
menaklukkan sang Dewa Muda.
Sedangkan Clark hanyalah macan ompong
sekarang. Dia tak mampu berbuat apa-apa. Harus dirinya akui, ia tidak ada
apa-apanya di hadapan si dokter sakti.
"Tidak bisa!" Jackie
menyambut omongan Shela. "Tidakkah kalian semua sadari? Kalian itu
bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi denganku dan keluargaku."
Mata Jackie memandang menyapu ke
seluruh anggota Keluarga Harianto, tidak terkecuali Tina, yang merupakan mantan
kekasihnya.
Para anak buah Dave merunduk. Mereka
tidak kuasa menatap sorot mata Jackie yang bagai manik menyala-nyala dan siap
untuk membakar semua orang di sana.
"Gerald, gara-gara kamu aku
mendekam di Penjara Bawah Sembilan, Pak Harianto mengatur semuanya. Anda juga
berusaha melawanku dan Keluarga Wiajaya bersama Dokter Farhan, bukan main! Lalu
Tina, dia telah mengkhianatiku
Begitu Jackie menyebut namanya, ingin
rasanya Tina menyangkali. Seolah, ia menolak dirinya masuk dalam daftar orang
yang ingin menjatuhkan sang mantan kekasih. Apa daya, memang benar begitu. Tina
telah mengkhianati bahkan juga merendahkan Jackie berkali-kali.
"Clark Harianto... dia ingin
menantangku. Sedangkan Bu Shela, kalian sendiri tahu apa yang ia rencanakan
bukan? Oleh karena itu, kalian semua akan aku enyahkan," tandas Jackie.
Kini, baik Dave, Shela, Gerald, Clark
bahkan juga Tina menyadari. Mereka semua tidak akan lolos dari jerat yang
kadung menyeret mereka. Jackie benar. Mereka smua telah berurusan dengannya.
Wajar apabila Jackie mengamuk seperti demikian.
"Baiklah. Silahkan kalian saling
mengucapkan selamat tinggal satu dengan yang lain," ujar Jackie. Tangannya
pun terkepal.
"Tu-tunggu dulu!" Dave
bersuara.
Kedua netra Jackie langsung mengarah
pada kepala Keluarga Harianto tersebut. Ekspresinya seperti tengah bertanya.
Dave pun kembali buka mulut.
"Ka-kalaupun kamu mengentaskan kami, Jackie. Te-tetap saja. Ini semua
seperti mata rantai yang tak berujung."
Orang yang berusaha diingatkan oleh
Dave bergeming. Jackie terus menatap Dave seolah meminta dia untuk terus
bertutur
"K-kau telah membunuh seorang
wanita dari Keluarga Karlos, bukan? Dia itu adik seperguruan Xander dan si Tuan
Muda Rilley sangat mengasihinya. Itu tandanya, Kuil Surya Ungu tidak akan
tinggal diam. Apalagi, Keluarga Karlos!"
Sejak tadi, Dave berusaha
menjernihkan pikirannya lalu berpikir: apa kira-kira hal yang bisa dapat
menyelamatkan ia dan keluarganya dari Jackie.
Dave mengetahui semuanya itu dari
Darma. Atau lebih tepatnya, dia percaya terhadap kebohongan yang disebarkan
oleh Tetua Rilley. Sekarang, ia merasa berada di atas angin karena menyangka
Jackie gentar karenanya.
"Adik seperguruan Xander Rilley
tewas?" celetuk Jackie bak tengah berpikir.
"Ha ha.. ha..!" dalam
ketakutannya Dave berusaha tertawa. "Jangan pura-pura bodoh, Jackie. Tidak
ingatkah kamu...? Wanita tersebut berduel denganmu, bukan? Dan kamu telah
membunuhnya!" kata Dave lagi.
"Tidak juga berduel, dia datang
dengan penuh amarah dan aku hanya memberi dia sedikit pelajaran, santai Jackie
menyahut.
"Mengapa, dokter palsu? Kamu
ketakutan dan tidak mau mengakuinya? Terlambat sudah. Kamu telah berurusan
dengan para Karlos juga Dian Diagano. Aku rasa... umurmu tidak akan lama lagi
Ha ha! Ha... hal lawan Dave tertawa-tawa.
Sudah barang tentu, Jackie dibuat
bingung oleh penuturan Dave tersebut. Yang ia ketahui, Stella pergi usal
terkena serangannya. la mengerahkan energi spiritual yang terukur dengan maksud
untuk membuat Stella kapok, bukan agar gadis tersebut tewas
Sehingga, ia pun tahu. Ada orang lain
yang telah membunuh Stella. Akan tetapi, berusaha menyalahkan dia atas wafatnya
salah satu murid Kuil Surya Ungu itu.
Tiga tahun lalu, Jackie mendekam
dalam penjara karena membela adiknya yang dilecehkan oleh Gerald Harianto.
Kemudian, salah satu keluarga kaya raya di Kota Bunga tersebut telah berkolusi
dengan aparat hingga dirinyalah yang dianggap bersalah.
Sehingga kini, Jackie sangat benci
terhadap segala bentuk fitnah. Tapi baru saja, ia mendengar dari Dave. Dia
telah menjadi penyebab kematian Stella yang ternyata merupakan seorang anggota
Keluarga Karlos.
"Percuma saja kau mengentaskan
kami, Jackie. Kamu akan segera menyusul. Master Diagano akan mencarimu. Kamu
tidak akan bisa lari ke mana-mana. Memangnya, kamu mampu untuk menghadapi
dia?" Clark mencoba untuk mengintimidasi Jackie.
Sayangnya, apa yang dilakukan oleh
Dave maupun Clark tidak membuat Jackie gentar. la sendiri pernah mengungkapkan
bagaimana dia tidak takut untuk didatangi seorang Master seperti Dian Diagano.
Sehingga, ia mengenyampingkan urusan
kecaman yang menyebutkan bahwa dia telah membunuh Stella. Menurut dia, tak ada
gunanya dia bersilat lidah dengan Keluarga. Harianto untuk urusan adik
seperguran Xander tersebut.
Segera itu, Jackie mengayun langkah
tenang ke arah Gerald berada. Terang saja semua orang di sana dibuat kalut.
Robin tersenyum tipis, bangga karena Yang Mulia-nya tidak ada takut-takutnya.
"Hhh-hhh-hhh.." seketika
itu napas Gerald tercekat-cekat. Dia berusaha menggerakkan kursi rodanya. Tina
sendiri bingung. Entah apa yang mesti dia lakukan.
"Tidaaaak! Jangaaaan....! Jangan
sentuh anakku...!" jerit Shela histeris tatkala ia menyaksikan Jakcie
menyambangi putranya.
Begitu juga Dave, Dia kelabakan. Ayah
dari Gerald itu tidak tahu mesti berbuat apa. Kemudian, ia juga langsung
berteriak.
"Pengawaaaal! Bunuh anak muda
itu. b-ba-barang siapa yang bisa membunuhnya, ak-aku akan aku akan memberikan
dia setengah dari harta keluargaku pada kalian!" panik Dave bersuara
sekencang-kencangnya.
Para penjaga keamanan rumah Keluarga
Harianto saling bertatapan satu sama lain. Anak buah Robin sudah siap
bertindak. Akan tetapi, tangan kanan Robin melebar rendah, tanda melarang para
anak buahnya untuk bertindak.
Sebetulnya, pengawal-pengawal
Keluarga Harianto merasa ragu. Lantaran, mereka sendiri sangsi. Mampukah mereka
melawan seseorang dengan sorot mata seperti itu?
Terlebih, mereka menyaksikan dengan
mata kepala sendiri. Tadi, Jackie mendobrak pintu ruangan tempat mereka berada
tanpa menyentuhnya sedikitpun.
Sayangnya, mereka ingin bertaruh.
Sesuai janji Dave tadi. Apabila ada salah seorang di antara mereka membekuk
Jackie, mereka akan kebagian harta Keluarga Harianto. Gelap mata, mereka
bermaksud mengerubuti Jackie.
"Heaaaah…!
Set!
Buak!
Buak!
Buak!
Semuanya berlangsung sangat cepat.
Baru saja para penjaga itu maju ke arah Jackie, tanpa memalingkan tubuh sang
dokter hanya menggerakkan kaki kirinya sedikit ke arah belakang.
Lima orang pria bersetelan rapi itu
terpental, memencar ke arah tembok ruangan. Tubuh maupun kepala mereka terempas
menabrak dinding dan jatuh ke lantai. Dalam sekian detik saja, semuanya
tergolek tak bernyawa.
Semua orang yang berada dalam ruangan
perlindungan kediaman Keluarga Harianto tersebut terperangah.
Seluruh anak buah Robin begitu pula
pemimpin mereka tersenyum tipis tanda kagum terhadap Jackie. Pantas saja
junjungan mereka menyebut Jackie 'yang mulia'. Karena ternyata, Jackie memang
sehebat itu.
Tolong aku mohon jangan apa-apakan
anakku, Dewa Muda rintih Shela pasrah pada saat Jackie lanjut berjalan mendekat
pada Gerald.
No comments: