BAB 94
Sia-sia saja. Sudah barang tentu
Jackie tidak mendengarkan Shela. Dia terus menghampiri Gerald yang tak tahu
harus bagaimana, apalagi kemana. Sebab, ia duduk di kursi roda sekarang.
"Ja-jackie..., aku mohon...
ja-jangan-, jangan bunuh aku...!" ratap Gerald ketakutan.
Sang Dewa Muda tak bereaksi. Seluruh
orang dalam ruangan itu menjadi tegang. Bahkan bisa dibilang, mereka semua
seperti merasakan ketakutan yang sama pada saat melihat sosok Jackie saat ini.
Sudah pembawaan dokter sakti itu
memang sedingin gunung es, sekarang sorot matanya yang bagai naga ingin
menerkam mangsa khasnya itu tak kunjung meredup. Tanda, dia sedang tidak ingin
berwelas asih.
"K-ka-kalau m-memang... kamu...
menginginkan Tina kembali menjadi kekasihmu... silahkan saja. Sebab, apalah aku
ini.... aku... hanya seorang pria cacat....!" lirih Gerald berkata.
Tina yang merasa dijual bingung. Apa
yang akan dia dapatkan apabila dirinya kembali bersama Jackie? Dan sepertinya
hal tersebut tidak akan mungkin terjadi.
Akan tetapi, Gerald melakukannya agar
ia tetap hidup. Lebih tepatnya lagi, seluruh keluarganya tetap hidup.
Menyangka mantan kekasihnya sekarang
telah menjadi orang hebat dan kaya raya, Tina yang sudah tak bisa berpikir
jernih pun berkata.
"Jackie bi-biarkan aku kembali
padamu... ak-aku akui s-selama ini.. aku telah berbuat kesalahan. Ma-maukah kau
menerimaku kembali..?"
Sialnya, mau dirayu sedemikian rupa
oleh bekas pacaranya tersebut, Jackie bergeming. Sampai-sampai Tina yang sudah
ketakutan setengah mati menjatuhkan diri di atas lututnya. Sebab, dia juga
ingin menyelamatkan nyawanya sendiri.
"Jackie aku mohon... biarkan aku
mengembalikan masa-masa indah kita dahulu..!" ujar Tina seraya menitikkan
air mata.
Percuma saja. Suasana dalam ruang
persembunyian itu malah semakin angker saja. Sebab, Jackie benar-benar membisu
seribu bahasa.
Bukan cuma keluarga Harianto.
Melainkan, Robin sendiri tegang setengah mati karena merasa ketakutan. Sebagai
seseorang yang juga pernah berada di Bawah Sembilan semasa Jackie menjadi
tahanan di sana, ia tahu benar perangai orang yang sangat dirinya segani
tersebut.
Itulah yang dilakukan Jackie waktu
akhirnya Mafia Anggrek Berdarah dan Bayangan Kalong menjalin aliansi. Jackie
hanya bilang: apabila mereka enggan berdamai, ia akan membantai mereka semua.
"Maaf Tina. Aku sudah tidak
membutuhkan dirimu lagi. Perempuan murahan seperti kamu memang layak untuk
menjadi pendamping lelaki yang mengalami disfungsi ereksi seperti Gerald. Toh
kamu tidak butuh berhubungan badan, hanya butuh duit dia saja.”
Harga diri Tina yang sudah menitikkan
air mata tanpa henti serasa jatuh dari ujung tebing yang sangat tinggi dan
hancur berantakan.
Kata-kata Jackie yang begitu sinis
juga menusuk hati Gerald. Tetapi, si Tuan Muda Harianto sudah tidak dapat
berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menerima, asal nyawanya tidak disambar oleh
Jackie.
"Ja-jackie Sang Dewa... harus
aku akui. Aku adalah sampah yang tak berguna. Hanya seonggok kotoran yar yang
tak ada artinya di hadapanmu...!" tangis Gerald merendahkan diri. Dia
terus bertutur.
"Ampunilah aku, Dewa..., aku
berjanji..., aku akan memberikan padamu apa saja yang kau inginkan dariku.
Asal, kanu mengampuni aku...!"
"Tahukah kamu, setelah kau mati
nanti, aku akan mengambil alih semua yang kamu miliki, Gerald?"
Terang saja Gerald terperangah dengan
kata-kata yang diucapkan oleh Jackie. Dia tidak mengerti, apa maskud dari
perkataan Jackie tersebut.
Belum sempat Gerald berhasil
memecahkan teka-teki dari perkataan orang yang pernah ia injak-injak, Jackie
menempelkan kedua tangannya di atas kepala Gerald.
Teknik Sentuhan Dewa Maut Pencabut
Nyawa: Telapak Penguasa Iblis.
Tepl
Usai disentuh oleh Jackie, tahu-tahu
saja tubuh Gerald lunglai di atas kursi rodanya. Sebab, Jackie telah mematikan seluruh
fungsi otaknya.
"Gerald...?! Geraaaald..!"
pekik Dave. Shela menyusul berusara.
"Anakku... anakkuuuu?!
Kamu.."
Rasa-rasanya, Dave dan Shela nyaris
kehilangan kesadaran. Mereka menyadari. Dalam sekali sentuh saja, Gerald sudah
tewas.
Sedangkan Tina yang sedang berlutut
hanya bisa melongo. Dia mengenakan rok pendek dan terlihat. Pahanya sudah
menjadi basah karena air seni yang menetes tidak terkendali. Sebab, ia
ketakutan dan terkejut melihat nyawa Gerald hilang dalam sekali sentuh saja!
"Keparat! Kau bukan manusia,
Jackie... dewa...? Dewa macam apa yang ganas seperti dirimu? Katanya kamu
adalah seorang dokter. Nyatanya, kau hanyalah seorang monster buas berdarah
dingin!"
Clark sangat berang melihat bagaimana
kemenakan kesayangannya tewas di tangan Jackie. Rupanya, sejak mengetahui bahwa
kediaman kakaknya diserbu oleh Mafia Anggrek berdarah. Dia sudah bersiap-siap.
Gusar dengan perbuatan Jackie
terhadap Gerald, tangan Clark bergerak ke bagian belakang pinggangnya. Dengan
cepat, ia meraih sebilah pisau yang sejak tadi terselip di sana
"Mati kamu, dokter palsu,
hyeaaah...!"
Kehilangan akal sehat, Clark yang
sudah tidak memiliki kemampuan untuk melawan Jackie malah maju, bersiap untuk
menikamkan pisaunya pada lawan.
Sedangkan Jackie tenang-tenang saja.
Dia hanya menoleh tipis ke arah Clark. Begitu musuh mengayunkan pisaunya,
Jackie menangkap pergelangan Si Paman Ketiga dan memutar balik tangan Clark
yang memgang senjata tajam itu.
Cleb!
"Gkkkhhh!"
Seketika itu tatapan Dave menjadi
kosong layaknya tak memiliki harapan. Mau bagaimana lagi. Clark melakukan
kekonyolan yang tak kepalang. Tidak mampu lagi mengerahkan ilmu spiritual, dia
malah dengan ceroboh ingin melawan Jackie, hanya bermodalkan sebilah pisau
pula.
Sekarang, Dave mesti menyaksikan.
Leher Clark malah tertusuk oleh pisaunnya sendiri, karena serangan dia
dibelokkan oleh Jackie.
Bluk!
Bagai pohon tumbang, tubuh Clark pun
roboh dan tergeletak di lantai sembari memegang pisau yang menembus leher.
"Gerald telah melecehkan
adikku... tetapi kalian bersekongkol dan mengirimku ke Penjara Bawah Sembilan.
Sehingga, hampir merusak kehidupan dan masa depanku. Lalu kalian tidak pernah
berhenti.. ingin menjatuhkanku, menyiksa keluargaku," Jackie berkata-kata.
Setelah Jackie dipenjara dan apa yang
terjadi usai dia keluar dari Bawah Sembilan, barulah Dave juga Shela menyadari.
Apa yang dikatakan Jackie benar adanya. Mereka telah mengganggu kentenraman
orang yang sebetulnya tak memiliki salah apapun.
Kini, Dave dan Shela hanya bisa silih
bertatapan dengan penuh penyesalan. Mereka berpikir: apakah memang benar,
mereka layak mendapat ganjaran seperti sekarang? Seandaikan mereka tidak terus
berusaha menjatuhkan. Jackie, mungkin ini semua tak akan terjadi.
"Awalnya, aku ingin membuat
kalian tersiksa dan putus harapan terlebih dahulu. Namun ternyata..., kalian
sudah bertindak melewati batas. Kalian hampir membunuh kedua orang tuaku. Aku
rasa, cukup sampai di situ. Kalian harus dihentikan," lanjut Jackie.
Namun rupanya, Dave yang angkuh
karena pengaruh dia dan keluarganya selama ini, masih gengsi untuk mengakui
kekalahan.
"Mungkin kami semua akan habis.
Tetapi, sekali lagi aku ingatkan kamu. Xander dan Master Diagano tidak akan
bisa memaafkan tindakanmu, Jackie. Mereka juga akan membalaskan dendam kami.
Kau tidak akan selamat!" ujar Dave dengan nada bicara yang semakin
meninggi.
"Terus saja, Pak Harianto...,
lanjutkan. Kau pikir aku takut dengan gertakan yang sama sekali tak berasalan
seperti itu? Biar saja Xander dan Dian mendatangiku. Nanti aku entaskan mereka
berdua juga sekalian," kalem Jackie menanggapi Dave, seraya berjalan
mendekat pada musuhnya
No comments: