BAB 95
Tap!
Sekonyong-konyong menggunakan
kecepatan yang sulit ditangkap mata orang-orang, Jackie menyentuh dada Dave.
Setelahnya, tahu-tahu saja badan Dave tumbang ke arah depan.
"Daaave..!" jerit Shela
histeris.
Teknik Totok Seni Bela Diri Langit
Sembilan: Seribu Jemari Peremuk Jiwa.
Dave Harianto, tewas. Jackie
melakukan sebuah teknik totok tepat pada titik jantung Dave, yang langsung
memberhentikan denyut nadinya. Shela merangkak di atas lantai, mendekat pada
jasad suaminya sembari menangis meraung-raung.
"Tidaaaak..., Daaave...!" Shela
menangis dan menatap ke arah Jackie. "Bunuh aku sekarang juga, cepat!
Tidak ada gunanya lagi aku hidup tanpa orang-orang terkasihku!"
"Sudah ku bilang. Aku ingin Ibu
menyaksikan kejatuhan keluarga Ibu. Bukankah tadi di rumahku juga Ibu ingin
seperti itu? Membuatku melihat kedua orang tuaku untuk terbunuh?" balas
Jackie seraya menjauh dari tempat Shela berada.
Seperti yang dirinya ungkapkan,
Jackie ingin membuat Keluarga Harianto putus harapan terlebih dahulu. Dia ingin
menjatuhkan mereka perlahan-lahan. Namun, dia sama sekali tak berniat untuk
mengentaskan mereka seperti sekarang.
la sama sekali tak menyangka. Semakin
Keluarga Harianto ditekan, mereka malah semakin menggila. Hingga, Hendra dan
Anita nyaris kehilangan nyawa mereka akibat ulah Shela.
Dalam perjalanan menuju kediaman
keluarga Harianto, Robin memaparkan bagaimana menurut dia, Shela adalah wanita
yang sangat ambisius.
"Dia sudah bilang padaku, Yang
Mulia. Salah satu maksud dia menjalin kerja sama denganku adalah agar dia bisa
menjatuhkan keluarga-keluarga besar di Makara satu derni satu. Kalau perlu, ia
akan menghabisi mereka semua. Termasuk, Keluarga Halim."
Itulah yang disampaikan Robin pada
Jackie. Saat itulah Jackie menyadari. Kelaurga Harianto tidak dapat dibiarkan
menajdi liar. Terutama, karena Shela seolah merasa mendapat sokongan dari
Robin. Sedangkan Robin sendiri sama sekali tidak memiliki niat demikian.
"Aku bilang padanya. Silahkan
saja Shela menjalankan rencananya tersebut. Aku tidak mau turut campur. Yang
penting, aku diuntungkan. Kemudian, dia meminta Charlie untuk menjadi kaki
tangannya. Kata dia, agar ia memiliki orang yang bisa menghabisi
keluarga-keluarga tersebut."
Ya. Shela dalam hal ini juga seluruh
Keluarga Harianto harus segera dihentikan. Karena rupanya melalui kerja sama
dengan Robin, Shela sudah ingin menjadikan keluarganya yang paling berkuasa di
Makara.
Terang saja, Jackie tidak dapat
membiarkan rencana busuk Shela dan Keluarga Harianto berjalan. Terutama, karena
Shela juga menyebut nama Keluarga Halim.
Lantas, Jackie meminta pendapat
Robin. "Menurutmu, apa yang mesti aku lakukan sekarang?"
"Bu Shela juga sudah mengadu
domba aku dengan karnu, Yang Mulia. Jika memang benar beliau memiliki rencana
busuk seperti itu, dia dan Keluarga Harianto harus segera dihentikan."
Kedua orang tuanya disiksa. Kemudian
dari Robin, Jackie mengetahui Shela juga akan menjatuhkan keluarga-keluarga
kelas atas lain di Makara. Diantaranya, Keluarga Halim.
Pemaparan Robin itu meneguhkan hati
Jackie. Memang benar. Jika Keluarga Harianto dibiarkan, mereka akan semakin
semena-mena. Sehingga sekarang adalah saatnya bagi Sang Dewa Muda untuk
mengakhiri semuanya.
"Cepat bunuh aku... tidak ada
gunanya lagi aku hidup..!" rintih Shela di atas raga suaminya yang sudah
tidak bernyawa.
Jackie sama sekali tidak bersuara.
Dia hanya mengangguk pada Robin. Kepala Mafia Anggrek Berdarah itu membalas
dengan mengangguk tipis, sedangkan Jackie melangkah menuju pintu dari ruangan
tersebut.
Nama Robin telah dijual oleh Shela di
hadapan Jackie, Robin merasa beruntung. Yang mulia-nya tidak berang karena
Shela menyebut dia telah mendukung tindakan istri mendiang Dave Harianto itu.
Mendapati Shela nyaris membunuh
Hendra dan Anita, tentu saja hatinya juga menjadi tidak tenang. Untung saja.
Jika ambisi Shela itu dijalankan, jangan-jangan Robin juga akan terkena
getahnya.
Beberapa langkah saja, Robin telah
tiba di hadapan Shela. la menjongkok, seraya memegang tengkuk Shela.
"Maaf, Bu Shela. Aku sudah
bilang. PT Sejahtera tidak mau tahu apa yang akan engkau perbuat selama
menguntungkan kami. Tapi rupanya, belum apa-apa kamu telah melakukan kesalahan
besar."
Pada saat Robin bersuara dari
belakangnya, Shela hanya membisu. Dia tersenyum tipis, memandangi tubuh
suaminya yang telah terbujur kaku.
"Kamu hampir saja membuat
hidupku diselesaikan oleh Yang Mulia. Kurang ajar memang kamu itu. Sekarang,
perjanjian di antara kita selesai sudah."
Krrrek!
Menggunakan sebuah teknik tertentu,
dalam sekali remas saja, Robin telah mematahkan kepala Shela. Tubuh wanita itu
kontan terkulai di atas jenazah Dave. Robin bangkit berdiri.
"Robin," sebut Jackie pada
bawahannya.
"Ya, Yang Mulia."
Di depan ambang pintu, Jackie melihat
Tina yang sedang bertelut mematung seperti orang yang sedang melamun. Tatapan
matanya kosong.
Dia tidak berani menoleh kearah
jenazah-jenazah anggota Keluarga Harianto. Sementara, mayat Gerald yang berada
di atas kursi roda terdapat tepat di sebelahnya.
"Bawa wanita itu. Mau kau
jadikan dia apa, terserah. Dia suka akan uang. Asal disuapi uang, dia pasti
mau," ujar Jackie.
Yang memberi instruksi pada dia
adalah orang yang ia sebut sebagai pimpinan tertingginya. Robin tak bisa
membantah. Dia menarik napas sebal. Bukan kesal karena perintah Jackie. Akan
tetapi, dia tidak suka melihat Tina.
"Baik, Yang Mulia," jawab
Robin segera.
Begitu Jackie berkata demikian, Tina
langsung memandang ke arah Jackie dengan tatapan yang berkesan campur aduk.
Takut, sedikit lega, juga pasrah.
Dipandang oleh mantan kekasihnya,
Jackie langsung berpaling. Ekspresinya kelihatan seperti merasa jijik, lalu dia
beranjak dari tempat mereka semua berada.
Beberapa saat kemudian, di kawasan
perbukitan dekat kediaman mewah Keluarga Harianto. Jackie dan Robin berdiri
memandangi rumah besar tersebut dijilat habis oleh api.
"Ya, ya. Aku tahu seperti apa
Keluarga Wirawan. Mereka sok jago sekali di Distrik Empat, bukan?" ucap
Jackie pada Robin yang sedang menikmati rokok elektrik di sebelahnya. Sejak
tadi keduanya berbincang-bincang.
"Betul, Yang Mulia. Aku memang
dijanjikan mendapat keuntungan juga dari usaha mereka di Distrik Empat. Akan
tetapi, Shela sudah tiada. Berarti, jalinan kerja samaku dengan Keluarga
Wirawan juga berakhir," terang Robin.
"Menurut hematmu, apa yang harus
kita lakukan? Ibuku bilang, sudah lama mereka merasa sok berkuasa di sana.
Sejak Shela menjadi istri dari Dave.”
"Aku juga mengetahuinya. Kolusi,
nepotisme... kasihan pengusaha-penguasaha di sana. Mereka tidak seperti kita.
Sehingga, mereka merasa tercekik juga oleh tingkah para Wirawan. Aku pun sudah
bertemu adik Shela. Kurang ajar sekali tingkah polahnya."
"Jadi, akan kau apakan
mereka?" ulang Jackie bertanya.
Kocak. Jackie dan Robin silih
bertatapan dengan ekspresi jenaka. Si kepala mafia hanya bisa menurut pada Yang
Mulia-nya, sementara Jackie tahu benar. Robin sangat ahli melakukan
pekerjaan-pekerjaan kotor. Karena, dia seorang mafia.
"Jika Keluarga Wirawan
dibiarkan, mereka pasti bakal banyak tingkah. Jadi aku rasa...," Robin
terlihat berpikir sejenak. Kemudian, ia memandang Jackie dengan sebelah alis
terangkat. "Aku bisa cari gara-gara dengan mereka," ucapnya diakhiri
senyum miring yang sinis.
Keesokan harinya. Kabar mengenai
Keluarga Harianto yang telah dihabisi menyebar luas di Kota Kembang. Beberapa
hari kemudian, tersiar kabar juga bagaimana Keluarga Wirawan di Distrik Empat
juga dientaskan satu demi satu.
No comments: