Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2973
Sementara pada saat bersamaan, di
sisi lain medan perang, kedua belah pihak bertabrakan lagi dan mundur. Keduanya
berjarak ratusan meter dan terdiam beberapa saat.
Mata Leluhur Keenam Belas tertutup
oleh sehelai kain untuk melindungi dirinya dari Teknik Ilusi aneh, sehingga dia
tidak dapat melihat tubuhnya sendiri. Namun, tanpa melihat pun, dia tahu bahwa
di sekujur tubuhnya pasti terdapat banyak luka.
"Kenapa? Kamu nggak bisa
bertarung lagi? Kamu juga lemah!" kata Adriel dengan tenang.
Ekspresi wajah Leluhur Keenam Belas
langsung menjadi muram.
Ada beberapa kali dia merasa hampir
bisa mengalahkan Adriel, tetapi tidak disangka hanya hampir saja. Tidak masalah
jika perbedaan kekuatan tempurnya benar-benar jauh berbeda, tetapi masalahnya
hanya selisih sedikit saja!
Seolah-olah timbangan menjaga
keseimbangan yang berbahaya dan rapuh, cukup dengan sehelai bulu untuk merusak
keseimbangan tersebut. Namun, hanya selisih sedikit kekuatan bertarung. Hal ini
membuatnya makin marah.
"Kamu hanyalah orang licik yang
meraih kesuksesan!" seru Leluhur Keenam Belas.
Leluhur Keenam Belas sangat marah.
Dia menggertakkan gigi, mengepalkan tinju dengan perlahan, lalu berkata dengan
wajah muram, "Kalau kamu nggak bisa mengalahkanku, maka kamu sudah gagal!
Ketika dua leluhur lainnya datang, itu akan menjadi kematianmu!"
"Aku terus menunggu kedatangan
mereka," balas Adriel sambil menatap ke arah cakrawala.
Dia tentu bisa membunuh mereka.
Namun, dia juga khawatir jika tampil terlalu kuat, kedua kaisar akan ketakutan.
Akan jauh lebih merepotkan untuk membunuh orang saat itu.
Oleh karena itu, dia selalu bersikap
tidak kuat dan tidak lemah, sehingga membuat lawan merasa bahwa dia dapat
dikalahkan dengan mudah jika dua orang datang lagi.
Namun, apakah kedua kaisar itu begitu
lambat? Masih belum datang?
Dia menatap Leluhur Keenam Belas dan
bertanya, " Kita bertarung lagi?"
"Kamu terdengar agak cemas. Apa
kamu ingin menyelesaikan pertempuran dengan cepat agar bisa segera
keluar?" tanya Leluhur Keenam Belas balik.
Leluhur Keenam Belas seolah mendengar
sesuatu, dia tersenyum sinis, lalu tiba-tiba berteriak marah, " Aku nggak
akan membiarkanmu mendapatkan apa yang kamu inginkan!"
Setelah dia selesai bicara, dia
meraung dengan marah. Dia mengaktifkan Tubuh Cahayanya dan memegang Tombak
Pelangi Putih, lalu seluruh tubuhnya berubah menjadi seberkas cahaya putih.
Kemudian, dia melompat maju untuk menyerang.
Adriel mengayunkan pedangnya dan
momentum pedang terus-menerus berubah, tidak meninggalkan jejak. Dia menggambar
busur di udara dan menghindari tombak itu dengan tepat. Kemudian, cahaya pedang
menebas ke arah Leluhur Keenam Belas.
Saat ini, setelah Leluhur Keenam Belas
mengaktifkan Tubuh Cahaya, seluruh tubuhnya berubah menjadi cahaya putih. Bagi
orang luar, dia hampir tidak bisa dilacak, tetapi dia tertebas dengan tepat
oleh pedang.
Dalam sekejap, cahaya putih itu
hancur dan memperlihatkan sosok Leluhur Keenam Belas. Dia mundur berulang kali
dan luka pedang lainnya muncul di lengannya.
Sementara Adriel, pakaiannya di
bagian dada hanya robek sedikit. Hanya selisih sedikit, tombak itu hampir bisa
menembus jantungnya.
"Hampir! Hampir saja!"
teriak Tetua keenam belas.
Situasi seperti ini telah terjadi
berulang kali dalam pertempuran ini. Tiap kali hanya selisih sedikit lagi untuk
mengakhiri pertempuran. Namun, hanya tinggal sedikit lagi dan berhasil
ditangkis oleh cahaya pedang Adriel.
Penyiksaan semacam ini hampir membuat
Leluhur Keenam Belas gila!
"Bocah ini sungguh
beruntung..." ucap Dewina dengan kaget saat menyaksikan situasi
pertempuran.
"Untung nggak apa-apa. Membuatku
takut setengah mati. Selama masih hidup, maka dia punya kesempatan untuk
menerobos," ucap Sofia yang masih ketakutan setelah menyaksikan situasi
ini.
"Apa kamu benar-benar percaya
ucapannya? Jika bocah ini memang punya kemampuan, kenapa dia nggak menggunakan
seluruh kemampuannya? Apa dia nggak mau?"
Dewina menatap situasi pertempuran
dengan ekspresi muram, lalu menambahkan, "Dia bisa menerobos sejak awal
tapi nggak melakukannya, malah bersikeras bertarung dengan leluhur. Sekarang,
kita semua hampir dicelakai olehnya!"
Terdengar suara tamparan!
Davina mengangkat tangan dan menampar
wajah Dewina, lalu berkata dengan nada menghina, " Kamu pikir kamu siapa
hingga bisa berkomentar di sini? Apa kamu ingin hidup? Bagaimana kalau
mengirimmu untuk menjadi mainan orang tua itu?"
Bekas tamparan merah dan bengkak
muncul di wajah cantik Dewina. Dia menutupi wajahnya dengan ekspresi muram dan
tidak menjawab.
"Kak Dewina, jangan bicara
lagi," ucap Sofia.
Sofia tidak berdaya, dia menatap
Davia dan bertanya dengan ragu, "Kak Davina, apa ini kemampuan Adriel yang
sebenarnya? Meskipun dia sangat kuat, dia juga... "
Davina menggerutu dan menyela,
"Ini baru permulaan. Dia hanya sedang menunggu seseorang.
"Menunggu seseorang? Apa dia
menunggu seseorang untuk menyelamatkannya?" tanya Sofia tertegun.
Tepat pada saat ini, suara decitan
terdengar di udara.
No comments: