Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2904
"Aku berada di Gunung Ratuna dan
melewati ujian yang nggak manusiawi. Baru saat itulah aku mencapai anak tangga
ke-400 dan mendapatkan Tombak Perak Embun Beku ini!"
"Awalnya, aku berencana untuk
membunuh Saka dengan tombak ini, tetapi sekarang sepertinya dia sudah nggak
layak lagi untuk itu."
Reagan memegang tombak di tangannya,
kedua matanya berbinar dan berjalan perlahan menuju Adriel. Senyumnya penuh
semangat juang seraya berkata, "Musuh sepertimu baru layak bagiku untuk
bertarung dan mengerahkan kemampuanku yang sebenarnya!"
Setiap langkah yang diambilnya,
semangat bertarungnya juga meningkat. Saat sosok Reagan berada kurang dari tiga
meter dari sosok Adriel, semangat bertarungnya telah melonjak seperti air
pasang!
"Yang Mulia sungguh
mengagumkan!"
"Kamu layak menjadi putra
mahkota masa depan Negeri Elang!"
"Yang Mulia adalah orang yang
sangat kuat, hanya Yang Mulia yang layak menjadi penguasa Negara Elang!"
Sikapnya yang agung mengesankan,
sehingga membuat semua orang bersorak kegirangan.
Ketika Sofia melihat hal ini, dia
langsung menjadi gugup.
Reagan memiliki senjata milik Tabib
Agung, master ilahi tingkat tujuh dan tekad bertarung seorang seorang ahli.
Sosok Reagan sungguh luar biasa.
Bisakah Adriel menghentikannya?
Pada saat ini, Adriel hanya berjalan
ke arah Reagan, menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Kamu memang sudah
bekerja keras, tapi itu masih belum cukup..."
"Lancang!"
Reagan melihat hal ini dan langsung
berteriak dengan marah.
Pria itu menganggap dirinya sebagai
master ilahi tingkat tujuh. Dia menjadi sangat marah karena Adriel berani
mengabaikannya dan membuatnya naik pitam.
Di bawah tatapan terkejut banyak
orang, Reagan tiba -tiba menghunuskan tombaknya ke depan.
Senjata itu melesat bagaikan seekor
naga dan melaju di sepanjang jalan. Embusan udara dingin menyapu bagaikan
gelombang pasang yang mengamuk dan menutupi segalanya! Di mana pun udara dingin
menyebar, semua orang terkesiap dan merasakan darahnya hampir membeku, lalu
mundur dengan cepat.
Wajah Sofia berubah drastis, dia
merasa seolah-olah darah di tubuhnya akan membeku.
Tidak perlu tepat sasaran, cukup
udara dingin saja bisa langsung membunuh musuh!
Untungnya, saat ini, Davina
mengangkat tangannya dan menahan Sofia untuk membantu menghilangkan hawa
dingin.
"Jangan khawatirkan aku, cepat
bantu dia!" sahut Sofia seraya menatap Davina dengan gugup.
Davina melirik ke arah embun beku
yang bertebaran di langit, lalu melengkungkan bibirnya sambil berkata,
"Ini cuma masalah sepele, untuk apa membantunya."
Sofia tercengang.
Pada saat berikutnya.
Terlihat tangan putih yang terjulur
dari balik embun beku. Tangan itu memegang ujung tombak, lalu menyeruak dari
kabut dingin.
Tidak ada sedikit pun jejak embun
beku di tubuhnya, lapisan cahaya keemasan yang menyala-nyala menyelimuti di
sekelilingnya. Setiap embun beku yang mendekatinya mengeluarkan suara mendesis
dan berubah menjadi asap putih.
Reagan yang awalnya tampak agresif,
menatap Adriel dengan ekspresi datar.
Adriel tidak menatapnya. Dia hanya
menggenggam Tombak Perak Embun Beku dan menariknya keluar dari tangan Reagan
yang kebingungan. Dia mengamatinya dengan saksama sambil memuji, " Tombak
yang bagus."
Tidak lama kemudian, dia melemparkan
tombak di tangannya ke Davina seraya berkata, "Ambil dan pakai dulu."
Davina tidak terkejut sama sekali.
Dia mengambil tombak itu seraya menatapnya dengan penuh semangat. Dia tersenyum
puas seraya berseru, " Tombak yang bagus!"
Lalu, dia kembali berkata,
"Sofia belum punya."
Adriel menatap Reagan dan segera
bertanya, "Masih ada lagi?"
Reagan menatapnya dengan tatapan
kosong, lalu menatap ke langit. Dia tiba-tiba menampar dirinya sendiri, lalu
menjawab sambil tersenyum getir, "Ini bukan mimpi... "
Suasana menjadi hening.
Semua orang menatap Adriel dengan
ekspresi bingung di wajah mereka.
Sofia juga menatapnya dengan kaget.
Dia tahu Adriel memang kuat, tetapi
tidak menyangka pria itu akan ... begitu kuat!
"Yang Mulia!" Semua orang
menatap Reagan dengan cemas.
Reagan terdiam membisu.
Tantangannya yang penuh dengan
semangat bertarung, tampak seperti serangan agresif seorang anak kecil di mata
lawan.
Hatinya langsung hancur.
"Siapa kamu?" tanya Reagan
seraya menatap Adriel.
"Kamu baru saja mengenaliku,
tapi nggak berani mengenaliku juga. Masih saja tanya siapa aku?"
Adriel tersenyum.
No comments: