Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2910
Baru saja suara itu jatuh, rekan di
sampingnya langsung menebas kepalanya dengan satu tebasan! Dia memegang kepala
temannya itu, mata berkaca -kaca sambil berkata, "Kak Wiran, maaf... demi
hidupku, aku pinjam kepalamu dulu!"
Semua orang di udara mendadak
terdiam.
Tiba-tiba, seseorang meraung,
"Bunuh!"
Dalam sekejap, langit dipenuhi suara
pertempuran, situasi jadi kacau balau!
Melihat adegan berdarah itu di udara,
Sofia terpaku di tempat. Dia menatap sosok Adriel di depannya. Melihat pria itu
berdiri dengan tangan di belakang, ekspresinya datar, seolah menekan seluruh
penghalang pertama hanya dengan satu tangan, dan semuanya itu, bagi dia, hanya
pemanasan.
"Sekarang kamu percaya, 'kan?
Tadi itu, dia bahkan belum pakai sepuluh persen kekuatannya."
Davina memeluk Sofia dan tersenyum
santai.
Sofia susah payah menelan ludah, lalu
mengangguk perlahan, memandangi pertumpahan darah di udara, kemudian melihat
Adriel yang tetap berdiri tenang. Sosok pria itu tiba-tiba terasa sangat
misterius.
Tiba-tiba, Adriel menatapnya. Saat
tatapan mereka bertemu, Sofia buru-buru mengalihkan pandangan. Adriel hanya
berkata lembut, "Sekarang kamu percaya padaku?"
Sofia menarik napas dalam dalam,
mengepalkan tinju, lalu mengangguk semangat.
Dengan kekuatan seperti ini, dia
memang pantas melawan keluarga kerajaan!
"Bawa keluargamu ke sini, mulai
sekarang, tempat ini jadi milikmu," ujar Adriel sambil tersenyum.
"Baik!" balas Sofia dan
mengangguk kuat.
Tiba-tiba dia ragu dan berkata,
"Kalau nanti keluarga lain datang untuk membunuhmu..."
Adriel terdiam sejenak, lalu perlahan
berkata, "Aku nggak suka membunuh, tapi kalau ada pedang mengarah ke
leherku, apa aku harus diam saja?"
Sofia menatapnya dengan tatapan
rumit. "Kak Adriel, eh, maksudku Kak Saka, kau datang ke alam rahasia
kekaisaran ini sebenarnya untuk apa?"
"Panggil saja aku Adriel. Soal
tujuanku ke sini..."
Adriel tersenyum, lalu tiba-tiba
menatap ke langit, ekspresinya berubah dingin saat menjawab, "Aku ke sini
untuk membantai semua leluhur keluarga kerajaan, dan merebut kembali tempat
ini!"
Merebut kembali?
Kenapa dia pakai kata
"kembali"?
Sofia masih bingung.
Saat itulah suara pembantaian di
udara akhirnya berhenti.
"Pertarungan... sudah selesai...
"
Satu sosok jatuh tertatih dari udara.
Tubuhnya penuh luka, tebasan, hantaman, tusukan, bahkan tubuhnya berlubang di beberapa
tempat, satu lengan putus, satu mata dicungkil, dan bahunya hancur, wajahnya
tak lagi bisa dikenali.
Dulu dia adalah master ilahi tingkat
enam. Kini dia jatuh berlutut di depan Adriel, wajahnya penuh duka.
"Pak... akulah pemenangnya."
Tatapannya penuh nestapa, karena
semua yang dia bunuh adalah sahabat-sahabatnya sendiri. Demi bertahan hidup,
dia harus sujud di kaki Adriel.
Adriel menatap pria itu dengan
dingin. "Sekarang tahu rasanya?" tanyanya.
"Aku... sudah tahu!"
Sosok penuh luka itu menunjukkan
kesedihan mendalam, mata satu-satunya menangis darah." Mulai sekarang, aku
akan bertobat," ujarnya.
Raut Adriel sedikit melunak.
"Tahu salah dan mau berubah, itu bagus."
"Ya..."
Sang pemenang memaksakan senyum.
Namun detik berikutnya, Adriel mengangkat tangan dan menusukkan pedang setengah
jadi ke dadanya!
"Kamu ... bukannya kamu
bilang..."
Dia menatap Adriel dengan tatapan
kosong.
"Aku memang bilang, tapi aku
berubah pikiran. Nggak boleh?" tanya Adriel sambil memiringkan kepala.
Kamu mempermainkanku?
Dulu rakyat kecil hanya mainan di
tangannya. Kini, di mata Adriel, dia pun cuma mainan.
"Aku kira... kanu akan beri aku
kesempatan. Aku benar-benar ingin berubah "bisiknya, matanya mulai
kehilangan cahaya.
"Itu urusanmu, bukan
urusanku."
Adriel menatapnya dan berkata,
"Siapa pun dari alam rahasia ini, takkan kuampuni satu pun!"
Mata pria itu penuh penyesalan dan
amarah. Brak! Mayatnya tergeletak di tanah.
Sofia menatap Adriel dengan syok.
"Aku kira kamu benar-benar akan ... "
Namun, Davina hanya menatap datar,
tanpa secuil pun rasa iba.
Adriel menyarungkan pedangnya.
"Kau pikir aku plin-plan? Kalau mau rebut tempat ini dari tangan
kekaisaran, kamu harus lebih kejam dari mereka!"
Dia menggenggam pedang setengah jadi
yang masih meneteskan darah, lalu menatap ke arah penghalang kedua. Matanya
tajam membeku dan melanjutkan, "Kekaisaran kejam? Kita lihat, siapa yang
lebih kejam dari siapa."
No comments: