Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2912
Mata Leluhur Ketujuh Belas berkilat
ketika ia melanjutkan, "Kerajaan lama itu sebenarnya stabil. Kalau bukan
karena munculnya penyimpangan di akhir masa kekuasaan dan sikap mereka yang
terlalu kaku, dengan teknik pemerintahan seperti itu, mungkin dunia ini masih
di tangan mereka."
"Kita harus belajar dari
kelebihan orang lain!" serunya dengan nada tajam.
"Siap!" sambut Rex
cepat-cepat.
"Pergilah." Leluhur Ketujuh
Belas melambaikan tangan.
Rex segera berlutut dan mundur sambil
merangkak dengan hormat.
Menatap punggung Rex yang menjauh,
Leluhur Ketujuh Belas tersenyum samar dan bergumam pelan, "Upacara sujud,
hukuman pengulitan semua itu seharusnya dipulihkan. Itulah simbol zaman
kejayaan sejati. Sekarang? Hukum paling berat saja cuma ditembak mati. Terlalu
lembek!"
Tatapannya berubah dingin saat dia
berkata tegas, Kita sudah cukup menahan diri demi membangun kembali kejayaan
keluarga kerajaan di alam rahasia ini. Tapi masih ada yang berani memberontak?
Siapa pun día, kalau mengacaukan tatanan ini, mati adalah satu-satunya jalan!"
Sementara itu.
Di kamar Reagan, Adriel tengah
berdiri, menatap lukisan dirinya yang tergantung di dinding. Dia menggeleng
sambil tersenyum kecil.
Tanpa buang waktu, dia mulai
memeriksa isi tas penyimpanan yang kini penuh sesak dengan ramuan dari gudang obat
yang baru saja dia ambil.
"Obat sebanyak ini... cukup
untuk naik ke master ilahi tingkat tujuh," gumamnya puas.
Tanpa ragu, dia pun segera duduk
bersila, bersiap untuk mulai bermeditasi dan menyerap kekuatan.
Waktunya hanya tujuh hari, kini hanya
tersisa enam. Sementara yang harus dilakukan, masih banyak. Dia harus
memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Namun, baru saja dia memejamkan mata,
tiba-tiba muncul suara pelan di luar pintu. "Eh, Pak Adriel," ucap
Pak Marwa yang muncul dengan langkah pincang. Dia tampak cemas dan melanjutkan,
" Orang-orang dari keluarga Janita datang... katanya ingin bertemu
Anda."
"Secepat ini?" gumam Adriel
kaget.
Dia kira Sofia akan butuh waktu untuk
membujuk keluarganya. Tak disangka, keluarga Janita justru bertindak cepat.
Toh, keluarga itu punya hubungan
dengan penjaga inti Formasi Tabib Agung.
"Kenapa kekuatan penjaga itu
tiba-tiba melemah? Apa sebenarnya yang terjadi di alam rahasia ini waktu itu?
Sampai-sampai keluarga kerajaan jadi berani menjadikan tempat ini milik
pribadi?"
Memikirkan hal ini, Adriel segera
berdiri dan melangkah keluar.
Pada saat yang sama.
Pada saat yang sama.
Di aula besar.
Sofia tampil anggun mengenakan gaun
panjang yang memancarkan keanggunan dan pesonanya sekaligus. Di sampingnya,
duduk seorang pria paruh baya dengan wajah tenang, sedang menyeruput teh,
tetapi pikirannya tampak melayang entah ke mana.
"Kak Adriel!" seru Sofia
begitu melihat Adriel masuk.
Adriel membalas senyumannya dan
mengangguk ringan. Pandangannya lalu beralih ke pria yang duduk di sampingnya.
"Ini... " tanyanya sopan.
"Ini ayahku, Suban Janita,"
sahut Sofia cepat.
Lalu, dia memperkenalkan, "Ayah,
inilah Adriel."
"Salam hormat, Paman."
Adriel tersenyum ramah dan
menganggukkan kepala pada pria itu.
Namun, Suban tidak berdiri. Dia hanya
menatap Adriel sejenak, lalu menghela napas tipis dan bergumam, "Master
ilahi tingkat lima?"
Adriel tertegun sejenak, lalu
tersenyum dan menjawab, "Paman punya mata yang tajam."
Dia sadar dirinya sama sekali tidak bisa
menebak tingkat kekuatan pria ini.
Suban menoleh pada putrinya dan
menggeleng pelan. "Sofia, ini orang hebat yang kamu bilang itu? Seorang
Master ilahi tingkat lima... di alam rahasia ini, belum bisa disebut
kuat." ujarnya.
Nada dinginnya membuat Sofia panik.
Dia buru-buru menjelaskan, "Ayah, Kak Adriel bukan sembarang master ilahi
tingkat lima! Dia sendirian bisa menghancurkan seluruh Lembah Sepuluh Ribu
Obat..."
Orang lain mungkin akan langsung
terkejut dan berubah sikap jika mendengar itu. Namun, Suban hanya terdiam
sejenak, lalu tersenyum tipis dan menatap Adriel. "Lumayan," gumannya
datar.
"Masih mirip-mirip gaya kakek
buyut keluarga Janita di masa lalu."
No comments: