Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2914
"Ayah! Kamu gila?" teriak
Sofia tak percaya.
Adriel menatapnya tajam, suaranya
dingin, "Apa maksudmu barusan?"
"Kekuatan keluarga Janita jauh
lebih dalam dari yang kamu kira!" sahut Suban tenang.
"Sekarang saatnya kamu tahu
juga, Sofia," lanjutnya datar.
Begitu bicara, dia melangkah maju dan
membentak, "Muncul!"
Boom!
Di tengah tatapan terkejut Sofia,
titik-titik cahaya mulai berkumpul di dalam aula.
Tak lama, di telapak tangan Suban,
terbentuk sebuah teratai biru kecil, halus dan berputar pelan, memancarkan aura
kehancuran.
"Itu... Formasi Teratai Pemurni
Dunia?"
Sofia memandangnya dengan wajah pucat,
lalu menatap ayahnya dengan bingung.
Adriel pun menaikkan alis. Tatapannya
dingin menatap Suban.
Ternyata Tabib Agung pernah memberi
keluarga Janita banyak bantuan ...
Suban menatap Adriel dengan tenang
sambil menggenggam teratai itu. "Adriel, keluarga kami bukan lemah, kami
hanya menyembunyikan kekuatan. Dan ini, hanyalah puncak gunung es dari apa yang
kami miliki."
"Perintah pembantaian ini bukan
masalah bagi kami. Dan kamu... juga bukan ancaman," ucapnya dingin.
Sofia masih syok. "Ternyata keluarga
kita sekuat ini? Tapi kenapa selama ini ditindas kerajaan ... " tanyanya.
"Kamu nggak paham, jangan banyak
tanya," potong Suban tanpa emosi.
Dia menatap Adriel dan berkata datar,
"Adriel, kami boleh pergi sekarang?"
Adriel membalas pandangannya dan
membalas, " Kalau keluarga Janita nggak mau bantu, nggak masalah. Aku
hanya ingin tanya satu hal."
"Jika yang berdiri di sini
adalah penerus Tabib Agung, apa kalian akan mendukungnya?"
"Memilih kubu?"
Suban terkekeh pelan.
Sambil tertawa dan menggeleng, dia
berkata, " Adriel ... aku juga pernah sepolos itu. Dulu aku juga berharap
penerus Tabib Agung datang, lalu kami ikut dia menguasai alam rahasia
ini."
"Tapi belakangan aku sadar,
dalam perang, kemenangan bukan milik yang paling kuat, tapi milik yang paling
banyak menyimpan kekuatan. Mereka yang bisa menikmati hasil akhir."
Mendengar itu, hati Adriel mencelos.
Pandangannya pada Suban jadi
sepenuhnya dingin.
Awalnya, walau dia marah atas sikap Suban,
dia tidak terlalu mempermasalahkannya. Toh, kegagalan sang guru mengatur alan
rahasia memang membuat keluarga kerajaan jadi liar dan keluarga Janita jadi
defensif. Itu bisa dimaklumi.
Namun, ucapan barusan? Sudah cukup
untuk menutup semua simpati.
"Awalnya, aku sempat berpikir
untuk menyerahkan Lembah Sepuluh Ribu Obat pada kalian. Tapi sekarang...
lupakan saja," ucap Adriel dingin.
Dia perlahan menutup mata.
"Silakan pergi."
Tadi dia masih bersedia bicara
baik-baik, hanya karena hubungan lama antara keluarga Janita dan Tabib Agung.
Namun, sekarang? Untuk apa dia
mengungkap identitas dan menyerahkan peluang pada mereka?
"Sayang sekali," pikirnya,
"Sofia sebenarnya anak baik, tapi masa depannya terhalang keluarganya
sendiri."
Suban hanya melirik Adriel sekilas
dan berkata dingin, "Bagaimanapun, kata-kataku tadi tetap berlaku. Asal
kamu nggak membuka mulut soal hubungan keluarga Janita dan Penjaga Pintu, kami
nggak akan ikut menyerangmu. Kalau nasibmu memang buruk, kami bisa bantu
mengubur jasadmu... bahkan siapkan papan arwahmu."
Begitu selesai, dia menggandeng Sofia
hendak pergi.
Namun, Sofia menepis tangannya dan
berteriak, " Aku nggak mau pergi! Semua dugaan tadi cuma asumsi ayah
sendiri! Kamu..."
Suban tidak bicara sepatah kata. Dia
hanya mengangkat tangan, langsung mengendalikan tubuh putrinya, lalu
membalikkan badan dan pergi.
No comments: