Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2915
Namun, saat itu juga, Adriel
tiba-tiba berdiri menghalangi mereka, suaranya tenang, "Keluarga Janita
tetaplah keluarga Janita, dan Sofia adalah Sofia. Mau pergi atau tinggal,
biarkan dia yang memilih."
Suban memelototinya, alisnya sedikit
berkerut. " Jadi semua yang kutunjukkan barusan tentang kekuatan keluarga
Janita, sia-sia ya?" balasnya.
Kekuatan?
Adriel menatapnya santai dan berkata,
"Nggak sia-sia, justru cukup membukakan mataku... bahwa kekuatan itu telah
membuat kalian begitu sombong.
"Sombong?" dengus Suban,
matanya menyipit." Nak, kalau kamu tahu kekuatan sebenarnya milik keluarga
Janita, kamu malah akan merasa kami terlalu rendah hati."
Nada suaranya makin malas menanggapi.
Di sisi lain, Sofia yang masih
terkunci dalam kendali spiritualnya mulai meronta hebat. Wajahnya panik,
tubuhnya gemetar.
Suban menghela napas, lalu berseru
dingin, "Kalau kamu tetap pilih dia, maka mulai hari ini, kamu bukan lagi
bagian dari keluarga Janita!"
Seketika, dia melepaskan pengaruhnya.
Sofia jatuh lemas ke tanah, wajahnya
masih penuh tekad, tetapi tidak lama kemudian, sorot matanya melemah. Dia
menatap ayahnya dengan wajah pucat dan berkata halus, "Ayah, kamu...
"
Suban berdiri tegak, kedua tangan di
belakang punggung. Dia berkata dengan suara keras, "Sofia, dengar
baik-baik. Kekuatan dan ambisi keluarga ini bukan hal yang bisa kamu pahami
sekarang. Tujuan kita jauh lebih besar daripada yang kamu bayangkan! 11
"Tak berlebihan jika kukatakan,
keluarga Janita punya peluang memimpin seluruh alam rahasia ini! Dan kamu
adalah putri dari dunia ini! Kalau mau naik ke tahta itu, kamu harus rela
membuang belas kasihan dan rasa setia yang tak berguna!"
"Dan jangan pernah berpikir
bahwa dengan kamu bersama Adriel, keluargamu akan membantunya Kekuatan keluarga
Janita hanya untuk dinikmati oleh keluarga Janita. Orang luar? Nggak usah
berharap!"
Ucapan terakhirnya penuh arogansi.
Dia menatap Sofia dan berkata tajam, "Sekarang, pilihlah. Jadi sang putri
alam rahasia, atau mati bersama pria ini. Pilih!"
Adriel tidak berkata apa pun. Dia
hanya menatap Sofia dengan tatapan tenang.
Sofia berdiri di sana, ragu. Matanya
berkabut, tubuhnya gemetar. Namun, akhirnya, setelah menggigit bibirnya
kuat-kuat, dia melangkah. Dan saat Suban menunjukkan sedikit kerutan di
keningnya, langkah Sofia justru berbalik ke arahnya.
Suban menghela napas lega, wajahnya
melunak." Begitu baru anakku."
Namun, wajah Sofia tampak pucat pasi.
Dia menatap Adriel dengan perasaan yang sulit ditahan dan berkata lirih,
"Kak Adriel, aku... aku nggak bermaksud menyakitimu. Aku memilih mereka,
hanya karena... mereka keluargaku."
Adriel menatapnya, lalu tersenyum tipis
dan membalas, "Kamu nggak mengecewakanku. Yang mengecewakan adalah
keluargamu. Pergilah."
Suban mendengus dingin, lalu
melangkah pergi.
Sofia menoleh sekali lagi, tatapannya
penuh penyesalan, lalu berjalan dengan langkah lesu mengikuti ayahnya.
Di sepanjang perjalanan, Suban masih
sempat berkata dengan suara datar, "Sofia, aku tahu kamu membenciku
sekarang. Tapi percayalah, aku melakukan semua ini demi kebaikanmu.
Persahabatan, kesetiaan, semangat saling berkorban, semua itu hanya emas di mata
rakyat jelata. Tapi bagi penguasa, itu rantai yang mengikat! Kalau kamu ingin
keluarga Janita melangkah lebih jauh, kamu harus lepas dari rantai itu!"
Sofia menunduk. Tak menjawab sepatah
kata pun.
Namun, saat itu juga, langkah mereka
tiba-tiba terhenti. Di depan mereka, berdiri seorang wanita dingin berwajah
tenang. Dia sudah berdiri di ambang pintu, entah sejak kapan.
"Kak Devina..."
Sofia memanggilnya pelan, gugup dan
bersalah." Maaf, aku..."
Namun, Devina langsung melangkah dan
memeluknya. Dia tersenyum lembut dan berkata, " Aku tahu... kamu nggak
bisa berbuat apa-apa. Lahir di keluarga seperti ini... siapa pun pasti tak
berdaya. Tapi sayang sekali, masa depanmu harus berakhir begini."
Mata Sofia memerah, tetapi dia tetap
diam.
Devina hanya bisa menghela napas.
Meski baru sebentar mengenalnya, dia sudah cukup menyukai gadis ini.
Lalu, pandangannya beralih ke Suban.
Senyumnya menghilang, digantikan oleh tatapan dingin. " Seekor burung
pipit melahirkan seekor burung phoenix. Tapi karena kalian nggak tahu cara
melihatnya, kalian malah mencabuti bulunya, mematahkan sayapnya, lalu
menyuruhnya hidup seperti ayam biasa."
"Jangan salahkan dia kelak kalau
dia nggak bisa terbang tinggi. Dan jangan berani datang membawanya buat mencari
Adriel."
Kalau phoenix berubah jadi burung,
masih bisa dimaklumi. Namun, jangan sampai dia berubah jadi ayam.
Ucapan itu hanya disimpan Devina
dalam hati. Dia tak sampai hati menambah luka di dada Sofia.
Suban menatapnya, wajahnya kini
sepenuhnya gelap.
No comments: