Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2919
Saat itu, Suban melirik mayat-mayat
di sekitarnya dengan pandangan meremehkan, lalu memandang Freya dengan ekspresi
puas. "Freya, kamu makin hebat saja, ya," pujinya.
"Itu semua berkat pelatihan dari
organisasi."
Freya menanggapi santai, seolah
pencapaian barusan bukan hal besar baginya. Lalu, dia menoleh sambil tersenyum
manis ke arah Sofia yang masih ternganga kaget, menggoda, "Sofia, jangan
pasang wajah begitu, nanti keriput. Sini, biar aku pijit sedikit."
Sambil bicara, jari-jarinya yang
lentik mencubit pipi Sofia, gayanya benar-benar seperti kakak perempuan galak
nan elegan.
"Kak Freya, jangan ganggu
aku!"
Sofia buru-buru melepaskan diri,
mengusap pipinya sambil menggerutu, tetapi matanya masih terpaku penuh rasa tak
percaya. "Selama ini... ke mana saja kamu? Kenapa bisa jadi sekuat
ini?"
Baru saja dia mengucap itu,
ekspresinya berubah seketika. Dia menatap Freya dengan serius. "
Jangan-jangan ... kamu masuk kelompok Penjaga Pintu?"
Kini, dia pun sadar keluarganya tidak
sesederhana kelihatannya. Hubungan keluarga Janita dengan kelompok Penjaga
Pintu jelas bukan sekadar kenalan biasa, melainkan sangat mendalam.
"Mau tahu, ya? Cium aku dulu,
baru aku kasih tahu, "jawab Freya dengan senyum jahil.
"Dasar perempuan mesum!"
Sofia langsung mundur jijik, wajahnya
gelap.
"Anak nakal!"
Freya mengangkat alis dan
menyingsingkan lengan baju, siap menghajarnya.
"Kak Freya, jangan
bercanda!"
Sofia cepat-cepat berkata. "Oh
iya, Kak... soal Adriel, kamu tahu semua, 'kan? Dia pernah menyelamatkanku. Bisa
nggak... kamu bantu bujuk Ayah, supaya dia bisa ikut kita sembunyi?"
Mendengar itu, wajah Suban langsung
menggelap. Dia membentak, "Semua yang kubilang tadi, masuk telinga kanan
keluar telinga kiri, ya?"
"Adriel?"
Freya menoleh, matanya berbinar. Dia
melirik ke arah paviliun, lalu menatap Sofia dengan senyum penuh makna.
"Sofia ... jangan-jangan kamu naksir dia, ya?" tanyanya.
"Hah?" Sofia langsung
panik. "Enggak! Bukan! Jangan asal ngomong! Aku bantu dia cuma karena
kupikir dia orang baik aja!"
"Oh, baguslah kalau bukan."
Freya tersenyum dan berkata lembut,
"Aku pulang kali ini, satu karena rindu keluarga. Dua ... karena ingin
mengajakmu pergi."
"Ajak... aku?"
Sofia menatapnya heran.
"Penjaga Pintu sedang membuka
rekrutmen. Kamu bisa bergabung. Senang nggak?"
Freya menatapnya dengan sayang.
Suban pun menimpali tenang,
"Sekarang kamu mengerti kalau ayah nggak mengada-ada, 'kan? Nanti, kamu
bisa sekuat Kak Freya. Masa depanmu cerah, keluarga sudah siapkan jalan terbaik
untukmu."
Namun, Sofia hanya diam, tak tampak
senang sama sekali. Dia ragu menatap Freya dan berkata pelan, "Tapi...
Adriel ... "
"Anak ini, kenapa keras kepala
sekali!" bentak Suban dengan geram.
Namun, saat itu, Freya mengangkat
tangan, menghentikan ayahnya. Dia menatap Sofia yang jelas-jelas cemas, lalu
tersenyum lembut dan berkata, "Sudahlah... kalau begitu, aku bantu dia
bunuh beberapa musuh. Cukup, 'kan?"
"Serius?" seru Sofia penuh
kegembiraan.
"Kapan aku pernah bohong ke
kamu?"
Freya mencolek hidungnya sambil tersenyum
manis. "Ayo, mumpung belum ramai, tolong petikkan sedikit obat buatku.
Nanti pas pertempuran bisa dipakai."
"Oke!"
Sofia langsung melesat ke ladang
ramuan dengan semangat.
Begitu dia pergi, senyum di wajah Freya
perlahan menghilang. Ekspresinya berubah dingin.
Suban mengerutkan dahi dan berkata
dengan suara rendah, "Freya, kenapa kamu janji macam-macam ke dia? Kamu
terlalu memanjakan dia. Kamu ... "
Plak!
Freya tiba-tiba mengayunkan tangannya
dan menampar wajah Suban keras-keras!
Suban memegangi pipinya, wajahnya
campur aduk antara kaget dan marah.
"Sudah berapa kali aku bilang,
jaga Sofia baik-baik! Jangan biarkan dia terjebak perasaan cinta!" Freya
menatapnya tajam dan melanjutkan, "Aku sudah siapkan masa depan yang luar
biasa untuknya. Dan ini yang kamu lakukan? Ini caramu mendidik Sofia?"
Saat itu juga, aura membunuh
menyelimuti tubuh Freya.
Tekanan luar biasa dan kekuatan
mendominasi menyapu sekitarnya. Wajah Suban langsung pucat. Amarah di
hatinya... menguap seketika.
No comments: