Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2951
Dari ruang bawah tanah mereka
menyerbu masuk ke Aula Agung Kerajaan, membunuh sang Kaisar, mengguncang langit
dan bumi. Dia gemetar penuh semangat, tanpa ragu langsung mengikuti Adriel
melangkah masuk!
Namun, tepat saat Adriel hendak
melangkah maju, ledakan dahsyat dari energi sejati mengguncang udara dari dalam
aula, disusul teriakan seorang tua yang dalam dan menggelegar, "Anak muda,
kamu hanya boleh sampai di sini! Satu langkah lagi, itu jurang maut tak
berujung!"
Adriel terkekeh ringan, lalu
melangkah melewati ambang pintu.
Aula yang dari luar tampak suram itu
ternyata terang benderang di dalam, penuh kemegahan dan kemilau emas.
Langit-langitnya bertatahkan logam langka dan batu permata aneh yang digali,
dari urat tambang, setiap butirnya bernilai tak terhingga. Bahkan ada Batu Jiwa
tertanam di sana.
Di sisi aula berjejer obat langka,
memancarkan energi spiritual pekat, menjadikan ruangan ini seperti istana para
dewa.
Semua yang hadir terpana dan
buru-buru menyusul masuk. Begitu melihat pemandangan itu, mereka pun ternganga,
tak henti-hentinya mengagumi. Rupanya, mereka pun tak tahu bahwa aula ini
semewah itu.
"Sengaja dibuat tampak kelam
dari luar, tapi di dalam menyala kemilau... Kalian nggak ingin orang luar tahu
wajah sejati istana langit kalian, ya?" ujar Adriel sambil berdiri dengan
tangan di belakang, menatap dingin ke arah dalam.
Seorang lelaki tua duduk di
singgasana naga di ujung aula, menatap Adriel dengan sorot mata tajam membunuh,
tanpa sepatah kata.
Namun, dari tubuhnya tampak energi
sejati yang mulai bergejolak, jelas baru saja bangun dari masa pengasingan.
"Itu dia! Adriel!" seru
seseorang dengan nada gemetar.
"Mengapa dia bisa lolos dari
penghalang kedua?" tanya Leluhur Kedelapan Belas penuh amarah.
Jeremy langsung merunduk, wajahnya
pucat pasi saat berkata, "Maaf ... itu ... karena aku ... "
Sudut bibir Leluhur Kedelapan Belas
menyeringai dingin dan membalas, "Ternyata semua muridku bodoh! Sudahlah,
kamu datang pun nggak masalah."
Sorot matanya tetap membawa
kesombongan dan kebuasan. Dia menatap lambang di tubuh Adriel, lalu berseru
dingin, "Teknik Penerobos Surgawi? Kamu Penjaga Pintu? Hmph! Penjaga Pintu
berani -beraninya membunuh anggota keluarga kerajaan! Katakan, siapa gurumu?
Dari sekte penjaga yang mana?"
"Guruku cukup kuat sampai
keluarga kerajaan mau berunding," jawab Adriel tenang.
"Mimpi apa kamu? Siapa pun di
belakangmu tetap saja rakyat rendahan! Setetes darah kerajaan lebih berharga
dari sepuluh ribu nyawa budak! Sekuat apa pun kamu, kami tetap akan
menghabisimu!" maki Leluhur Kedelapan Belas dengan angkuh.
"Itu sebabnya ... keluarga
kerajaan kehilangan hati rakyat," kata Davina dengan wajah kelam. Dia
benar -benar muak. Keangkuhan kerajaan telah membutakan mereka. Bahkan ingin
membunuh guru Adriel? Saat Guru Negara masih hidup, Kaisar saja harus tunduk
bak anjing, tidak berani berulah sedikit pun.
"Keluarga kerajaan ... memang
tahu caranya jadi kejam," ejek Adriel dengan sinis.
Inilah wajah asli mereka. Di luar,
mereka pura-pura terhormat. Namun, di sini, tanpa sungkan mereka berkata darah
kerajaan lebih berharga dari ribuan nyawa budak.
"Kejam? Itu karena kalian para
budak tak tahu berterima kasih! Tak mau ditundukkan! Satu-satunya cara
menaklukkan kalian... adalah lewat kekuatan!" balas Leluhur Kedelapan
Belas.
Dia pun menyatukan dua jari, lalu
mengayunkan ke arah Adriel.
Boom! Cahaya pedang maha dahsyat
memancar, menerangi seluruh aula!
"Itu ... Aura Pedang
Agung?"
Mata Adriel menyipit. Itu adalah
salah satu jurus tempur buatan guru Sang Tabib Agung, diciptakan khusus untuk
pertempuran besar. Namanya Aura Pedang Agung. Kekuatan jurus ini luar biasa.
Sekali kena tebas, bahkan jiwa pun bisa robek! Namun, dibandingkan dengan Jurus
Naga Gajah Penghempas Langit, masih kalah jauh.
"Memakai jurus buatan Sang Tabib
untuk melawan aku?" balas Adriel sambil mencibir.
Clang!
Dia hanya mengaktifkan segel pertama
Teknik Penerobos Surgawi, lalu mengangkat tangan dan membalas serangan.
No comments: