Untuk membaca bab 2801 - bab 2900, silahkan kunjungi http://lynk.id/novelterjemahan/3n0repznepm9/checkout
Bab 2961
Ekspresi pria berbaju hitam terlihat
rumit. Dia berkata, "Jadi, waktu dia menerobos masuk ke tahap kedua, kamu
nggak turun tangan membantunya. Tapi, kalau kamu salah menebak..."
Si orang tua sudah enggan menjawab
dan langsung melangkah pergi.
Namun pria berbaju hitam itu berseru
ke arah punggungnya, "Keluargamu sudah dibawa ke dalam organisasi. Kamu
nggak mau menanyakannya?"
"Apa yang perlu ditanya? Mereka
cuma beban. Selain untuk meneruskan garis keturunan, nggak ada gunanya. Kalau
ingin membuka jalan masa depan untuk keluarga Janita, tetap harus mengandalkan
aku."
Ucapannya datar, tanpa menoleh
sedikit pun. Baru beberapa langkah, sosoknya pun sudah lenyap tanpa jejak.
"Begitu nggak berperasaan Andai
benar warisan Tabib Agung itu datang, mungkin juga nggak akan sudi memilih
orang sepertimu..."
Pria berbaju hitam itu menggeleng
pelan, lalu tubuhnya pun melesat ke angkasa.
Penghalang pertama, Lembah Sepuluh
Ribu Obat
Seorang pria paruh baya bertubuh
kurus berdiri di tengah tumpukan mayat, menatap sisa-sisa pertempuran yang
masih terasa di udara.
Seseorang maju melapor, "Leluhur
Keempat Belas, kami sudah mencari dan nggak ada jasad Leluhur Ketujuh
Belas."
"Semoga si pecundang itu
meledakkan dirinya sendiri. Jangan sampai jasadnya jatuh ke tangan kaum
rendahan dan membuat malu keluarga kerajaan!" ujar Leluhur Keempat Belas
dengan suram dan penuh amarah.
Tiba-tiba, dia mendongak. Sosok
seseorang melesat cepat dari langit. Dia mengayunkan tangannya ringan, dan
sosok itu langsung menjerit sebelum terjatuh menghantam tanah.
"Leluhur Keempat Belas! Aku
datang dari penghalang kedua, orang sendiri. Aku datang untuk..."
Belum selesai bicara, suara itu
dipotong tegas.
"Orang-orang di bawah komando Si
Delapan Belas memang makin tak tahu aturan. Bahkan nggak tahu diri kalau bicara
harus sambil berlutut?" ujar Leluhur Keempat Belas dengan dingin dan
suaranya mengandung ketidaksabaran.
"Ya," jawab orang itu dan
langsung berlutut lalu menunduk.
Dia tidak berani menatap mata sang
leluhur saat bicara.
Leluhur Keempat Belas yang hidup di
zaman jauh sebelum sekarang, sangat menjunjung tinggi etika dan tata krama.
Segala sesuatu diatur menurut adat kerajaan lama, hierarki, kehormatan, dan
kedisiplinan.
"Adriel sudah muncul..."
Utusan itu buru-buru menyampaikan
semua yang diketahuinya.
Mendengarnya, Leluhur Keempat Belas
mengerutkan dahi. Setelah terdiam sejenak, dia mengangguk pelan lalu berkata,
"Generasi demi generasi semakin mengecewakan. Begitu pun bisa membiarkan
dia lolos..."
Utusan itu hanya menunduk dan tak
berani bicara banyak.
Setelah beberapa saat, Leluhur
Keempat Belas tiba-tiba berkata datar, "Tapi... sepertinya anak muda itu
darahnya masih hangat. Itu hal yang baik... "
"Orang itu aku yang akan
urus."
Sembari berkata demikian, dia
mengangkat tangannya, dan semua mayat di sekitar seketika tersedot ke dalam
kantong penyimpanan. Lalu tubuhnya melesat naik ke udara dan menghilang dalam
sekejap.
Sementara itu, di lokasi penghalang
kedua...
"Kamu membiarkan Adriel
lolos?" ujar seorang pria paruh baya bertubuh gemuk dan berambut abu-abu
sambil memandang Leluhur Kedelapan Belas dengan tatapan tajam.
"Kakek Kaisar, aku kecolongan.
Dia menjebakku..." jawab Leluhur Kedelapan Belas dengan tawa getir.
Leluhur Keenam Belas menatapnya
lekat-lekat. lalu berkata, "Kamu masih terlalu muda untuk memimpin
penghalang kedua. Mulai sekarang, biar kami yang kelola dan juga, jatah Darah
Keabadianmu serahkan padaku."
Leluhur Kedelapan Belas tertegun,
menatapnya lalu berkata, "Kakek Kaisar, aku butuh Darah Keabadian untuk
mempertahankan hidupku..."
Leluhur Keenam Belas tersenyum tipis,
menepuk pundaknya dan berkata dengan nada seolah penuh kasih, "Di Alam
Rahasia, sumber daya terbatas. Kamu masih muda dan masih bisa bertahan lebih
lama. Kami yang lebih tua jauh lebih membutuhkannya. Kamu cucuku, makanya aku
bicara baik-baik. Kalau bukan karena itu, kamu bahkan nggak dapat bagian
sedikit pun."
Merasa tekanan dari tangan sang kakek
yang mengandung peringatan, Leluhur Kedelapan Belas tersenyum paksa dan
menjawab, "Kakek Kaisar benar, aku memang harus berbakti pada para
tetua."
"Cucu yang baik," seru
Leluhur Keenam Belas.
Tiba-tiba, Leluhur Kedelapan Belas
berkata, "Kakek Kaisar, Adriel itu aneh. Dia datang dari dunia luar, tapi
memiliki Teknik Penerobos Surgawi. Menurut kakek, mungkinkah dia adalah Pewaris
Tabib Agung?
"Pewaris Tabib Agung?"
No comments: