Bab 1195
Pendeta itu menatap Lila dengan penuh
kekaguman.
Setelah keluar dari Lembah Iblis
Darah, Herios menyadari jika kabut hitam milik Adriel dapat membunuh Guru Bumi.
Namun, kabut hitam tersebut sepertinya bersifat konsumtif. Paling banyak, dia
hanya bisa membunuh satu Guru Bumi. Jika tidak, Adriel tidak akan membiarkan
dirinya pergi.
Keluarga Buana dan keluarga Maswa
tidak ingin mengorbankan nyawa mereka. Itu sebabnya, mereka menawarkan imbalan
untuk membunuh Adriel.
Namun, hadiahnya terlalu besar
sehingga mereka tidak terlalu berniat untuk benar-benar memberikannya. Itu
sebabnya, Lila memilih Pak Heru dan Pak Basir yang rakus dan berani.
Setelah itu, biarkan saja Pak Heru
dan Pak Basir saling bunuh. Sementara itu, keluarga Buana dan keluarga Maswa
sejak awal hingga akhir tidak perlu mengorbankan satu prajurit sekalipun.
Setelah semuanya selesai, mereka bahkan tidak perlu memberikan hadiah apa pun,
tetapi bisa membunuh Adriel yang misterius itu dan mendapatkan harta karun
Iblis Darah.
Ini adalah kecerdasan yang luar biasa
dan genius dalam bisnis...
Mengenai Justin, dia sama sekali
bukan apa-apa. Baik Justin maupun Pak Heru juga Pak Basir, tidak tahu jika
keduanya berada di sini.
"Nona Lila adalah genius sejati.
Dibandingkan dengan Adriel yang hanya memiliki kekuatan fisik, dia sama sekali
tidak ada apa-apanya."
"Adriel memang hebat. Dia mampu
menguasai sebagian dari Harta Karun Iblis Darah dalam waktu singkat. Aku sangat
menghargainya. Sayangnya, dia nggak memahami prinsip kalau kekuatan harus
sejalan dengan moralitas."
Mata Lila memancarkan kebijaksanaan.
"Sebagai orang yang berada di posisi lebih rendah, untuk memaksimalkan
penggunaan sumber daya, kita harus rela melepaskan beberapa hal yang seharusnya
kita lepaskan. Kalau terlalu serakah, justru semuanya akan hilang. Lebih baik
menyerahkan Harta Karun Iblis Darah kepada tokoh besar. Sebagai gantinya,
mendapatkan sarana yang baik untuk mengembangkan diri."
Pendeta itu menyeringai. Dia menatap
Adriel dalam video dengan tatapan yang penuh dengan keceriaan.
Adriel, bukanlah siapa-siapa dan bisa
mereka taklukkan dengan mudah.
"Ah."
Pada saat itu, kembali terdengar
jeritan menyedihkan yang begitu nyaring di medan perang.
Lagi-lagi ada tubuh yang terpisah.
Hujan darah jatuh ke dalam sungai darah.
Adriel memegang pedang dan bertarung
dengan gigih. Wajahnya tetap tidak berubah. Layaknya harimau di tengah kawanan
domba, jumlah orang di tempat itu sudah tidak banyak lagi.
"Hanya tinggal dua master
puncak."
Saat melihat adegan tersebut, Justin
merasa takut. Tangan dan kakinya menjadi mati rasa dan wajahnya pucat. Dia
terpaku melihat Adriel yang sedang mengamuk.
Benar-benar kuat.
Bagaimana Adriel bisa begitu kuat?
Dalam waktu beberapa belas menit,
Adriel sudah berhasil membunuh tujuh master puncak. Sementara, dua orang yang
tersisa juga terluka parah dan bertahan untuk hidup.
Yang paling penting, Adriel sama
sekali tidak takut pada dua Guru Bumi yang mengincarnya.
Kepercayaan diri dan keganasan
Adriel, membuat Justin merasa tidak aman sekalipun dia berdiri di belakang dua
Guru Bumi.
Untuk sesaat, muncul sedikit
penyesalan di dalam hati Justin. Mungkin, dia seharusnya tidak mengusik Adriel,
bukan?
Plak.
Seorang master puncak tidak mampu
menahan rasa takutnya. Dia berteriak dan menyerang Adriel. Akan tetapi, Adriel
hanya menunjuk dengan satu jari dan energi sejati berwarna merah darah
menyerang orang itu, yang langsung menembus kepalanya.
Master puncak yang tersisa dengan
tatapan penuh ketakutan melihat ke arah Adriel. Dia benar-benar kehilangan
semangatnya untuk bertarung. Bersamaan suara 'bruk', pisau panjang yang
dipegang orang itu terjatuh ke lantai.
Seluruh ruangan langsung menjadi sunyi.
Bahkan, Basir dan Heru, dua orang tua
yang terbiasa membunuh tanpa belas kasihan, saat melihat ke arah Adriel,
tatapan mereka juga menjadi agak serius.
Membunuh dan mengambil darah.
Dalam waktu belasan menit, delapan
master puncak telah terbunuh secara berturut-turut.
Metode pembunuhan yang kejam ini juga
termasuk dalam kategori pembunuh paling jahat di dunia pembunuh.
Pada saat itu, Adriel mengangkat
tangannya dan mengguncang pedangnya. Darah yang menempel pada pedang setengah
jadi itu tiba-tiba terhempas. Adriel mengangkat pedangnya dengan santai dan
menatap Basir serta Heru dengan tenang. Kemudian, Adriel berkata, "Masih
ada yang tersisa? Kalau nggak, sekarang giliran kalian."
Adriel membunuh delapan master puncak
seperti membunuh delapan ikan kecil. Akan tetapi, tampaknya Adriel tidak
menggunakan kekuatan penuh. Bahkan, tubuhnya tetap bersih dan tidak ada noda
darah.
"Kalian berdua, cepat ambil
tindakan... "
Melihat tatapan tenang Adriel, Justin
menjadi lemas dan hampir menangis ketakutan.
"Sudah waktunya untuk
bertindak."
Pada titik ini, Pak Basir mengerutkan
kening. Dia melangkah maju dan berkata, "Anak muda, melihatmu seperti ini,
kamu pasti masih punya kekuatan yang tersembunyi, 'kan? Berhubung sekelompok
orang-orang nggak berguna ini nggak bisa memaksamu mengeluarkan kekuatan
pamungkasmu, sepertinya memang harus aku yang turun tangan sendiri."
Adriel meliriknya sekilas dan
melambaikan tangannya dengan santai.
Duar.
No comments: