Bab 1201
Mendengar Adriel membuka mulut dan
begitu menghina, Lila tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Sebagai seorang
wanita cantik yang lama berjuang di dunia bisnis, tentu sudah sering dia mendengar
kata-kata melecehkan seperti ini.
Namun, hal terpenting adalah menjaga
ketenangan, menganalisis situasi saat lawan sedang berpuas diri, lalu membalas
hingga mereka menyesal.
Begitulah yang dilakukannya sekarang,
dia menatap Adriel dengan tenang. Alisnya sedikit berkerut seperti sedang
memikirkan sesuatu.
Saat itu, Pak Galen berteriak keras,
"Kevin! Berani sekali kalian mengkhianati keluarga Buana! Sekalipun kalian
berhasil menyelamatkan Adriel hari ini, itu hanya akan menambah dosamu!"
Dalam pandangannya, Guda memang
sedang terpojok karena kehilangan semua kekuasaan, seperti anjing yang terjebak
sudut.
Sampai-sampai, dia tak segan merusak
kepentingan keluarga.
Kevin tersenyum mengejek, enggan
menanggapi Dia hanya menoleh ke arah Lila dan berkata dengan dingin,
"Lila, kamu memegang banyak rahasia Felicia, 'kan? Berlututlah dan
ungkapkan sebagian rahasianya. Mungkin, aku bisa membuatmu mati dengan cepat
dan tanpa rasa sakit."
Namun saat itu, Lila sudah kembali
tenang. Dengan nada dingin, dia berkata, "Kamu dan ayahmu yang murahan
ini, nggak cukup pintar membuatku jatuh dalam jebakan."
Selesai berkata, dia memandang jauh
ke arah Adriel dan bertanya, "Bagaimana kamu bisa melakukannya?"
Adriel menatapnya dengan pandangan
aneh dan membalas, "Kamu bisa melihatnya?"
Orang-orang di sekitar mereka pun
terdiam, tidak memahami permainan kata di antara keduanya.
Namun detik berikutnya, saat Lila
membuka mulut, wajah semua orang berubah drastis!
Lila tertawa sinis. "Adriel,
tadi aku memang meremehkanmu, tapi sekarang kamu justru meremehkanku!"
ujarnya.
"Aku nggak mungkin salah. Kalau
memang ada kesalahan, itu kesalahan orang lain."
"Jadi, sepertinya ibu angkatku
yang terjebak dalam jebakan Guda! Informasi yang diberikannya padaku dari awal
sudah salah!"
Dia menyipitkan mata, menatap Adriel
dan berkata, "Nampaknya resep ramuan penyuci milikmu itu bukan hanya
berguna, tapi punya efek luar biasa, ya.
"Kamu..."
Kevin terkejut seketika, matanya
terbelalak ke arah Lila.
Dia dan ayahnya menutupi rahasia ini
rapat-rapat, bagaimana bisa Lila mengetahuinya?
"Kalian benar-benar berpikir
trik kalian itu pintar?" ejek Lila. "Dugaan terkuatku, setelah
melihat ramuan itu sangat efektif, Guda sengaja menyembunyikan informasi
tersebut."
"Lalu, dia memancing ibu
angkatku untuk menyerang Adriel. Saat semua musuhnya muncul, dia akan
mengungkapkan ramuan itu untuk memancing leluhur kami, lalu menghabisi kami
semua."
"Rencana bodoh macam itu,
biasanya, bahkan ibu angkatku bisa mengenalinya seketika!" lanjutnya.
Lila bahkan tampak marah sekarang.
Marah pada dirinya sendiri karena jatuh ke dalam perangkap yang begitu dangkal.
Di balik kacamatanya, mata indah Lila
berkilat tajam. Dia menatap Adriel dan berkata dengan suara dingin, "Pada
akhirnya, aku masih kalah darimu!"
"Begitulah," balas Adriel.
Dia tersenyum puas sambil menatapnya.
"Menebak itu bukan keterampilan yang istimewa. Langkah selanjutnya, apa
yang akan kamu lakukan?" tanya Adriel.
"Apa menurutmu?" Lila
mendengus dingin.
"Kekuatan dulu, baru bicara
kesopanan," jawab Adriel dengan senyum di bibirnya.
"Kamu memang secerdas aku...
"balas Lila sambil menatapnya dalam-dalam.
"Pak Adriel, apa... apa yang
kalian bicarakan?"
Kevin terlihat bingung seperti seekor
tikus tanah bodoh yang tersesat.
Adriel tidak mau repot menjelaskan.
"Bukan urusanmu. Lakukan saja yang perlu kamu lakukan."
Kevin merasa terhina secara
intelektual, tetapi dia tidak berani membalas kata-kata Adriel.
Dengan dingin, dia mengalihkan
tatapannya pada Lila.
Tugasnya saat ini adalah membunuh
wanita ini!
"Tidak heran kamu dijuluki
'Gajah Mada' dari klan kita. Kamu punya sedikit keahlian ... " kata Kevin
dengan nada menghina dan melanjutkan, "Tapi memangnya kenapa kalau kamu
bisa menebak semuanya?"
Dia kemudian menoleh dengan penuh
penghormatan pada Vendro di belakangnya. "Tuan Vendro, aku mohon bantuan
Anda!"
Begitu ucapannya selesai, Vendro maju
selangkah. Meski wajahnya tidak terlihat, tatapannya tajam dan penuh wibawa.
"Pak Galen, kamu harus
bertarung. Hanya dengan begitu aku bisa menemukan jalan keluar, tapi si Vendro
adalah Guru Bumi tingkat sembilan... " bisik Lila sambil mengerutkan
keningnya.
No comments: