Bab 1206
Lila adalah wanita yang cukup cerdas
dan penuh taktik. Selama dia bisa dikendalikan dengan baik, Adriel tahu
keberadaannya akan membuat banyak hal jadi lebih mudah.
Guda yang sering bertindak sembunyi -
sembunyi perlu diimbangi. Kini dengan hadirnya Lila sebagai saingan, dia pasti
akan lebih berhati-hati dalam bertindak.
Lila dengan sukarela menempatkan
dirinya sebagai alat penyeimbang bagi Guda.
Seakan tak merasa canggung, pasangan
kotor ini justru asyik merencanakan pembalasan dengan detail.
"Kamu mau apa sebagai
gantinya?" tanya Adriel.
Kalau ingin mengambil keuntungan,
kadang harus rela memberi sedikit terlebih dahulu, dan Adriel tidak keberatan
memberi keuntungan pada Lila.
Lagipula, kini tidak sembarang orang
bisa mendapat kesempatan berhubungan dekat dengannya.
"Tentu saja aku ingin
Felicia!" jawab Lila.
Wajahnya memerah entah karena
semangat atau karena bayangan dirinya bisa menundukkan Felicia yang selama ini
berkuasa di atasnya.
Matanya berbinar penuh gairah saat
dia berkata, " Felicia sudah bertahun-tahun memperlakukanku seperti
bonekanya, aku ingin dia merasakan bagaimana rasanya menjadi bonekaku!"
"Dan kamu nggak akan rugi. Aku
bisa mengatur agar dia melayanimu bersamaku... "
makin berbicara, makin bersemangat
Lila, seakan ide membayangkan Felicia melayani Adriel membuatnya lebih antusias
dibandingkan Adriel sendiri.
Percakapan penuh intrik itu
berlangsung hampir satu jam.
Adriel merasa puas sambil mengelus
rambut Lila, menikmati momen tenang itu.
Namun, tiba-tiba suara cemas
terdengar dari luar." Adriel! Adriel, kamu di mana?"
Pintu kamar terbuka lebar.
Adriel terkejut dan langsung menatap
ke arah pintu.
Lila juga menoleh dengan wajah
terkejut.
Yunna berdiri di ambang pintu,
wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Namun, begitu melihat pemandangan di atas
tempat tidur, dia langsung terdiam, ekspresi khawatirnya membeku di wajah.
Enam pasang mata bertemu.
Suasana ruangan seketika menjadi
hening.
Yunna berdiri kaku, tubuhnya bergetar,
pikirannya kosong, seakan terpatri di tempatnya.
Hanya satu pikiran yang berkecamuk di
benaknya, " Aku... aku diselingkuhi? Dan di tempat tidurku sendiri?"
Adriel merasa sedikit canggung, lalu
berdeham dan berkata, "Ini bukan seperti yang kamu lihat."
"Adriel! Bagaimana bisa kamu...
Kamu bahkan nggak mengunci pintu!"
Yunna langsung memerah, wajahnya
penuh amarah, kekecewaan, dan ketidakrelaan saat dia menuding Adriel dengan
gemetar.
"Ada apa? Tuan Muda ada dalam
bahaya?"
Pak Dennis berada di lantai bawah dan
memeriksa mayat di seluruh lantai pertama. Namun, ketika mendengar suara, dia
bergegas hendak naik ke atas.
Namun, Yunna dan Adriel berteriak
bersamaan, " Jangan naik ke atas!"
"Tuan Muda? Anda baik-baik
saja?" tanya Pak Dennis, merasa lega mendengar suara Adriel.
"Kurasa, bisa dibilang aku
baik-baik saja ... " balas Adriel sambil melirik Yunna yang masih berdiri
di ambang pintu.
Lalu, dia menghela napas panjang dan
berkata dengan nada tenang, "Tunggu di lantai bawah untuk kabar
dariku."
Situasi ini tidak kalah dari sebuah
pertempuran besar!
Tidak boleh ada orang lain yang ikut
campur!
Jika tidak, reputasinya bisa rusak...
Namun, apakah dia masih punya reputasi? Mungkin sedikit, ya?
Mendengar balasan Adriel, Pak Dennis
dan yang lainnya akhirnya merasa lega dan segera kembali berjaga di lantai
bawah.
No comments: