Bab 1204
"Pak Adriel, kamu benar-benar
nggak bisa memaafkannya. Wanita ini hanya akan membawa bencana jika dibiarkan
hidup!" ujar Kevin dengan nada panik.
Dia sudah terlebih dahulu menunjukkan
kesetiaan pada Adriel, tetapi sekarang Lila datang dan memotong jalannya begitu
saja.
Dia selalu iri pada Lila sejak kecil.
Di keluarga Buana, Lila seperti "anak tetangga" yang terlalu
sempurna, siapa pun akan merasa tertantang jika dibandingkan dengannya setiap
hari.
Jika saja memiliki kekuatan dan darah
murni keluarga Buana, Lila akan menjadi penerus berikutnya setelah Felicia,
bahkan mungkin lebih hebat dari Felicia!
Namun, Adriel hanya meliriknya
dingin. "Kamu mengajariku bagaimana bertindak?" tanyanya.
Menyadari tatapan Adriel yang dingin,
meskipun hatinya tidak terima, Kevin menundukkan kepalanya dan menghela napas
dalam. "Nggak berani! Semua terserah Pak Adriel untuk memutuskan..."
ujarnya.
Adriel lalu memainkan senjata ekor
kuda di tangannya, menatap Lila, dan berkata, "Tanda kesetiaan saja nggak
cukup untuk membuatku mengampunimu. Ada hadiah kedua yang perlu kamu
berikan."
Lila hanya tersenyum tipis. Tanpa
mengeluarkan apa pun, tanpa bicara, dia melangkah pelan mendekat ke arah
Adriel. Wajahnya yang rupawan, tubuhnya yang anggun, serta aura cerdasnya
membuatnya tampak tak tersentuh.
Namun, di balik aura kecerdasannya,
tubuhnya sangat memikat. Saat dia makin dekat, dadanya yang indah seolah hampir
menyentuh Adriel.
Tanpa disadari, bibir merahnya sudah
sangat dekat dengan telinga Adriel, aroma harum yang seperti bunga menyusup ke
hidungnya, membuat pikiran Adriel mendadak goyah.
"Pak Adriel, bukankah kamu
bilang sebelumnya, kalau aku bersedia memberikan sentuhan kecil, kamu akan
mempertimbangkan untuk mengampuniku? Bagaimana kalau kita cari tempat sepi
untuk menikmati hadiah ini?"
Lila yang biasanya tenang dan
berwibawa, sekarang berbisik kata-kata nakal yang penuh godaan.
Kontras yang begitu besar ini membuat
darah Adriel mendidih.
Saat ini, aura Lila membuat telinga
Adriel terasa gatal. Setelah melewati banyak pencapaian besar, dia belum
menemukan wanita untuk meredakan gairah yang terpendam!
Melihat tatapan penuh permainan di
balik kacamata tanpa bingkai Lila, Adriel hanya bisa merasakan hawa panas yang
hampir tidak bisa dibendung.
Namun, Adriel tetaplah Adriel. Dia
menarik napas dalam dan menekan Api Jahat di dadanya, lalu berkata dengan suara
datar, "Kamu masih perawan, ' kan?"
Demi langit dan bumi, Adriel
benar-benar tak punya maksud tersembunyi.
Dengan dirinya yang penuh api jahat
setelah melewati empat tingkat, mungkin dia bisa membunuh seorang gadis biasa,
apalagi seorang perawan seperti Lila yang belum berpengalaman.
Namun, mendengar perkataan Adriel,
Lila pun terkejut.
Dia memikirkan sebuah kisah terkenal
dan mengerutkan kening sambil berkata, "Pak Adriel, meskipun aku perawan,
sejak kecil aku selalu jadi juara. Percayalah, di bidang apa pun, aku adalah
yang terbaik."
Kevin terkejut, lalu dengan gembira
berkata, "Kamu nggak mengerti! Pak Adriel hanya ingin merasakan suasana
itu! Ini bukan soal keterampilan! Pak Adriel, sebenarnya aku juga ada... "
Plak!
Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya,
Adriel menendangnya keluar pintu. Kevin menjerit kesakitan dan terlempar ke luar.
Vendro sempat tertegun, tetapi dia
ingat perintah Guda untuk tidak bertindak sembarangan.
Jadi, dia hanya melihat dengan
tatapan aneh ke arah Adriel dan Lila yang berdiri sangat dekat, lalu keluar...
Bahkan dengan penuh perhatian,
menutup pintu yang berlubang besar karena hantaman energi sejati.
Kini, di aula yang penuh mayat itu,
hanya tersisa Adriel dan Lila.
Adriel berkata dengan tenang,
"Semua rumor yang ada di luar itu bohong. Jangan percaya..."
"Tentu saja aku percaya,"
balas Lila sambil tersenyum dan mengangguk. "Pak Adriel, tubuhmu sangat
jujur dalam menunjukkan perasaan."
Tangannya bermain-main dengan senjata
ekor kuda yang dia pegang.
Di sisi lain ...
Pak Dennis dan Pak Oscar akhirnya
keluar dari hutan, diikuti oleh Yunna dan yang lain dengan wajah pucat dan
pergelangan tangan yang penuh bekas ikatan.
Di wajah Yunna yang cantik, terpancar
rasa cemas. " Adriel nggak apa-apa 'kan, Pak Dennis? Bawa aku untuk
melihatnya dulu! Dia pasti dalam bahaya besar!" pintanya.
No comments: