Bab 1203
Pak Galen meraba-raba dengan tangan
gemetar, berusaha meraih senjata ekor kudanya untuk menyerang Lila sebelum ajal
menjemput. Namun, saat dia berusaha, tangannya hanya menggenggam udara kosong.
"Sedang mencari ini, ya?"
Entah sejak kapan, tongkat itu sudah
ada di tangan Lila yang memainkannya dengan santai.
"Kamu... wanita jalang! Pelacur
busuk..."
Pak Galen sudah tidak peduli lagi
pada citranya, mengutuk dengan penuh amarah. Namun, suara teriakannya makin
lama makin lemah dan tangan yang menunjuk ke arah Lila pun perlahan terkulai.
Matanya penuh kebencian dan
kekecewaan, sebelum akhirnya dia kehilangan napas terakhirnya.
Satu lagi Guru Bumi tingkat tujuh
gugur begitu saja, meninggalkan tubuh yang hancur karena racun di lantai.
"Saat ini, barulah kamu
benar-benar sudah mengeluarkan seluruh tenagamu," ucap Lila dengan suara
sedingin es, sambil memegang senjata ekor kuda di tangannya.
Aura kecerdasannya makin terasa,
bahkan makin terpancar bak sosok misterius.
Ucapannya yang dingin membuat tubuh
Kevin, yang terbiasa dengan masalah keluarga besar, mendadak merinding.
Bagaimana tidak? Wanita ini meski
tidak punya kekuatan apa pun, justru berhasil membunuh seorang Guru Bumi yang
baru saja melindunginya, seolah-olah itu adalah hal sepele.
Kejam dan tak kenal ampun.
Bahkan Vendro yang terkenal tidak
punya belas kasihan juga melirik Lila dengan sedikit ketertarikan.
"Sialan, kamu benar-benar wanita
berbisa. Untungnya kamu akan segera mati... " Kevin mendesah lega.
Lila hanya seorang biasa. Secerdas
apa pun, wanita itu bisa dibunuh dengan mudah.
Namun, Lila tetap tenang tanpa rasa
takut, bahkan ketika Adriel mengangkat tangan, mengisyaratkan agar Vendro
mundur.
Lila menyerahkan senjata ekor kuda
pada Adriel, lalu berkata, "Sudah cukup?"
Adriel menimbang tongkat itu di
tangannya, lalu menggeleng dengan senyum kecil, "Bisa dibicarakan."
"Bicara apa lagi, Pak Adriel?
Kamu ingin mengampuninya? Kenapa?" Kevin memandang Adriel dengan tatapan
tak percaya, wajahnya langsung menunjukkan kegelisahan.
"Aku dan dia sudah sepakat,
'kekuatan dulu, baru kesopanan.' Kamu ini kenapa ribut saja?!" jawab
Adriel dengan nada tak sabar.
"Hah?" Kevin tertegun.
Dia sebenarnya bukan orang bodoh,
tetapi sekarang perlahan-lahan dia mulai mengerti maksud dari' kekuatan dulu,
baru kesopanan' yang dibicarakan keduanya sebelum pertarungan.
'Kekuatan dulu' berarti Vendro
melawan Pak Galen dalam pertempuran.
'Kesopanan' artinya jika Pak Galen
kalah, maka Lila akan memberi sesuatu sebagai permintaan untuk hidupnya. Dan
hadiah yang diberikan Lila sekarang, sebenarnya adalah senjata ekor kuda ini?
"Itu memang barang rampasan
kita..."
Namun, kalimatnya terhenti ketika dia
melihat ekspresi Adriel yang menatapnya seperti seorang bodoh.
"Hadiah sebenarnya bukan senjata
ini, tapi sebuah tanda kesetiaan!"
Adriel menjelaskan dengan nada
frustrasi. "Dengan membunuh Pak Galen, Lila telah mengkhianati Felicia dan
Herios sepenuhnya. Dia menunjukkan niatnya untuk berpihak padaku."
"Jangan khawatir soal bukti.
Selama aku punya mayat Pak Galen, orang bisa melihat bahwa dia dibunuh dengan
racun oleh seseorang yang paling dipercayainya. Bukankah itu sudah cukup
sebagai bukti kesetiaannya?"
Lila hanya menatap dengan pandangan
tenang, seolah tidak perlu repot-repot menjelaskan apa pun pada Kevin. Sorot
matanya pada Adriel menyiratkan kepuasan yang tidak bisa diungkapkan dengan
kata- kata.
Berbicara dengan orang bodoh tidak
ada gunanya, dan sayangnya di sekitarnya hanya ada orang-orang bodoh. Satu-satunya
yang bisa memahami pikirannya tanpa banyak kata adalah Adriel, dan bagi Lila,
itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan!
Dia sudah terbiasa sendiri. Bukan
karena suka kesendirian, tetapi karena tidak ada yang bisa diajak bicara
setara. Kini, bertemu Adriel yang begitu nyambung dengannya membuatnya merasa
hidup kembali.
Menyerahkan tanda kesetiaan pada
Adriel, itu adalah keputusan yang bisa dia terima. Namun, kalau harus menyerah
pada Kevin, lebih baik dia memasang jebakan untuk menjatuhkannya!
Wajah Kevin memerah menahan amarah.
Dalam hati dia memaki habis-habisan, "Dua pengkhianat licik! Jadi aku
satu-satunya yang bodoh di sini?"
Namun, ketika dia melihat Vendro juga
terlihat bingung, setidaknya dia bisa merasa sedikit lega. Bukan karena dia
kurang pintar, tetapi karena pasangan ini terlalu licik!
No comments: