Bab 1197
Mayat bergelimpangan dan darah
menggenang di mana-mana di dalam vila yang besar itu.
Hanya tinggal Pak Heru saja yang
masih berdiri di hadapan Adriel.
"To.... tolong ampuni aku, Pak
Adriel... Aku nggak tahu Pak Adriel ternyata sehebat ini..." pinta Pak
Heru sambil langsung berlutut di atas lantai. Sorot tatapannya terlihat
ketakutan.
Dia akhirnya mengerti kenapa keluarga
Buana dan keluarga Maswa hanya mengeluarkan surat perintah penangkapan dan
bukannya bertindak!
Karena Guru Bumi atau tingkatan apa
pun tidak ada artinya di hadapan Adriel!
Karena Adriel ibarat monster yang
berada di luar nalar manusia!
Pantas saja Herios tidak mampu
merebut Harta Karun Iblis Darah dari tangan Adriel. Adriel dapat menundukkan
siapa pun, bahkan surat perintah penangkapan dari keluarga Maswa dan keluarga
Buana itu pasti akan hancur ditebas oleh pedangnya!
Tiba-tiba, Adriel menatap Pak Heru
lagi dan berkata dengan tenang, "Kamu salah lagi."
"Eh?"
Pak Heru sontak terkejut. Adriel
menatap pria itu dengan sorot meremehkan sambil berkata, "Terus kenapa
kalau kamu berhasil membunuhku ? Tetap saja pada akhirnya kamu bakal mati. Kamu
itu bukan apa-apa dalam pertempuran antara aku dengan keluarga Buana dan
keluarga Maswa. Aku cukup mengayunkan tanganku dan nyawamu pasti berakhir. Kamu
kasihan sekali, ya. Kamu saja nggak sadar kalau lagi dijebak, tapi kamu masih berandai-
andai bisa mendapatkan keuntungan. Lucu sekali. Benar-benar kasihan dan
menyedihkan... "
Ucapan Adriel itu sontak membuat
pikiran Pak Heru menjadi kacau. "Apa maksud Pak Adriel sebenarnya? 11
Adriel berjalan ke arah lantai dua
dengan tangan di belakang punggungnya. Sambil memunggungi Pak Heru, Adriel pun
menjawab dengan nada santai, " Dengan level kekuatanmu saat ini, kamu itu
nggak pantas terlibat dalam pertempuran antara aku dengan keluarga Buana dan
keluarga Maswa. Tapi, karena kamu sudah terlibat, biar kutunjukkan kebenaran di
balik pertempuran ini."
Pak Heru sontak terdiam. Dia
memandangi punggung Adriel yang terkesan tenang dan acuh tak acuh itu. Entah
kenapa Pak Heru merasa ada aura yang begitu kuat dari Adriel. Walaupun dia
adalah seorang Guru Bumi, dia merasa bukan apa-apa bagi Adriel.
Pak Heru pun refleks berjalan
mengikuti Adriel.
Tiba-tiba, terdengar suara tepuk
tangan dari lantai atas yang diiringi dengan suara tawa seorang wanita,
"Bagus, bagus. Kukira kamu cuma pria kasar yang bodoh, tapi ternyata kamu
jeli juga membaca situasi ini."
Setelah itu, tampaklah Lila dan Pak
Galen berdiri di puncak tangga lantai dua. Mereka menatap Adriel yang berada di
bawah tangga sana.
Ekspresi Pak Galen terlihat sangat
serius.
Sementara mata Lila yang indah
menatap Adriel dengan penuh ketertarikan.
"Orang dari keluarga Buana dan
keluarga Maswa!"
Pak Heru sontak tertegun.
"Apa-apaan ini? Kenapa kalian ada di sini?"
"Tunggu, kenapa kalian nggak
menyela padahal ada di sini? Kenapa kalian diam saja melihat kami dibunuh?
Kalian..."
Sayangnya, Adriel, Lila maupun Pak
Galen tidak mengacuhkan Pak Heru.
Sesuai kata Adriel, Pak Heru hanyalah
pion yang sebenarnya tidak pantas terlibat dalam pertempuran mereka.
"Sejak kapan kamu menyadari
kehadiran kami?" tanya Lila dengan antusias.
"Dari semenjak aku masuk ke
dalam vila ini," jawab Adriel.
Dia berdiri di bawah tangga dengan
santai sambil menatap kedua orang itu dengan acuh tak acuh." Aku awalnya
ingin melihat kemampuan kalian, tapi ternyata kalian malah mempekerjakan
orang-orang ini. Membosankan."
Pak Heru dan Pak Basir saja tidak
menyadari kehadiran mereka karena Pak Galen menggunakan teknik untuk
menyembunyikan hawa kehadiran mereka.
Meskipun begitu, mata batin Adriel
tidak bisa ditipu.
Lila balas mengangguk-angguk kecil,
lalu melirik ke arah Pak Heru sambil berujar mengakui, "Yah, mereka memang
payah."
Tubuh Pak Heru sontak gemetar, sorot
tatapannya terlihat begitu sedih dan terluka.
No comments: