Bab 1209
Meskipun Lila terlihat sedang
mengancam Yunna, intimidasi dan kebohongannya justru membuat Yunna merasa
tenang mengenai pembunuhan kakaknya dan tidak akan meninggalkan rasa bersalah.
Oleh sebab itu, Adriel tidak
menghentikan intimidasi Lila.
Namun, Yunna sudah terlalu banyak
berkorban untuknya, Adriel tidak ingin melihat Lila terus mengintimidasi Yunna.
Bagaimana pun, bagi Adriel, Yunna
berbeda dengan wanita lainnya.
Namun, Lila menatap Adriel sambil
menggelengkan kepala dan tertawa sinis, lalu dia berkata, "Seorang pria
yang perkasa, walau pun nggak memperistri wanita yang galak, setidaknya juga
harus menjadikan wanita kuat sebagai pasangan. Bukannya mencari wanita cantik
yang lapang dada dan diejek oleh orang dalam kalangan."
"Apakah wanita kuat yang
dimaksud adalah kamu?" tanya Adriel dengan acuh tak acuh.
"Aku?" ujar Lila dengan
senyum mengejek. Lalu, dia melanjutkan, "Aku adalah komplotan. Hanya cocok
bersembunyi di tempat gelap, memandu jalan untuk pria gagah sepertimu dan
menjadi umpan. Aku ingin beristirahat. Berikan aku obat pengendali racun agar
aku bisa tidur dengan tenang."
Adriel melirik Lila, lalu dia
mengeluarkan pil serangga racun dari Ruang Penyimpanan Surgawi dan
melemparkannya.
Lila menyeka noda di wajahnya,
tersenyum manis lalu menelan pil serangga racun. Kemudian, dia berbaring di
tempat tidur, menutupi diri dengan selimut dan menutup matanya.
Adriel hendak keluar, terdengar suara
Lila di belakangnya yang berkata, "Keluarga Millano nggak bisa dipercaya
lagi. Cari kekuatan lain untuk mengurus Kota Majaya dan saling mengimbangi.
Nggak ada seorang pun di dunia ini
yang bisa dipercaya selamanya, termasuk aku yang menelan racun,"
Adriel menghentikan langkahnya
sejenak, lalu bertanya, "Apakah kamu sedang mengajariku melakukan
sesuatu?"
"Nggak berani. Aku hanya
khawatir kamu akan dibutakan oleh perasaan," jawab Lila sambil tertawa
sinis.
Adriel melangkah tanpa henti,
langsung keluar dan tiba di lantai satu.
Hanya terlihat banyak jasad
tergeletak di aula lantai satu. Sementara Simon memeluk jasad Justin, duduk
lemas dalam genangan darah dan tatapan matanya kosong. Ketika dia pertama kali
bertemu dengan Adriel, dia masih menjadi pemimpin bisnis di Kota Silas dan
memiliki aura sebagai seorang penguasa.
Namun saat ini, semangat dan
kekuatannya sudah hancur, beberapa helai rambut putih di pelipisnya berantakan,
seolah-olah Simon telah menua dalam sekejap...
Sepasang mata Wina memerah, dia
memapah Simon dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Sementara itu, Yunna berdiri di sana
sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat, wajahnya yang cantik dipenuhi
dengan kesedihan.
Adriel menghela nafas, pertempuran
antara tokoh- tokoh besar terlalu sengit. Bahkan Guru Burmi seperti Basir dan
Heru akan hancur dengan satu pukulan, apalagi keluarga Millano?
Sedangkan Kevin menunjukkan ekspresi
mengejek saat melihat semua ini, seolah-olah sedang mengejek ambisi konyol
Justin.
"Tuan Muda! Apakah anda
baik-baik saja?" tanya Pak Dennis dengan ekspresi serius sambil segera
menghampiri.
"Aku baik-baik saja," balas
Adriel sambil tersenyum.
"Pak Adriel, apakah anda punya
waktu untuk berdiskusi tentang beberapa masalah kerjasama?" tanya Kevin
dengan tersenyum sambil berjalan menghampiri.
Namun, Adriel meliriknya dengan
ekspresi dingin.
Dengan satu pukulan keras, Adriel
langsung menampar Kevin!
Kevin memegang wajahnya dan menatap
Adriel dengan penuh kemarahan!
Namun, Adriel hanya menatapnya dengan
dingin dan berkata, "Ayahmu menggunakanku sebagai umpan. Bagaimana
menyelesaikan masalah ini?"
Kevin menahan kemarahannya, lalu dia
berkata dengan agak canggung, "Orang yang berhasil dalam hal besar nggak
mempermasalahkan hal-hal kecil...
"Harus mengganti rugi,"
ucap Adriel.
"Ini..." gumam Kevin agak
kesulitan. Akhirnya dia berkata dengan sakit hati, "Anda sebutkan
harganya?"
No comments: