Bab 1139
Dia mengaktifkan energi sejatinya dan
berteriak, " Aku, keturunan keluarga Gunawan, memohon ampun pada leluhur.
Mohon leluhur untuk muncul!"
Dante langsung membuat keputusan. Dia
memilih untuk langsung memanggil leluhur!
Suaranya menyebar jauh...
Namun, di puncak tangga, tetap tidak
ada tanda- tanda apa pun.
Wajah Dante menjadi pucat. Agaknya,
leluhur benar- benar marah...
Saat ini, banyak anggota keluarga
Gunawan sudah berkumpul. Mereka terkejut melihat apa yang terjadi.
Di hadapan semua orang, Yanu makin
menampakkan kesombongannya. Dia berkata, " Nggak mau tanda tangan? Kalau
begitu..."
Dante merebut kontrak itu, lalu
menandatanganinya dengan cepat. Setelah itu, dia melemparkannya kembali ke Yanu
dan berkata dengan nada dingin, "Cukup?"
"Pak Dante sangat tegas!"
Yanu terlihat terkejut. Dia tak
menyangka Dante akan bertindak secepat itu.
Namun, setelah itu, Yanu tersenyum
licik dan menunjuk ke jalan tangga. Dia berkata, "Sekarang, silakan Pak
Dante berlutut sepanjang jalan ini sampai ke tempat kepala keluarga buat minta
maaf."
"Apa katamu?"
Dante langsung marah besar. Keluarga
Riko Gunawan sengaja mempermalukannya!
Jika dia berlutut sepanjang jalan,
bagaimana dia bisa mempertahankan wibawanya di keluarga Gunawan?
"Nggak mau berlutut? Kalau
begitu, Pak Dante silakan turun saja... "
Yanu tersenyum manis.
Dante mengepalkan tinjunya. Matanya
memerah saat menatap tajam ke arah Yanu. Ini berbeda dengan saat dia berlutut
di depan Adriel. Kali ini, di hadapan begitu banyak orang, jelas ini penghinaan
yang nyata!
Namun, sekarang, satu-satunya jalan
adalah kembali ke keluarga dulu!
Dengan hati penuh rasa malu dan di
bawah tatapan terkejut para anggota keluarga Gunawan, dia menatap Yanu dengan
penuh kebencian. Lututnya perlahan mulai menekuk.
Melihat Pak Dante dari keluarga
Gunawan hendak berlutut, Yanu memperlihatkan ekspresi puas di wajahnya.
Jika Dante berlutut, dia tak akan
punya wibawa lagi. Siapa yang mau menghormati seorang kepala keluarga yang
kehilangan martabatnya?
"Ini semua salah Dante sendiri
karena menaruh harapan pada orang yang salah. Dia malah bergantung pada
Adriel!"
"Walaupun Adriel mendapat
dukungan dari keluarga Buana untuk sementara, dia sudah menghina keluarga
Maswa. Dengan karakter hati- hati leluhur kita, bagaimana mungkin dia terlibat
ke dalam masalah ini?"
"Haha, mengikuti pemimpin yang
baik bisa makmur, tapi mengikuti orang seperti Adriel, cuma akan dapat jatah
kotoran!"
Beberapa anggota keluarga Gunawan
yang menyaksikan merasa kasihan, sementara yang lain mengolok-olok.
Pada saat ini, Adriel menghentikan
Dante. Adriel berkata, "Dia cuma seekor anjing. Berlutut untuknya sama
saja dengan menghinaku!"
Lalu, dia menatap Yanu dengan datar
dan berkata, " Kamu cuma seekor anjing, nggak layak buat dijadikan sasaran
kemarahanku. Pergi sana."
"Pak Adriel, meskipun kamu cukup
berkuasa, ini adalah urusan keluarga Gunawan. Apa kamu masih mau ikut
campur?"
Wajah Yanu seketika menjadi dingin.
Adriel sudah mulai memiliki kekuatan dan keluarga Gunawan tidak ingin terlibat
dalam konflik besar dengannya. Jadi, dia hanya menargetkan Dante, bukan Adriel.
Namun, itu bukan berarti keluarga
Gunawan akan membiarkan Adriel ikut campur dalam urusan mereka!
Saat itu, Dante cepat cepat
menghentikan Adriel. Dia berkata, "Pak Adriel, ini nggak ada hubungannya
denganmu."
Dia sangat khawatir jika Adriel ikut
campur dalam urusan internal keluarga Gunawan, itu bisa membuat leluhur mereka
makin marah!
"Haha. Dasar nggak tahu diri.
Dia pikir dia siapa, berani mencampuri urusan keluarga Gunawan."
"Kalau kita hancurkan keluarga
Forez, akan makin kuat! Sekarang, dia menghadapi tekanan dari keluarga Maswa.
Jadi, yang terpenting baginya adalah bertahan hidup!"
Orang-orang di sekitar berbicara
dengan beragam pendapat. Mereka berbicara dengan nada merendahkan dan penuh
dengan ejekan terhadap Adriel.
"Kamu masih muda dan belum
paham, jadi aku nggak akan mempermasalahkan ini. Keluarga Gunawan nggak
menyambutmu. Silakan pergi!"
Yanu menjadi makin sombong. Meskipun
dia hanya seorang kepala pelayan, sikapnya seolah-olah dia berada di atas
segalanya.
"Kalau begitu, nggak ada pilihan
lain."
Adriel mengangguk dan melangkah maju.
Mendengar kata-kata itu, Yanu tertawa
sinis dan berkata, "Apa? Kamu berani bertindak di keluarga Gunawan? Kamu
kira kamu siapa?"
Adriel memang berani, tetapi dia
datang untuk bertemu leluhur keluarga Gunawan. Jadi, tidak mungkin dia
melakukan hal bodoh.
Namun, dalam sekejap, Adriel
tiba-tiba melompat. Dengan satu gerakan, dia mencengkeram leher Yanu dan
mengangkatnya hingga kedua kakinya terangkat dari tanah.
"Kamu, kamu.."
Wajah Yanu memerah karena tercekik.
Dia terkejut melihat Adriel dan tidak percaya Adriel berani menyerangnya.
Semua orang terkejut.
Namun, Adriel menatapnya dengan
tatapan dingin. Dia berujar, "Bukan memukulmu, tapi membunuhmu!"
Setelah mengucapkan kalimat itu,
Adriel memperkuat cengkeramannya, lalu terdengar suara patahan.
Leher Yanu patah. Kepalanya miring ke
samping dan matanya melotot terkejut hingga akhir hayatnya.
Dengan suara keras.
Adriel dengan santai melemparkan
tubuhnya ke tanah. Kemudian, dia mengumpulkan energi sejatinya dan berteriak ke
arah atas tangga, "Adriel si pembunuh dari Kota Silas! Suruh leluhur
keluarga Gunawan datang menemuiku!"
Semua orang langsung terpaku, tidak
tahu harus berbuat apa.
Adriel berdiri dengan sikap yang
tenang, seolah- olah membunuh kepala pelayan keluarga Gunawan semudah membunuh
seekor ayam!
"Pak Adriel, kenapa
kamu..."
Dante hampir menangis ketakutan.
Membunuh kepala pelayan keluarga Gunawan dan meminta leluhur untuk menemuinya,
dia merasa masa depannya suram sekali...
Ketika Adriel mengucapkan kalimat
itu, segera, keluarga Gunawan seakan-akan bangun dari tidur lelapnya. Elang
dewa yang penuh kekuatan terbang keluar satu per satu!
Mereka semua tampak terkejut dan menatap
ke arahnya.
Adriel berdiri dengan tangan di
belakang, terlihat biasa-biasa saja. Namun, seperti pedang berat yang kuno, dia
memancarkan aura yang kuat dan mengintimidasi, membuat orang-orang terkejut !
No comments: