Bab 1153
Jika bisa memilih, Adriel sebenarnya
tidak ingin pergi ke Kota Srijaya. Masalahnya, kekasih lama gurunya berada di
sana....
"Aku akan menutup diri untuk
berlatih dan meramu obat. Setelah selesai, aku akan membawa kalian pergi untuk
membuka harta karun Iblis Darah," kata Adriel santai.
Setelah memberikan perintah, Hendro
segera mengaturkan sebuah ruangan khusus untuk Adriel, lengkap dengan peralatan
terbaik milik keluarga Gunawan, termasuk tungku obat paling unggul. Selain itu,
gudang keluarga Gunawan terbuka lebar untuknya dan menyediakan segala jenis
ramuan yang dia perlukan.
Di dalam ruangan meditasi.
Adriel menaruh Racun Sembilan Raja
Ular di satu sisi, sementara di sisi lain terdapat pedang panjang yang
berkilauan.
Pedang ini didapat oleh leluhur
keluarga Gunawan bersama pedang giok dari warisan Tentara Agung. Pedang ini
adalah senjata tingkat Bumi bernama Pedang Langit.
Namun, begitu melihat pedang ini,
Adriel merasa kecewa. Meskipun pedang ini berasal dari tangan Tentara Agung,
itu sama sekali tidak memiliki keunikan seperti pedang setengah jadi miliknya.
Tidak mengherankan, Pedang Langit
tidak memiliki perlindungan dari Batu Kesengsaraan. Mungkin pedang ini seperti
pedang giok, hanya dibuat secara sembarangan oleh Tentara Agung, mungkin hanya
digunakan sebagai bahan makanan untuk pedang setengah jadi miliknya....
Untuk saat ini, Adriel memutuskan
tidak akan memberi makan pedang setengah jadi dengan Pedang Langit.
Selama pencarian harta karun Iblis
Darah nanti, Pedang Langit tetap akan berguna dan bisa dipakai oleh Hendro.
Adriel kemudian mengeluarkan pedang
setengah jadi miliknya. Terlihat permukaan pedang itu kini makin halus, bekas
bekas kerusakan berkurang, dan kilauannya makin memancar, dengan sedikit aliran
kilat melingkar di sekitarnya.
Setelah menelan Pisau Terbang, pedang
ini telah maju satu langkah besar menuju senjata tingkat langit!
"Perjalananku ke keluarga
Gunawan kali ini benar- benar berbuah banyak. Aku menemukan lokasi warisan
Tentara Agung, menundukkan keluarga Gunawan, menjadikan Dante sebagai kepala keluarga,
dan sekarang punya orang-orang untuk menjelajahi harta karun Iblis Darah,"
kata Adriel dengan rasa puas.
Tatapannya berubah tajam, "Guda,
sebenarnya kamu punya kesempatan besar dari harta karun Iblis Darah, tapi
sayang sekali kamu nggak menghargainya. Saat harta karun itu sepenuhnya
terbuka, bukan hanya kamu yang akan mencariku untuk bekerja sama..."
Iblis Darah adalah seorang dewa, mana
mungkin dia hanya mempercayakan harta karunnya kepada keluarga Buana dan Maswa?
Pasti masih banyak 'ikan besar' lain
yang mengincar dari dalam bayang bayang. Pada saat itu, Adriel mungkin tidak
akan memilih keluarga Buana sebagai mitra kerjanya.
Dengan pikiran itu, Adriel mulai
berkonsentrasi meramu Racun Sembilan Raja Ular.
Tiga hari kemudian.
Di sebuah lembah sekitar 150 km utara
Majaya, kabut darah membubung tinggi ke langit.
Di jalan sempit dan terjal yang
menuju lembah, Guda dan Kevin perlahan berjalan bersama sekelompok pengikut.
"Ayah, aku sudah menyebarkan
kabar mengenai pembukaan harta karun Iblis Darah kepada Adriel, tapi dia nggak
memberikan balasan. Sepertinya dia takut untuk datang," ujar Kevin dengan
nada meremehkan.
"Kerja sama apa? Ternyata dia
hanya membual, bahkan muncul saja dia nggak berani..." lanjutnya.
"Memang wajar, dia hanya berani
di mulut saja. Kudengar setelah meninggalkan sini, dia langsung bersembunyi di
luar Majaya?" balas Guda sambil tersenyum geli.
"Anak itu memang pandai bicara,
tapi tindakannya nggak lebih dari pengecut. Meskipun dia punya sedikit
kemampuan, tindakannya benar-benar memalukan."
Kevin mengangguk setuju, wajahnya
penuh rasa hina.
Mengeluarkan ancaman besar, tetapi
kabur begitu saja. Jika bukan pengecut, apa namanya?
"Aku sempat memperlakukannya
dengan hormat, ternyata aku hanya membuang waktuku," ujar Kevin sambil
mengernyit.
"Meski begitu, Adriel punya
sedikit kemampuan. Jika dia nggak datang, kita mungkin akan menemui sedikit
masalah..."
"Kamu pikir aku akan menaruh
harapan pada orang seperti dia?" balas Guda dengan penuh percaya diri.
Namun, saat itu, tiba-tiba terdengar
suara lantang, seolah-olah guntur menggelegar di udara!
Suara itu membawa kekuatan penuh dan
energi yang sangat positif, membuat udara seolah bergetar.
Kevin langsung melihat ke depan dan
tampak seorang biksu sedang berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Biksu itu
memiliki alis putih panjang dan wajah penuh kedamaian. Dia menyatukan kedua
tangannya dan berkata dengan sopan, "Salam sejahtera bagi kita semua. Aku,
Fahjar, memberi hormat kepada kedua
dermawan."
"Tetua Fahjar dari Kuil Sentosa!"
No comments: