Bab 1156
Saat orang orang menarik napas,
mereka merasa segar dan nyaman, seolah-olah udara yang mereka hirup dipenuhi energi
murni.
"Ini... tingkat apa?" seru
Dante dengan nada terkejut.
"Master Puncak tingkat tujuh,
tapi bagaimana bisa seorang Master Puncak tingkat tujuh memiliki aura yang
begitu kuat?"
Mata Hendro hampir keluar dari
tempatnya, ekspresinya dipenuhi rasa kagum.
Adegan terobosan Adriel terlalu
mengejutkan, aroma obat yang kuat menyebar dari tubuhnya seperti obat berjalan.
Transformasi tubuh dan jiwa?
Pikiran ini tiba-tiba muncul di benak
Hendro.
Darahnya kini seperti ramuan obat,
tubuhnya telah dimurnikan, membersihkan semua kotoran duniawi dan kembali ke
keadaan alami.
Ini benar-benar seperti transformasi
tubuh dan jiwa, bagaikan terlahir kembali.
Adriel keluar dari ruang meditasi,
kulitnya tampak berkilau. Dia berkata kepada Hendro sambil tersenyum,
"Ketika aku naik tingkat menjadi Guru Bumi, kamu akan menjadi orang yang
paling berjasa.
"Selamat atas keberhasilan Tuan
Adriel!" Hendro segera mengucapkan selamat dengan penuh hormat.
"Selamat atas keberhasilan Tuan
Adriel!"
Orang-orang keluarga Gunawan yang
berkumpul di sekeliling mereka dengan penuh kegembiraan ikut mengucapkan
selamat.
Hanya Siska yang berdiri dengan wajah
muram, kedua tangannya terkepal erat.
Hendro memandangnya dengan tatapan
dingin dan berkata, "Apa yang kamu tunggu? Cepat maju dan minta maaf
kepada Tuan Adriel!"
Siska menggertakkan giginya. Dia
memiliki sifat yang keras, dan sungguh tidak ingin meminta maaf.
Namun, Riko yang berdiri di
sampingnya dengan cemas membujuknya, "Ini bukan saatnya untuk keras
kepala..."
Sifat Riko sangat berbeda dari
istrinya. Dia lemah di hadapan kekuatan dan tak ingin membuat Adriel marah.
Asalkan Adriel mengampuni mereka, dia
rela melakukan apa saja.
Melihat suaminya begitu lemah membuat
amarah Siska makin berkobar. Namun, tak ada pilihan lain, dia maju ke depan
dengan gigi terkatup dan berkata, "Aku bodoh dan nggak tahu diri. Aku
telah menyinggung Tuan Adriel. Mohon Tuan Adriel memaafkan kesalahan
bodohku."
Siska memang cantik. Ketika dia
memaksa dirinya untuk menahan rasa malu dan meminta maaf, ada pesona tersendiri
dalam ekspresi penyesalannya.
Namun, Adriel tidak tertarik pada
penyesalan itu. Dia tertarik pada hal lain yang bisa dia dapat!
"Permintaan maaf hanya diucapkan
dengan kata- kata?" tanya Adriel sambil tersenyum kecil.
Mendengar ini, Riko merasakan hawa
dingin menyelimuti dirinya. Apakah bajingan ini mengincar istriku?
Tidak mungkin, 'kan?
Dia mulai merasakan firasat buruk.
Penjahat dari Kota Silas begitu
terkenal di telinganya!
Dengan ketakutan meliputi dirinya,
Riko langsung berlutut dan memohon, "Tuan Adriel, aku yang menyinggungmu,
istriku nggak bersalah. Kumohon, maafkan dia!"
Ketika seseorang melihat hidupnya
diselamatkan, secara alami mereka ingin lebih jauh, berharap hidup mereka tetap
utuh, tanpa dihancurkan oleh penghinaan lebih lanjut.
Plak!
Dante langsung menampar Riko dan
menghardik, " Berani sekali! Di hadapan Tuan Adriel, kamu nggak punya hak
untuk bicara!"
"Tuan Adriel, Riko telah berani
menentangmu. Dia harus dihukum mati!"
Hendro juga tidak menunjukkan belas
kasihan.
Lagi pula, Riko hanya seorang menantu
yang tidak berguna. Kehilangannya tidak akan berarti apa-apa.
Bahkan, dia sengaja membiarkannya
untuk diperlakukan sesuka hati oleh Adriel.
"Sudahlah." Adriel
tiba-tiba tersenyum, seolah- olah memikirkan sesuatu. Lalu, dia menggelengkan
kepala dan berkata, "Lupakan saja."
Hendro tampak bingung. Apakah Adriel
ini tiba-tiba menjadi begitu berbelas kasih?
Namun, Dante dengan cepat menyadari
sesuatu. Mungkin Tuan Adriel menyukai hal yang lebih kstrem...
Sambil menundukkan kepala, Dante
segera berkata, "Tuan Adriel sangat bijaksana! Riko, cepat berterima kasih
kepada Tuan Adriel!"
"Terima kasih, Tuan Adriel!
Terima kasih!" Riko membungkuk berkali-kali, penuh rasa syukur.
Lalu, dengan senyuman yang lebar, Dante
berkata, " Tuan Adriel, sudah waktunya kita berangkat. Perjalanan panjang
akan melelahkan. Bagaimana kalau memberi Siska kesempatan untuk menemani dan
melayanimu di dalam kereta?"
"Bajingan sialan!" kutuk
Riko dalam hati.
Membiarkan istrinya menemani Adriel
dalam kereta sama saja dengan menyerahkannya pada harimau!
Dia memandang Adriel dengan wajah
penuh harapan, berharap Adriel memiliki sedikit martabat, mengingat banyaknya
orang yang hadir di situ.
Namun, Adriel hanya melirik Siska
yang wajahnya penuh kebencian dan dingin, lalu tersenyum dan berkata,
"Boleh juga..."
No comments: