Bab 5
Wajah Regina langsung berubah.
"Apa yang kamu katakan? Di mana Pak Andre? Apa yang terjadi?"
Andre dan Ruben berjalan keluar
sambil memasang ekspresi bersalah. "Maaf, Nona Regina. Kondisi Nona Elin
sangat parah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin!"
Ruben berkata dengan nada enggan,
"Awalnya, operasi berjalan lancar. Tapi entah mengapa, napas Nona Elin
tiba-tiba melemah."
"Nona Regina, bukannya kemampuan
medis kami yang kurang, tapi pasien memang nggak tertolong lagi!"
Plak!
Sebelum selesai memberi penjelasan,
Regina yang emosi telah menampar wajahnya.
"Nona Regina, kamu...."
Ruben menutupi separuh wajahnya yang
terbakar, tanpa berani mengatakan sepatah kata pun.
Tubuh Regina bergetar hebat. Dia
sangat marah. "Bodoh! Bukankah kamu tadi bilang kemampuan medismu pasti
bisa menyelamatkan adikku?"
Ruben membuka mulutnya, tetapi
tenggorokannya seakan-akan tercekat. Dia merasa malu sekali.
"Pak Andre, aku akan bertanya
sekali lagi, apa ada dokter berbakat di Rumah Sakit Perdana kalian? Kalau
terjadi sesuatu pada Elin, kamu dan putra bodohmu pasti akan menanggung
akibatnya...."
Kemarahan Regina membuat Andre dan
putranya sangat ketakutan. Sampai-sampai tangan dan kaki mereka menjadi dingin.
Awalnya, mereka mengira bisa
memberikan kontribusi dan mengambil hati Keluarga Suteja.
Namun, mereka salah mendiagnosis
penyakit. Akibatnya, nyawa gadis kecil itu dipertaruhkan sekarang.
Wajah Andre tampak ragu. Dia juga
tergagap. "Se, sebenarnya masih ada dokter berbakat lainnya. Kita bisa
membiarkannya mencoba."
"Siapa?"
"Nathan Anggoro, Dokter
Nathan!"
Regina tiba-tiba tersadar. "Ya,
ya, masih ada Dokter Nathan. Cepat, cepat undang Dokter Nathan untuk
menyelamatkan adikku. Cepat!"
Ruben sangat cemburu dan berkata,
"Huh! Nathan berada di departemen yang sama denganku. Aku tahu persis
level kemampuannya. Mana mungkin dia bisa mengatasinya."
Tatapan mata Regina dipenuhi dengan
kilatan dingin. " Diam! Kalau dokter goblok sepertimu masih berani
berbicara, aku akarı potong lidahmu!"
Wajah Ruben memucat. Dia tahu bahwa
di mata putri Keluarga Suteja ini, reputasinya telah ternoda. Dia tidak bisa
membalikkan situasi lagi.
Namun, dia sama sekali tidak tahan
melihat Nathan mendapatkan perlakuan istimewa seperti itu.
"Nggak perlu mengundangku. Lagi
pula, menyelamatkan nyawa pasien sudah menjadi tugasku."
Saat ini, Nathan juga telah datang.
1
Dia melirik Regina sekilas. Dia
berkata dengan suara rendah, "Karena kamu kakaknya pasien, nggak
seharusnya kamu melampiaskan amarahmu di sini saat ini."
"Ikutlah denganku. Aku butuh
bantuanmu untuk menyelamatkan nyawa pasien."
Wajah Regina seketika memerah karena
Nathan tiba-tiba menegurnya tanpa alasan yang jelas.
Gadis itu tidak menyangka dokter
kecil ini berani berbicara seperti itu padanya.
Sekretaris itu mengerutkan kening dan
berkata, "Dokter Nathan, harap bersikap sopan kepada Nona Regina."
Nathan sudah berjalan menuju ruang
ICU. Dia berkata tanpa menoleh, "Maaf, aku hanya bertindak sesuai
aturan."
"Kalau aku sudah membuat kalian
nggak senang, kalian boleh menghentikanku menyelamatkan pasien."
Sekretaris itu tertegun dan hampir
ingin mengamuk.
Regina melambaikan tangannya untuk
menghentikannya. Dia menatap punggung Nathan. Dia baru menyadari bahwa dia sama
sekali tidak marah setelah ditegur oleh pria ini.
Di ruang ICU.
Nathan telah mengenakan sarung tangan
dan bersiap menyelamatkan pasien.
Wajah gadis kecil yang berada di meja
operasi itu terlihat pucat pasi. Bahkan, napasnya sudah hampir tidak terdengar
lagi.
Ruben dan ayahnya yang menyaksikan
adegan itu hanya bisa diam-diam mendengus dingin.
Lagi pula, gadis kecil ini tidak
tertolong lagi. Sekarang, mereka akan melihat bagaimana Nathan bisa
.mempertahankan nyawa gadis kecil itu.
Namun, ada bagusnya juga. Jika gadis
kecil dari Keluarga Súteja ini meninggal, mereka juga bisa melemparkan semua
tanggung jawab dan membiarkan Nathan yang menanggung semuanya.
Ruben bertanya dengan dingin,
"Nathan, segala upaya yang memungkinkan sudah kami coba. Apa lagi yang
bisa kamu lakukan?"
Nathan tidak menggubrisnya dan hanya
berkata kepada perawat yang membantunya, "Pisau bedah!"
Setelah menerima pisau bedah, Nathan
segera memotong pergelangan tangan gadis kecil itu tanpa ragu sedikit pun.
Daralı langsung mengalir keluar.
Andre sontak berteriak, "Dokter
Nathan, apa yang kamu lakukan? Vitalitas pasien sudah hampir nggak ada, kenapa
kamu masih membuatnya kehilangan darah?"
Regina juga ketakutan. Melihat tangan
adiknya berdarah, dia juga bingung dengan apa akan dilakukan Dokter Nathan ini.
Nathan berkata dengan datar,
"Mengeluarkan darah untuk mengeluarkan racun dari tubuh anak ini."
"Awalnya, racun hanya menyerang
bagian permukaan kulit, jadi kita bisa langsung menggunakan obat."
"Tapi karena tertunda oleh
kalian, racun kini telah masuk ke dalam aliran darah dan hanya bisa disembuhkan
dengan metode pengambilan darah."
Ruben berkata dengan marah,
"Omong kosong. Mana mungkin Nona Elin terkena racun? Kalau dia memang
terkena racun, aku pasti sudah mengetahuinya dari awal.
Bėgitu selesai mengucapkan kata-kata
itu dengan nada tidak puas, seorang dokter yang sedang mengawasi berkata dengan
suara pelan, "Sepertinya dia memang keracunan. Lihat darah pasien.
Warnanya sudah menghitam."
Saat ini, darah yang mengalir keluar
dari tubuh Elin telah berubah dari merah menjadi hitam kotor. Ini juga
merupakan tanda nyata keracunan.
Ruben seolah-olah dipermalukan di
sana. Wajahnya langsung merah padam.
Andre mengerutkan kening dan berkata,
"Nathan, kamu memang mengeluarkan racun dari darah Nona Elin."
"Tapi anak itu masih begitu
kecil. Kalau kamu terus mengeluarkan darahnya seperti ini, meski pada akhirnya
racunnya berhasil dikeluarkan, dia juga pasti nggak akan tertolong lagi."
Nathan berkata dengan tenang,
"Benar, jadi kita harus memberinya transfusi darah dan membuang racunnya
secara bersamaan."
Andre menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Kamu terlalu menganggap remeh masalah ini. Mustahil bisa
berhasil."
Namun, Nathan telah memandang Regina,
memberi isyarat padanya untuk memperlihatkan pergelangan tangannya.
Regina mengikuti instruksinya. Gadis
itu segera memperlihatkan pergelangan tangannya yang indah dan kulitnya yang
seputih susu.
"Kalian kakak beradik. Aku sudah
menguji golongan darah kalian dan hasilnya cocok. Jadi, kamu bisa memberikan
transfusi darah kepada adikmu."
Andre langsung menegurnya,
"Nathan, jangan sembarangan. Sekalipun Nona Regina dan Nona Elin punya
golongan darah yang sama, kamu juga nggak bisa melakukan transfusi darah begitu
saja."
"Ini bukanlah sembarangan hal.
Kalau kamu bertindak gegabah seperti ini, tekanan darah Nona Elin akan melonjak
tinggi. Saat itu, nggak akan ada seorang pun yang mampu menyelamatkannya."
Dokter tua lainnya juga menasihati.
"Nathan, kamu nggak boleh sembarangan. Nggak ada metode transfusi darah
langsung. Setidaknya, kamu harus membiarkan Nona Regina mengambil darah,
kemudian menggunakan alat untuk mentransfernya ke dalam tubuh Nona Elin. Ini
barz solusi terbaik."
Nathan telah menghubungkan tabung
infus kepada Regina dan Elin.
Kemudian, pria itu menjawab dengan
tenang, "Biasanya, transfusi darah nggak pernah dilakukan dengan cara
seperti ini."
"Tapi sekarang ini situasi
khusus. Kondisi gadis kecil ini nggak bisa ditunda lagi."
Ruben memanfaatkan kesempatan itu
untuk mentertawakannya. "Kata-katamu memang sangat indah, tapi kalau kamu
berani menggunakan metode ini, aku yakin pasti akan terjadi sesuatu."
"Apalagi, bukan hanya Nona Elin
yang akan dalam bahaya, tapi Nona Regina juga akan terlibat."
Nada bicara Nathan berubah dingin.
"Sejak tadi, kamu sudah berulang kali memengaruhiku untuk menyelamatkan
pasien. Karena kamu begitu hebat, bagaimana kalau kamu yang turun tangan
saja?"
Ruben merasa frustrasi dan berkata
sambil menggertakkan giginya, "Baiklah, kamu hebat. Kalau begitu, aku akan
lihat baik-baik bagaimana Dokter Nathan menyelamatkan pasiennya?"
Nathan mendengus dingin. Gerakannya
secepat kilat. Dia tampak menyentuh bagian pembuluh darah Elin.
Tiba-tiba, sebuah pemandangan ajaib
muncul.
Darah di tubuh Regina mengalir ke
dalam tubuh Elin secara otomatis.
Apalagi, darah beracun dalam tubuh
Elin dikeluarkan secara teratur melalui pergelangan tangannya yang lain.
1
Yang satunya mengeluarkan racun dan
yang satunya lagi menerima transfusi darah. Yang ajaibnya, dua proses itu tidak
berpengaruh satu sama lain.
Setelah menerima transfusi darah,
wajah pucat Elin mulai merona.
"Ini...."
Para dokter dan perawat yang
menyaksikan dari samping tampak tercengang.
Andre memandang Nathan dengan tatapan
yang dipenuhi keterkejutan.
"Dokter Nathan, apa teknik yang
barusan kamu gunakan itu... teknik penekanan titik akupunktur dan penyegelan
meridian dari pengobatan kuno?"
No comments: