Bab 640
Yanisha buru-buru menolak,
"Nggak perlu. Kak Cakra lebih cocok berdansa dengan Nindi."
Namun, Belinda masih tak mau
menyerah, Yanisha, ini kan hari ulang tahunmu. Aku yakin pemikiran Nona Nindi
nggak sesempit itu, 'kan?"
Nindi langsung menatap Belinda seraya
tersenyum, "Aku nggak masalah."
"Lihatlah, Nona Nindi sendiri
yang bilang begitu. Yanisha, jangan malu-malu."
Wajah Belinda tetap dihiasi senyuman
anggun nan sopan, tetapi sudut bibirnya menyiratkan sesuatu yang sengit.
Yanisha mulai panik. Matanya terus
melirik ke arah Nindi dan Cakra. Dia bisa menangkap maksud tersembunyi di balik
perkataan Belinda.
Cakra jelas sudah memahami
situasinya. Dia pun menatap Yanisha dan berkata, "Maaf, malam ini aku
hanya ingin berdansa dengan gadis yang kusukai. Tapi aku bisa mencarikan pria
lain buatmu."
"Akhirnya sampai juga, aku nggak
ketinggalan sesi potong kue, 'kan?"
Tepat saat itulah Zovan muncul dengan
santai, diikuti Mario di belakangnya.
Yanisha langsung merasa lega saat
melihat Zovan," Kak Zovan, apa kamu mau dansa denganku?"
"Tentu saja, aku kan harus
melindungimu Nggak akan kubiarkan pria nakal lain ambil kesempatan ini.
Zovan memang sosok yang peka dalam
membaca situasi. Meski tidak tahu persis apa yang terjadi, dia tetap maju
dengan gaya yang elegan dan menawarkan dirinya sebagai pasangan dansa Yanisha.
Zovan kemudian berbisik kepada
Yanisha, "Ada apa ini? Ceritakan secara singkat."
"Bu Belinda memaksa Kak Cakra
dansa denganku, sementara Nindi dibiarkan begitu saja."
Karena hubungan keluarganya, Yanisha
memang lebih dekat dengan Zovan sejak kecil.
Zovan seketika menangkap maksudnya,
"Jadi, keluarga Morris masih belum mau nyerah, ya?"
Keluarga Morris memang ahli menusuk
orang secara diam-diam.
Nindi melihat Yanisha dan Zovan yang
berdansa bersama, lalu tanpa sadar memperhatikan ekspresi Belinda yang tampak
agak kesal.
Nindi menoleh langsung ke arahnya dan
bertanya, " Anda ini ibunya Serena, 'kan?"
"Iya, benar. Kamu ada masalah
denganku?"
Tatapan tajam Belinda sedikit
memudar, tetapi senyuman di bibirnya semakin penuh arti
Dalam hatinya, Belinda tak bisa
menahan rasa penasarannya. Apa yang sebenarnya gadis jalang ini inginkan?
Nindi mengangguk santai, "Iya,
ada yang mau kubicarakan. Semua orang di sini pasti melihat kalau putri Anda,
Serena, sengaja mengajak teman-temannya buat menuduhku mencuri. Dia bahkan
bilang mau melaporkanku ke polisi dan memasukkanku ke penjara selama beberapa
tahun."
Kata-kata Nindi begitu terus terang.
Dalam sekejap, senyum di wajah Belinda pun memudar.
Bukankah tadi Belinda tersenyum
begitu bahagia?
Di dalam hatinya, Belinda sudah
mengutuk Serena habis-habisan. Bagaimana bisa dia melahirkan anak sebodoh ini?
Bukan hanya tak membantu, tetapi malah menjadi beban!
Meskipun hatinya dipenuhi amarah,
Belinda tetap menjaga tutur katanya, "Aku juga baru tahu soal ini. Serena
dari kecil memang mudah dihasut. Dia juga sepertinya cuma terbawa oleh
teman-temannya. Membuat keributan di pesta keluarga Ciptadi seperti ini memang
nggak pantas. Aku sudah menegurnya."
Setelah mengatakannya, Belinda
menoleh ke arah Martha, "Maaf sekali, Serena memang sering berbuat onar
sejak kecil."
"Nggak apa-apa, pertengkaran di
kalangan anak -anak memang biasa. Aku juga nggak menganggapnya serius."
Namun, Martha tentu memahami maksud
tersirat di balik kata-kata Belinda. Itu sebabnya dia segera mengalihkan
pandangannya pada Nindi dan berkata, "Nona Nindi, kedatanganmu ke sini
sebagai tamu untuk merayakan ulang tahun Yanisha, 'kan? Pasti kamu nggak mau
memperpanjang masalah kecil ini dan membuat Yanisha malu, bukan?"
Tatapan Nindi langsung mendingin.
Jadi, ini kerja sama mereka untuk menekannya dengan dalih moral?
Wajah Cakra mengeras, kemudian lebih
dulu berkata, "Dia memang baik hati dan nggak mempermasalahkannya. Tapi
bukan berarti aku juga nggak akan mempermasalahkannya."
No comments: