BAB 15
"Maju!" titah Malvin.
Empat orang anak buahnya segera
menyerbu Jackie. Beberapa teman Darko ngacir dari ruangan tersebut,
meninggalkan pimpinan mereka yang hanya mematung.
Dengan mata kepalanya sendiri dan
mulut terbuka, Darko menyaksikan bagaimana orang-orang yang semestinya satu
komplotan dengannya tersebut mengeroyok Jackie.
Ia pun melongo. Karena begitu mudah,
Jackie mengelak dari serangan orang-orang bersenjata tajam tersebut.
Setelahnya, dia membalas dengan melayangkan pukulan maupun tendangan.
Dhuast!
Bugh!
Bam!
Duak!
"Ughhh!
"Mphhh...!"
Satu demi satu, semua anggota Geng
Ular Berbisa yang mengerubuti Jackie terpental dan merebah tak berdaya di
lantai.
Kocaknya, Darko yang menyaksikan hal
tersebut malah tersenyum walau tampak jelas, ekspresi wajahnya menunjukkan dia
ketakutan.
"Kenapa kamu diam saja?"
Jackie memandang ke arah Malvin yang menatap dia dengan melebarkan mata.
Ya, Malvin terperangah. Selama ini,
tidak ada orang yang mampu menaklukkan Geng Ular Berbisa dengan begitu mudah.
Tapi baru saja, Jackie membuat
sebagian anak buahnya mengambil langkah seribu. Sedangkan Darko yang semestinya
merupakan salah satu orang yang ia percaya hanya mampu berdiri bersandar pada
tembok tanpa bergerak sedikit pun.
"Ayo, maju sini!" tantang
Jackie pada Malvin yang tetap diam saja. Di tangannya, Jackie menggenggam
sebilah celurit yang dirinya rampas dari salah satu bawahan Malvin.
"Ka-kau tidak akan bisa
menyentuhku, J-ja-jackie. Ada 'orang besar' di belakang Geng Ular Berbisa. Jika
kau menghabisiku, dia akan mencarimu!" balas Malvin meski dia sudah
terlihat ciut setengah mati.
"Kalau begitu, sekalian saja.
Biar dia juga aku entaskan supaya perkara di antara kita benar-benar
selesai," tantang Jackie
"Haha...! Hahaha!" dalam
ketakutannya, Malvin berusaha tertawa. "Tidak mungkin kau menghabisi dia,
Jackie! Pak Wanarto berbeda denganku. Dia berkuasa di Kota Bunga ini, kamu
tidak akan sanggup berhadapan dengannya! Haha...!"
Celotehan Malvin tidak membuat Jackie
bereaksi. Dia tetap berdiri tegak seraya menatap kepala dari Geng Ular Berbisa
tersebut. Lalu, bibirnya membentuk seutas senyum tipis.
"Aku jadi ingin bertemu dengan
Pak Wanarto ini..."
Wajah Malvin, yang merasa bahwa
dirinya dilindungi oleh seorang yang berpengaruh, berubah. Bukannya merasa
gentar. Jackie malah menyebutkan ia ingin bertemu dengan Wanarto.
"Hubungi dia sekarang juga.
Suruh dia kemari dalam sepuluh menit. Atau aku akan mengirimkan kepalamu pada
dia," tenang Jackie berucap.
Saat itu, Malvin berpikir bahwa
Jackie telah melakukan kebodohan. Bibirnya terbuka, sembari menyeringai miring.
Adalah sebuah kesalahan bagi Jackie ingin berhadapan dengan Wanarto.
"Ayo, cepat! Aku tidak memiliki
banyak waktu karena aku punya janji untuk makan siang dengan
keluargaku...!" Jackie berujar tidak sabar.
"Hehe...! Hehe...! Jika itu
maumu, baiklah. Aku ingatkan kamu, berhadapan dengan Pak Wanarto sama saja
dengan menyetorkan nyawamu, haha!" Malvin berkata-kata sembari meraih
ponsel.
Diam-diam, Darko yang menyaksikan
semuanya undur diri perlahan-lahan. Dia sudah akan keluar dari tempat dirinya
berada. Tetapi, Jackie memanggilnya.
"Kamul"
Serta-merta Darko menghentikan
langkah. Bagi dia, suara Jackie terdengar malaikat maut menyapa dirinya.
"Bawa jasad Gilang ke depan sana
agar ketika Pak Wanarto datang kemari, dia bisa melihat hulubalangnya sudah
pergi meninggalkan dia!" Jackie memberi perintah.
Segera itu Darko menyahut,
"Siap, Bos!"
Tidak jauh dari Jackie berada, Malvin
menghubungi Wanarto. Sesekali, dia melirik ke arah musuh. la menuturkan semua
yang terjadi di sana pada orang yang melindungi dirinya tersebut.
"Mampus kamu, Jackie! Kamu pikir
aku hanya mengada-ada? Sekarang kamu akan berurusan dengan Pak Wanarto, kau
tidak akan bisa beresembunyi! Hihihi...!" batin - Malvin.
Sepuluh menit kemudian. Dua kendaraan
bermodel van tiba di markas Geng Ular Berbisa. Wanarto turun dari kendaraannya
didampingi oleh dua orang bertubuh kekar.
Raut wajahnya menunjukkan bahwa
dirinya sedang gusar. Dikawal oleh enam orang, Wanarto masuk ke dalam bangunan
yang dirinya sambangi. Ia pun terkejut karena melihat jasad Gilang terikat pada
sebuah pilar.
"Apa yang sebenarnya terjadi di
sini...? Mana Malvin? Malvin! Wanarto memanggil koleganya.
"Pak, untung Bapak datang!"
Malvin keluar dari sebuah ruangan dengan tergopoh-gopoh.
"Mana orang yang sudah
menantangku itu, Malvin?" tanya Wanarto.
"Dia ada-
"Aku di sini!"
Belum sempat Malvin menjawab, terdengar
suara Jackie menjawab dari salah satu ruangan yang ada di situ.
Layaknya para pengawal, anak-anak
buah Wanarto bersiap-siap, seolah mereka akan menghadapi sesuatu.
"Tidak usah kamu bersembunyi
seperti itu. Keluarlah! Kau hanya membuat dirimu itu seperti seorang pengecut,
berengsek!" ujar Wanarto.
"Katanya kau berani untuk
bertemu Pak Wanarto, tetapi kenapa kamu tidak keluar?! Dasar pengecut!"
Malvin ikut-ikutan.
"Mungkin dia baru sadar bahwa
dirinya berada dalam kesulitan. Sehingga, tak berani menampakkan diri."
"Mana ada orang yang berani
berhadapan dengan Pak Wanarto."
"Di mana dia? Bagaimana kalau
kita membawa dia keluar secara paksa!"
"Cari penyakit saja orang
itu!"
Mertilai Jackie bersembunyi, para
anak buah Wanarto berceletuk. Padahal sepertinya, Jackie dengan sengaja belum
mau menampakkan diri.
"Jangan membuang-baung waktuku.
Katanya kau ingin bertemu langsung dengan diriku. Tetapi hanya mengeluarkan
suaramu saja. Kenapa? Kamu takut?" sambut Wanarto.
"Ayo, tunjukkan dirimu!"
"Jangan sampai kami menyusulmu
dan menyeretmu untuk berjumpa dengan pimpinan kami, bangsat!"
"Jika kamu memang takut, tak
usah menantang-tantang!"
"Keluar kemari, Keparat! Jangan
bersembunyi!"
Sekali lagi, para anak buah Wanarto
turut mengintimidasi Jackie. Malvin semaking girang karena menilai lawan kena
batunya.
"Samuel Wanarto..."
Serta-merta, markas Geng Ular berbisa
menjadi hening. Sebab, baik Malvin maupun seluruh bawahan Wanarto mendengar
Jackie menyebut nama lengkap pimpinan mereka.
"D-dia... tahu nama
panjangku?!" kaget Wanarto.
"Kamu sepertinya sok jagoan
sekarang. Pasti kau merasa senang karena sudah keluar dari Penjara Bawah
Sembilan..., bukan begitu?" Jackie berkata-kata lagi.
Sekarang, tampak jelas Wanarto mulai
gelisah. Ternyata, orang yang ingin berjumpa dengannya mengetahui dia pernah
mendekam di Bwah Sembilan. Meski begitu, ia berusaha menenangkan diri.
"Masih ingatkah kamu bagaimana
kau tidak mau keluar dari selmu karena ada para anggota mafia Anggrek Berdarah
yang selalu menerormu? Sebab mereka senang meminta uang padamu dan jika kamu
tidak memiserinya..., kamu tahu cerita selanjutnya, bukan?"
Semakinlah Wanarto merasa kikuk.
Malvin dan seluruh anak buah dia memandangi Wanarto percaya tidak percaya.
Ternyata, pemimpin mereka tidak ada apa-apanya saat berada dalam penjara.
"Si-siapa kamu?! Ba-bagaimana
bisa kamu mengetahui apa yang terjadi denganku di Bawah Sembilan?!"
Ruangan tempat Jackie berada terbuka.
la melangkah keluar. "Samuel, ini aku," ucap Jackie. Dengan langkah
pasti penuh percaya diri, Jackie menunjukan dirinya di hadapan orang yang
dirinya kenal.
"C-ce-celaka... aku sudah
berbicara sembarangan! Aku tidak tahu jika itu kamu...." Wanarto bersuara
dengan gemetaran. Para bawahannya terbingung-bingung karena dia berlutut dan
berucap, "Dewa Muda, maafkan aku!"
No comments: