Bab 639
Kata-kata Martha langsung menarik
perhatian semua orang.
Semua orang pernah mendengar bahwa
perjodohan antara keluarga Julian dan keluarga Morris batal, karena Cakra
menyukai gadis lain di luar sana.
Alhasil, dia mencampakkan Sofia.
Nindi merasakan tatapan semua orang
tertuju padanya, hingga dirinya merasa sedikit tidak nyaman.
Dia mendongak dan bertatapan dengan
Cakra, tetapi sorot mata pria itu begitu dalam dan sulit ditebak. Jadi, entah
apa yang ada dalam pikirannya.
Cákra menatapnya tajam, lalu berkata
dengan datar, "Kalau sekarang, belum."
Mendengar jawaban itu, ekspresi
Belinda seketika berubah puas. Seperti dugaannya, mana mungkin Cakra akan
secara terbuka mengakui gadis dari keluarga kecil ini sebagai pacarnya?
Mungkin saat ini Cakra hanya tertarik
pada Nindi, tetapi pada akhirnya, dia pasti akan memilih wanita yang lebih
sepadan untuk dinikahi dan melanjutkan keturunan
Belinda merasa tidak seharusnya dia
membiarkan Sofia pergi menemani Riska ke rumah sakit, karena melihat adegan ini
dengan mata kepala sendiri juga cukup menyenangkan.
Para pria mungkin gemar berbicara
manis, tetapi saat menghadapi situasi penting, mereka pasti tetap berpikir
dengan jernih.
"Tapi, bukankah barusan kamu
panggil Nona Nindi sebagai pacarmu?" tanya Martha dengan sengaja.
"Karena aku belum berhasil
mendapatkan hatinya. Jadi, itu masih angan-anganku saja."
Suara pria itu terdengar tenang
sekaligus penuh kasih sayang.
Begitu mendengar kata-katanya, dada
Nindi terasa seolah dihantam sesuatu dengan keras. Hatinya yang semula tenang
kini bergolak hebat.
Dia tak menyangka bahwa Cakra berani
merendahkan dirinya sedemikian rupa di depan semua orang.
Senyuman Martha seketika membeku. Dia
cukup terkejut, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Nindi. Tak disangka,
gadis ini ternyata begitu lihai hingga bisa membuat Cakra tunduk padanya.
Belinda masih mempertahankan senyum
di wajahnya, tetapi senyum itu tampak tidak tulus. Bagaimana bisa dia senang
melihat calon menantu yang sudah diincarnya selama bertahun-tahun tiba-tiba
direbut oleh orang lain? Siapa pun pasti akan merasa kesal.
"Kalau begitu, Kak Cakra harus
berusaha lebih keras lagi. Nindi punya banyak penggemar di kampus."
Saat itu juga Yanisha maju dan
langsung menggandeng lengan Nindi, 'Kalau Kak Cakra nggak usaha yang serius,
nanti Nindi bisa direbut orang lain, lho."
Seusai Yanisha bicara, Martha
langsung mengerutkan kening, "Yanisha, jangan ngomong sembarangan."
"Aduh, Bibi, aku nggak ngomong
sembarangan. Ini memang benar, kok."
Yanisha tetap bersikap tenang saat
mendukung Nindi. Dia tahu bahwa orang-orang di lingkungan sosial menganggap
Nindi dengan sebelah mata. Mereka menganggap Nindi tak punya status, hanya
seorang gadis biasa dari keluarga Lesmana.
"Aku akan berusaha keras."
Cakra menundukkan pandangannya ke
arah Yanisha, "Selamat ulang tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Aku masih
ingat saat kamu masih kecil dulu."
"Iya, dulu aku suka lari-lari
mengejar kalian, tapi karena kakiku kurang kuat, aku sering jatuh dan terluka.
Jadi, kalian selalu dimarahi oleh Nenek Andrea."
Yanisha bercerita sejenak tentang
masa lalu. Hal itu membuat suasana hatinya membaik, "Nanti ada sesi dansa,
ayo kita ikut. Nindi, kamu bisa menari?"
Nindi pun mengangguk,
"Sedikit."
Bagaimanapun, saat masih di Kota
Alana, keluarga Lesmana termasuk keluarga terpandang. Dia sudah terbiasa
menghadiri acara seperti ini berkali-kali.
Yanisha mengulurkan tangan ke
arahnya, "Kalau begitu, mau berdansa denganku?"
Saat itu, Belinda yang berada di
dekat mereka langsung angkat bicara, "Yanisha, mana ada wanita yang
mengajak wanita lain berdansa? Lebih baik kamu dansa dengan Kak Cakra saja.
Kalian kan sudah kenal sejak kecil."
Martha buru-buru menimpali,
"Benar sekali! Awalnya, kamu harus berdansa dengan Pak Darren. Tapi,
bagaimana kalau sekarang dengan Pak Cakra saja?"
Nindi melirik Belinda dengan cermat.
Seperti dugaan, wanita ini memang seorang ahli bermain licik.
Jika ucapan ini dikatakan orang lain,
mungkin akan menimbulkan rasa iri dan benci saat melihat Yanisha berdansa
dengan Cakra.
Belinda bahkan sengaja menambahkan
embel-embel bahwa mereka sudah kenal dari kecil.
No comments: