BAB 4
Kiko dan kedua temannya maju. Jackie
menyempatkan membawa tubuh Sherina berlindung di belakang dia.
"Hyeaaah...!" pekik Kiko
sembari melayangkan tinju ke arah Jackie.
Hanya dengan satu gerakan, Jackie
bisa mengelak dari pukulan Kiko. Tanpa disangka-sangka oleh dua teman Kiko,
Jackie malah menyerang mereka.
Buagh!
Dhuast!
Jackie melayangkan sepakan kaki kiri
ke arah kepala musuh yang berada di kiri. Setelahnya, lengan kirinya bergerak
untuk mendaratkan hantaman pada wajah musuh yang datang dari kanan.
Tak ayal lagi, dua lawan Jackie itu
langsung lunglai dan roboh ke tanah. Bukan apa-apa. Tendangan Jackie mendarat
tepat pada rahang lawan, sedangkan pukulanuya mendarat telak di hidung musuh
yang satu lagi.
Seketika itu Kiko terkejut. Melihat
temannya dibuat tidak berdaya hanya dengan dua gerakan, dia berang.
"Berengsek! Akan aku lumatkan dirimu menggunakan tanganku sendiri.
Bersiaplah!"
Usai berkata-kata, Kiko langsung
bergerak maju. Tangan kanannya pun melepas pukulan. Tapi yang terjadi tidak
sesuai dengan apa yang dirinya ucapkan.
Tap!
Krtk!
"Ghaaakh...!"
Nyaris tanpa bergerak, Jackie
menangkap lengan Kiko. Kemudian, dia memelintir tangan musuh. Dari suara yang
timbul akibat apa yang dia lakukan, jelas sudah lengan Kiko tidak utuh lagi.
Lemas karena terkena pelintiran
Jackie, Kiko langsung bertelut di atas tanah. Wajah dia yang sebelumnya beringas
sekarang menjadi culun.
Sejak Jackie datang ke situ,
orang-orang di sekitar yang mengetahui bagaimana Kiko berusaha melakukan hal
yang tidak terpuji terhadap Sherina berkurumun di mulut gang. Sekarang, mereka
melihat Kiko dan teman-teman ditaklukkan begitu cepat oleh Jackie.
"Yeaaah...!"
Prok..., prok.... prok!
"Bagus, Jackie!"
"Hajar dia supaya tobat!"
"Sekarang anak sok jagoan itu
tidak akan berani lagi macam-macam di sini!"
Orang-orang yang menyaksikan
bagaimana Jackie mengatasi para preman itu bertepuk tangan dan memuji tindakan
dia.
"Ingat ini: kami tidak bekerja
sendiri, Jackie. Akan ada orang yang membalas apa yang telah kau lakukan pada
kami. Karena, kami adalah para anggota Geng Ular Berbisa!"
Sempat-sempatnya Kiko mengancam.
Padahal, tangan kanannya sudah memiliki bentuk tidak sempurna.
Mendengar perkataan musuh, Jackie
hanya diam. la menatap Kiko tepat di mata dengan sorot mata dingin.
Srek!
Tek!
Bagai tahu ada batu kerikil
tergeletak dekat ujung kaki kirinya, tahu-tahu kaki Jackie melakukan hentakan
kecil. Walau demikian, dampaknya luar biasa.
Layaknya diarahkan, batu tersebut
langsung melayang ke arah Kiko. Sangking cepatnya, Kiko tidak sempat mengelak.
Sret!
Sekarang. Kiko dibuat ternganga oleh
Jackie. Batu itu melesat tepat di samping kepalanya. Ia dapat merasakan, bagian
kanan kepalanya tergesek oleh sesuatu.
Kemudian, Kiko mengetahui ada cairan
menetes dari situ. Dia tidak mengetahui. Sebagian rambutnya juga sudah tidak
ada pada tempatnya. Sontak, Kiko merasa gentar karena keahlian yang ditunjukkan
oleh Jackie tersebut.
"A-am-ampuni aku, Jackie.
To-tolong... jangan bunuh aku!" mohon Kiko pada Jackie.
"Pergi dari sini sekarang juga
dan jangan ganggu adikku atau siapapun di daerah sini. Atau, aku akan
melenyapkan kalian. Bahkan keluarga kalian tidak perlu melakukan upacara
pemakaman untuk kamu semua," balas Jackie datar.
Tidak mau lagi berada di hadapan
Jackie yang saat itu bak berubah menjadi sosok yang angker di mata mereka, Kiko
dan dua kawannya bangkit lalu buru-buru pergi dari gang tempat mereka berada.
Tidak lama kemudian, Jackie telah
tiba di rumahnya. Bangunan itu bukanlah tempat tinggal yang ia kenal sebelum
mendekam dalam Bawah Sembilan.
Dulu, rumahnya sebesar 100 meter
persegi. Sekarang, kediaman keluarganya hanyalah rumah kontrakan sebesar 30
meter persegi.
"Ja-jackie...? Jackie...!"
Melihat siapa yang datang, Anita,
ibunda Jackie langsung menyongsong putranya dengan setengah berlari. Lantas,
keduanya saling berdekapan. Anita menitikkan air mata.
"Jackie anakku..., akhirnya,
kamu kembali!" ucap Anita terisak-isak.
"Ibu..., aku rindu pada
ibu!" Jackie berujar sembari merapatkan wajah pada pipi ibunya.
"Apakah kamu baik-baik saja,
Nak?" tanya Anita.
"Menurut ibu, kondisiku
bagaimana?" balas Jackie bertanya, seraya melepaskan Anita dari
pelukannya. Dia memegangi kedua pangkal lengan sang bunda sembari tersenyum.
"Puji Tuhan, kamu tampak luar
biasa!" Anita memuji anak sulungnya.
"Ibu harus melihat bagaimana
tadi kakak menghajar Kiko dan teman-teman premannya itu!" Sherina berkata
penuh perasaan bangga.
"Tu-tunggu... Kiko? Apa yang
kamu lakukan terhadap dia, Jackie?" Anita bertanya dengan ekspresi
khawatir.
"Dia mengganggu Sherina. Jadi,
aku terpaksa memberi pelajaran pada mereka," santai Jackie menenangkan
ibunya.
"Tapi..." Anita bermaksud
untuk kembali berusara, akan tetapi putranya sudah memotong.
"Sudahlah, Bu. Semuanya telah
selesai. Mari kita masuk ke dalam. Aku sudah ingin menikmati suasana rumah
bersama kalian."
Masuk ke dalam rumah mereka, Jackie,
Anita, dan Sherina berbincang-bincang. Dalam perjalanan pulang, Jackie
menyempatkan diri membeli sedikit oleh-oleh untuk mereka.
Berbincang sambil mengudap, Anita
mulai menuturkan apa yang terjadi selama Jackie tidak bersama dengan mereka.
"Aku dan ayahmu meminjam uang
demi membebaskan kamu dari penjara. Tetapi..., belum juga kami berhasil
mengumpulkan jumlah yang dibutuhkan untuk menebusmu, orang-orang yang uangnya
kami pinjam malah sudah menuntut untuk dikembalikan," tutur Anita lirih.
Terang saja hati Jackie saat itu
terluka. Dia tidak pernah tahu kedua orangtuanya sampai meminjam uang demi
membebaskan dia dari Bawah Sembilan. Mereka belum mengetahui, penjara malah
membuat Jackie menjadi seseorang yang disegani.
"Ibu, seharusnya ibu dan ayah
tidak perlu melakukan hal tersebut. Aku baik-baik saja di dalam sana. Seperti
yang ibu lihat. Aku sehat dan gagah!" Jackie berusaha menghibur sang
bunda. "Oh, ya. Lantas, bagaimana dengan kondisi ayah? Aku ingin bertemu
dengan beliau."
Untuk sejenak, Anita terdiam. Ia
silih bertatapan dengan Sherina. Terang saja Jackie langsung mengetahui, ada
yang tidak beres dengan kondisi ayahnya yang sedang terbaring di rumah sakit.
"Ibu, Anita..., ada apa.
Memangnya ayah kenapa?" cecar Jackie.
"Sebelum kamu datang tadi, ibu
bermaksud untuk ke rumah sakit, Jackie," tutur Anita akhirnya.
"Bu, ayah sakit apa?"
Jackie mengulangi pertanyaannya dengan kata-kata yang berbeda.
Anita sudah membuka mulut, tetapi dia
seperti tidak mampu mengelaurkan suara. Akhirnya, Sherinalah yang buka suara.
"Ka-kata dokter di rumah
sakit..., ayah... menderita alergi langka yang aneh, Kak," Sherina berucap
dengan agak terbata-bata.
"Alergi langka yang aneh? Apa
maksudnya? Seharusnya dokter memberitahu dengan spesifik apa sakit yang ayah
derita!" ngotot Jackie menutut penjelasan.
"Kakak, ibu harap kamu tetap
tenang. Karena kemarin, dokter yang merawat ayahmu mengatakan bahwa kondisi
beliau sudah kritis," Anita menjelaskan. Tampak benar bahwa kata-kata yang
keluar dari bibirnya itu berat untuk dirinya ucapkan.
Dewa Agung telah melatih Jackie untuk
bisa mengenali penyakit seseorang dengan hanya melihat dan mendengar keluhan
penderitanya. Sekarang, Jackie mengetahui seperti apa kondisi ayahnya.
No comments: