Bab 623
Darren menoleh dan menatap tajam ke
arah Witan. " Diam kamu! Nindi juga bagian dari keluarga Lesmana."
Sania mendengar itu dan langsung
merasa kesal sampai ingin membunuh seseorang.
Nindi, si wanita jalang ini, telah
memutuskan hubungan dengan keluarganya. Bagaimana dia masih bisa dianggap
Keluarga Lesmana?
Nindi langsung merebut kembali undangan
dari tangan Serena. "Sudah lihat jelas, 'kan? Sekarang kembalikan!"
Serena merasa sangat tidak nyaman.
Dia sudah meneliti undangan itu dan tahu kalau itu asli, namanya juga tidak
diubah.
Saat melihat Sania, dia langsung
mencibir. " keluarga Lesmana juga pantas dapat undangan, ya?"
Sania tersenyum sinis. "Tentu
saja! Kak Darren diundang langsung oleh Nyonya Martha."
"Ck ck, keluarga orang kaya
baru."
Serena berbalik dan pergi dengan
marah. Dia pasti tidak akan melepaskan Nindi, si jalang itu, di pesta hari ini.
Nindi menggenggam undangannya erat.
"Lihat baik -baik. Aku juga menerima undangan."
Darren menatap undangan itu dan
langsung menebak kalau itu pasti dari Yanisha. Tak disangka hubungan mereka
begitu dekat. Belakangan ini, hubungannya dengan Yanisha memang makin renggang.
Setelah berpikir sejenak, dia
berkata, "Karena kamu juga datang ke pesta malam ini, kamu tetap bagian
dari keluarga Lesman. Kalau hubunganku dengan keluarga Ciptadi yang makin baik,
itu juga akan menguntungkanmu."
Tatapan Nindi penuh dengan ejekan.
"Tentu saja nggak."
Dia sama sekali tidak berniat
menyelamatkan kehormatan kepada keluarga Lesmana. Bagaimanapun juga, mereka
akan segera bermusuhan.
Witan langsung membentak dengan
marah, "Kak Darren, bukankah kamu sudah janji nggak akan membiarkan Nindi
datang ke pesta ini?"
Sania juga berkata dengan sedih,
"Kak Darren, sebelumnya aku bilang ingin gaun itu, tapi kamu bilang sudah
kehabisan. Kenapa sekarang malah dipakai oleh Nindi? Aku tahu aku bukan anak
kandung, tapi kamu nggak perlu membohongiku seperti ini."
Darren langsung marah hingga
pelipisnya berdenyut. "Aku membohongimu apa? Nindi bisa memakai gaun itu
karena dia mampu membelinya sendiri!"
Tak bisa dipungkiri, saat ini Nindi
jauh lebih sukses daripada Sania.
Apalagi setelah acara pertemuan
terakhir, Darren menyadari kalau teknologi Al perusahaannya masih jauh
tertinggal dari Patera Akasia. Saat itu, dia mulai menyesal.
Dulu, Nindi memang ahli dalam bidang
ini. Bahkan sistem tembok pelindung Grup Lesmana pun dibuat olehnya.
Andai saja sejak awal dia
mempertahankan Nindi di keluarga Lesmana.
Keluarga Lesmana tidak lagi sama
seperti sebelumnya. Leo bahkan tidak datang hari ini. Darren tahu bahwa bocah
itu membencinya.
Mendengar ucapan Sania, Witan
langsung berbalik dan membentak Nindi. "Nindi, kamu nggak tahu malu, ya?
Sania sudah lebih dulu menyukai gaun ini, kenapa kamu merebutnya?"
"Bukannya kalian yang nggak tahu
malu? Apa semua yang kalian mau pasti harus jadi milik kalian? Memangnya kalian
sehebat apa? Kenapa nggak sekalian minta Tuhan untuk pindah tempat duduk agar
kalian bisa duduk?"
Ketika Galuh mendengar apa yang
dikatakan keluarga Lesmana, dia langsung naik pitam.
Sungguh tidak tahu malu.
Sania menarik lengan Witan.
"Sudahlah, Kak Witan, aku ini tahu diri."
"Nggak bisa! Kamu ini pacarku,
dan kelak akan jadi istriku. Aku harus membela hakmu!"
Witan menatap Nindi dengan angkuh.
"Cepat lepas gaun itu! Kamu nggak pantas memakainya!"
"Maksudmu aku harus melepas
gaunku sendiri cuma karena Sania menyukainya tapi nggak bisa membelinya?
"Ya! Kamu sudah membuat kakak
iparmu kesal, jadi harus mengganti gaun itu. Apa kamu nggak mengerti sopan
santun?" ujar Witan dengan percaya diri.
Nindi menatap Darren, sorot matanya
penuh ejekan. "Apa menurutmu aku masih ingin kembali dengan keluarga yang
seperti ini?"
Darren terdiam. Saat melihat tatapan
dingin Nindi dan mendengar ucapan Witan, entah kenapa hatinya merasa tidak
nyaman.
Mungkin dia baru sadar kalau ucapan
Witan itu memang keterlaluan atau mungkin dia juga baru sadar kalau dulu dia
juga memperlakukan Nindi seperti itu.
Galuh langsung membalas dengan ketus.
"Cuma orang bodoh yang mau kembali ke keluarga yang kejam seperti ini.
Seorang adik angkat iri karena Nindi mengenakan gaun bagus, lalu ngotot minta
dia melepasnya? Cih, benar-benar nggak tahu malu!
Witan langsung membelalakkan mata dan
membentak Galuh. "Apa kamu bilang tadi? Coba ulangi lagi!"
No comments: