Bab 638
Cakra berkata dengan sinis,
"Lagi-lagi Bu Audy salah sangka. Bukan Nindi yang ngejar-ngejar aku, tapi
aku yang mendekatinya."
Nindi langsung tersedak mendengar
kata-kata itu.
Bagaimana bisa dia bisa mengatakan
hal seperti ini di depan umum?
Audy akhirnya terdiam, lalu berkata
sinis, "
Pokoknya, keluarga seperti keluarga
Lesmana nggak mungkin melahirkan gadis baik-baik. Orang tuanya saja nggak baik,
pantas saja mereka nggak punya sopan santun."
Begitu mendengarnya, ekspresi Nindi
langsung berubah dingin, "Sania sama sekali bukan anak kandung orang
tuaku. Dia cuma anak angkat."
Audy masih saja mencibir, "Tetap
saja sama, memang apa bedanya?"
"Perbedaannya sangat
besar."
Tatapan Cakra semakin dingin,
"Orang tua Nindi cuma membesarkan dia, bukan Sania. Itu jelas berbeda.
Sama seperti ... kalau suami Bu Audy punya anak di luar, tapi anak itu bukan
yang kamu besarkan sendiri. Apakah itu sama?"
Cakra dengan santainya menyebut soal
anak haram. Alhasil, raut wajah Audy seketika berubah drastis.
Audy tidak berani bicara lagi.
Bagaimanapun, urusan anak haram itu benar-benar memalukan. Dia bahkan berencana
menutupinya diam-diam. Andai sampai lebih banyak lagi yang terbongkar, pasti
akan lebih sulit lagi dikendalikan.
"Iya, iya, itu beda. Memang
jadinya lain cerita kalau ada pria yang melindungi."
Nada suara Audy dipenuhi sindiran,
jelas tak mau kalah begitu saja.
Tatapan Cakra seketika menjadi jauh
lebih dingin, " Kalau begitu, mungkin Bu Audy seharusnya bertanya pada
diri sendiri. Kenapa suamimu nggak pernah membelamu? Apa karena kamu diam-diam
mau menyingkirkan anak haram itu? Bahkan sampai menyusun rencana kecelakaan
buat membunuhnya?"
Begitu kalimat itu keluar, Galih yang
selama ini diam langsung melangkah ke depan dengan raut murka, "Jadi,
kecelakaan itu memang ulahmu? Dasar wanita kejam!"
"Kenapa memang kalau aku yang
melakukannya! Anak haram dari perempuan jalang itu nggak pantas masuk ke
keluarga Gunawan!"
Audy sangat marah hingga membentak
penuh amarah.
Pria paruh baya yang marah besar itu
langsung menampar sang istri. Akan tetapi, Audy juga bukan tipikal yang
menyerah begitu saja. Dia langsung membalas. Keduanya pun mulai saling serang
di depan semua orang.
Keributan yang awalnya membahas Nindi
dan Cakra, kini berubah menjadi drama rumah tangga keluarga Gunawan.
Sepasang suami istri itu pergi dengan
wajah penuh amarah dan rasa malu.
Nindi hanya bisa menatap kejadian itu
dengan melongo. Dia tahu Cakra sengaja melakukan semua ini untuk membelanya.
Nindi hanya bisa menatap kejadian itu
dengan melongo. Dia tahu Cakra sengaja melakukan semua ini untuk membelanya.
Dia kemudian diam-diam melirik pria
di sebelahnya. Wajahnya tampak tegas, masih setampan biasanya.
Saat itulah, Belinda angkat bicara,
"Cakra, Bu Audy memang orangnya blak-blakan. Dia sebenarnya nggak punya
niat jahat."
"Meskipun nggak punya niat
jahat, setidaknya harus bisa memahami perkataan orang, 'kan?"
Nada suaranya sedingin es. Siapa pun
bisa melihat bahwa dia sedang membela Nindi. Namun, Audy masih saja terus
menyerang Nindi. Jadi, jangan salahkan dia kalau bersikap lebih keras.
Ekspresi Belinda sedikit berubah. Dia
tidak menyangka Cakra akan membela perempuan tak berharga ini dengan begitu
terang-terangan.
Padahal, dia tahu bahwa keluarga
mereka dan keluarga Cakra pernah membahas soal pertunangan. Jadi, Cakra
benar-benar tidak peduli dengan reputasi keluarga Morris?
Meski hatinya kesal, wajah Belinda
tetap menyunggingkan senyuman, "Cakra, Bu Audy tadi cuina sedang emosi.
Lagi pula, hari ini adalah pesta ulang tahun keluarga Ciptadi. Bisakah kamu
sedikit menghargainya?"
Nindi akhirnya melihat sosok Belinda
yang sering digosipkan. Dalam sekejap, dia langsung mengerti bahwa hubungannya
dengan Cakra beda dari yang lainnya.
Detik berikutnya, Belinda berbalik ke
arahnya dan tersenyum, "Nona Nindi, kamu setuju, 'kan? Bagaimanapun juga,
ini adalah ulang tahun temanmu. Semua kekacauan ini pasti sedikit mengganggu
suasana."
Nindi sudah tahu bahwa orang-orang
dari keluarga Morris memang karakternya sama saja.
Akan tetapi, apa yang perlu dilakukan
hari ini sudah lebih dari cukup. Dalam hatinya, Nindi merasa cukup puas.
Nindi mengangguk sambil tersenyum,
"Yang Anda kayakan benar."
Yanisha pun segera menjelaskan,
"Tante Belinda, aku sama sekali nggak masalah. Aku juga nggak menyalahkan
Nindi."
Segalanya justru berjalan lancar
berkat Nindi hari ini.
Belinda tersenyum dengan makna
tersembunyi, " Aku tahu kok, kalian semua memang anak-anak yang
baik."
Namun, Martha malah menoleh ke arah
Cakra dengan tatapan penuh tanya, "Pak Cakra, apa Nona Nindi benar-benar
pacarmu?"
No comments: