Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 3

 

BAB 3

 

Juan merogoh ke saku pakaian yang ia kenakan, kemudian mengeluarkan sehelai kartu. "Nona Halim memberikan kartu namanya untukmu. Ia berpesan, apabila kamu butuh sesuatu, kamu bisa menghubungi día."

 

Sejurus, Jackie terdiam memandangi kartu yang disodorkan oleh Juan. Lambat-lambat, dia mengambil kartu itu dari tangan sang kepala lapas.

 

"Aneh sekali kamu itu, tidak mau menerima bayaran dari orang sekaya dia padahal kamu sudah menyelamatkan nyawanya. Katanya dia sudah menawarkan apa saja yang kamu inginkan, betulkah?" tanya Juan.

 

"Ya, dia memang bilang begitu. Aku hanya ingin membuktikan pada Vanessa bahwa aku mau mengobati dia tanpa menerima bayaran sedikitpun," sahut Jackie diiringi senyum tak kentara. Ia memasukkan kartu Vanessa ke dalam dompet.

 

"Kainu sudah terpapar oleh ajaran suhu sinting itu!" Juan berkomentar diiringi senyum kocak.

 

"Guruku itu memang agak tidak waras, Jackie menanggapi dengan senyum. Untuk sejenak, kenangan saat dirinya dilatih oleh Dewa Agung terlintas dalam kepalanya. Dia berkata lagi, "Tapi tanpa dia, aku tidak dapat menjadi seperti sekarang, Pak."

 

"Prinsipnya selalu sama. Ambil yang baik-baiknya dan buang yang buruk," ujar Juan bijak.

 

"Dan segila-gilanya Dewa Agung, ia tidak pernah mengajarkan hal yang buruk padaku. Baiklah, Pak. Aku harus pergi. Aku ingin segera bertemu dengan keluargaku," pamit Jackie.

 

Begitu Jackie melangkah meninggalkan mereka, para sipir memandangi dia dengan penuh rasa kagum.

 

"Sementara ada di antara tahanan yang berstatus residivis, dia menaklukkan mereka dan pergi dari sini sebagai seseorang yang disegani," celetuk salah satu sipir.

 

"Belum pernah ada orang yang keluar dari sini dengan menyandang predikat 'Dewa Bawah Sembilan kecuali kamu, Jackie Chandra!" tandas Juan.

 

Di Kota Bunga, tepatnya di kawasan Pesanggrahan. Pada pinggir mulut sebuah jalan yang hanya dapat dilintasi sebuah kendaraan terdapat sebuah gerobak kecil yang berjualan makanan.

 

Tampak ada tiga orang pria yang tengah berbincang dengan seorang wanita muda. Kemudian sepertinya, permbicaraan mereka memanas. Tahu-tahu saja, dua dari tiga pria tersebut menggulingkan gerbok tersebut.

 

Seketika itu, si perempuan bertelut di hadapan lawan-lawan bicaranya. "Bang, ampun, Bang. Maafkan saya belum bisa membayar uang keamanan... ayah saya sedang sakit keras. Beliau membutuhkan biaya yang sangat besar jadi-…

 

"Heh, kamu pikir ayahmu itu adalah urusan kami, hah?!" potong salah satu pria dengan membentak. Kedua matanya membeliak seolah mengancam. Sepertinya, dia merupakan pemimpin dari kelompok tersebut.

 

"Ta-tapi..."

 

"Kamu berdagangan di sini dan semua orang yang membuka usaha di daerah sini harus menyetorkan uang keamanan pada kami!" laki-laki yang lain turut menyerobot kata-kata si wanita.

 

"Bolehkah saya membayarnya nanti, karena untuk saat ini, saya harus membayar biaya pengobatan ayah saya...!" mohon si gadis dengan memelas. Sepasang matanya sudah tergenang oleh air.

 

Dua orang preman itu memandang ke arah pemimpin mereka yang menatap perempuan belia tersebut dengan mengangkat dagu.

 

Perlahan-lahan, lelaki yang mengenakan setelan rapi namun tidak tampak perlente itu tersenyum, kemudian berucap, "Baik, baik. Begini saja. Jika kau memang tak bisa membayar uang keamanan itu, bagaimana jika kamu membayarnya menggunakan tubuhmu?!"

 

Sang gadis yang berucucuran air mata terperangah. Dia sudali meminta ampun demi dapat lolos dari tagihan uang kemanan para preman tersebut. Tapi sekarang, rupanya mereka berniat melakukan sesuatu terhadap dirinya.

 

"Bawa cewek ini!" kata si pemimpin preman.

 

"Tidak, tidak, jangan...!"

 

"Ayo ikut dengan kami!"

 

"Jangan, tolong, jangan...!"

 

Dua orang preman meraih kedua lengan gadis itu dan menyeret dia. Pemimpin mereka melangkah jumawa ke arah sebuah gang.

 

Sangat disayangkan. Ada beberapa orang di sana yang menyaksikan apa yang terjadi, namun tak satu pun di antara mereka yang dapat berbuat apa-apa.

 

"Bang, jangan, Bang. Saya berjanji akan membayar uang keamanan itu... tapi jangan-"

 

"Diam, kamu! Kau bisa bebas dari uang keamanan apabila kamu melayani kami secara reguler!" kata si pemimpin pereman dan teman-temannya tertawa senang.

 

"Hahahaha...!"

 

Setibanya di gang buntu yang menjadi tujuan mereka, para preman berusaha menelanjangi korban mereka. Gadis tersebut sudah meronta-ronta, akan tetapi tenaganya tidak sebanding dengan orang-orang yang sudah mengerubuti dia.

 

"Tidak.... jangan!" jerit si perempuan belia.

 

"Jangan berontak, gadis manis. Awalnya kamu akan merasa sakit dan ternodai. Tapi kalau sudah biasa, enak rasanya!" ujar si pemimpin perman. Belum apa-apa, dia sudah akan membuka celana.

 

"Lepaskan adikku...!"

 

Tiba-tiba saja aktivitas busuk ketiga orang itu terhenti begitu mereka menyadari ada orang yang masuk dalam gang tempat mereka berada. Ketiganya segera menoleh ke belakang dan terperangah. Jackie hadir di sana.

 

Mendapat kesempatan untuk lolos, Sherina segera menerobos orang-orang yang berusaha merudapaksa dirinya dan buru-buru lari ke arah abangnya.

 

"Kakak...!" seru Sherina dan segera memeluk Jackie.

 

Tiga tahun yang lalu, Sherina yang memiliki bakat bermusik luar biasa mengikuti ujian saringan masuk Institut Seni Bunga dan berhasil mendapat kursi di Fakultas Seni Musik milik universitas seni terbaik Negara Nagaka itu.

 

Sherina semestinya melanjutkan pendidikannya. Akan tetapi, sekarang dia terpaksa berjualan nasi rames. Kini Jackie dapat melihat wajah adiknya yang dulu bersinar kuyu. Sherina juga tidak lagi mengenakan baju yang semodis biasanya.

 

Mengetahui apa yang terjadi pada adiknya, hati Jackie bergetar. Ia masuk penjara karena membela adiknya yang digoda oleh para pemuda kaya yang bertingkah berandalan. Baru saja, adiknya nyaris mendapat perlakuan yang lebih buruk lagi.

 

"Jackie..., bukankah semestinya kau masih mendekam dalam penjara?" ucap si pemimpin preman.

 

Dia adalah Kiko Liando, Ayahnya memiliki beberapa toko di daerah sana. Banyak uang, Kiko yang hanya ongkang-ongkang kaki pun bergaul dengan para preman. Sehingga, perilakunya menjadi sama dengan kawan-kawannya.

 

"Aku sudah keluar," jawab Jackie dengan gaya tenangnya.

 

"Hahaha...!" Kiko tertawa geli seolah apa yang dikatakan Jackie sebegitu kocaknya. "Jackie, apakah kamu kabur dari Bawah Sembilan? Jangan-jangan kamu menjadi buronan sekarang?"

 

Perkataan Kiko membuat Sherina memandangi Jackie dengan perasaan khawatir. Menyadari adiknya gelisah hanya karena kata-kata Kiko, Jackie langsung menyahut.

 

"Aku berkelakuan baik selama di Bawah Sembilan dan membantu polisi menangkap bandit-bandit seperti kalian. Jadi, aku mendapatkan abolisi," papar Jackie santai.

 

Tetapi rupanya, apa yang dia ucapkan membuat Kiko dan kawan-kawan gusar. Mereka takut Jackie datang ke sana atas perintah polisi dan mereka akan ditangkap.

 

"Jadi maksudmu, kau akan menyerahkan kami pada polisi?" tanya Kiko geram.

 

"Jika kalian tidak mau menyerah, terpaksa. Tapi jika kalian meminta maaf dengan bertekuk lutut di hadapanku, aku tidak akan mengundang mereka," Jackie kembali berucap dengan kalem.

 

"Hooo.... begitu? Baiklah. Terpaksa, akulah yang akan membuatmu bertekuk lutut di hadapan kami, napi! Teman-teman, hajar dia!"

 

Bab Lengkap

Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 3 Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 3 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on April 26, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.