Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 7

 

BAB 7

 

"Anda ingin melihat buktinya? Baiklah. Tidak usah nanti. Akan kutunjukkan sekarang juga," ucap Jackie.

 

William tersenyum diiringi dengusan, terkesan meremehkan. "Silakan saja. Anda bisa menggunakan ruangan ini, tetapi kami tidak mau meminjamkan perangkat apa-apa karena takutnya, kalau Anda gagal, nanti kami kena getahnya," ucap William melanjutkan.

 

"Oh ya, saya ingatkan. Anda tetap harus membayar biaya perawatan Pak Hendra."

 

Jackie memandangi William sesaat, lalu dia berucap, "Bagaimana kalau kita bertaruh, Dokter? Apabila aku berhasil menyembuhkan ayahku, rumah sakit ini harus mengembalikan biaya perawatan ayahku pada kami. Jika tidak, kami tetap harus membayar."

 

"Jackie...!" sergah Anita. Namun, William tergelak.

 

"Hahahaha...!"

 

Selain William, dua rang perawat yang bersama dengan dia juga cekikikan tanpa bersuara. Mereka malah menutup bibir menggunakan telapak tangan, kemudian William kembali berusara.

 

"Dengar, Anak Muda. Kau tidak perlu menuntut rumah sakit ini untuk mengembalikan biaya perawatan ayahmu," tutur William. Kemudian dengan yakin dia meneruskan.

 

"Begini saja, aku ingin melihat. Jika kau memang mampu menyembuhkan Pak Hendra, biar aku pribadi yang akan mengembalikan seluruh uang yang telah kalian keluarkan untuk merawat beliau. Tetapi kalau gagal, kalian mesti tetap melunasi semuanya."

 

"Sepakat!" sambar Jackie.

 

Dia membalikkan badan dan melangkah mendekat pada ayahnya. Saat itulah Anita dan Sherina yang sejak tadi merasa was-was dengan ketegangan yang tercipta antara Jackie dengan William berkata padanya.

 

"Jackie, apakah tidak lebih baik kita menyerahkan perawatan ayahmu pada Dokter William?"

 

"Kak, ibu benar. Kita akan mengeluarkan biaya besar, akan tetapi ada jaminan ayah akan sembuh."

 

Tetap tenang, Jackie tersenyum pada ibu dan adiknya. "Ibu, Sherina, percayalah padaku. Aku dapat menyembuhkan ayah. Kalau kalian menemukan aku berdusta, biar aku yang menanggung seluruh biaya perawatan ayah."

 

Melihat gaya Jackie berkata dengan sangat meyakinkan, Anita juga Sherina tidak mampu berkata-kata lagi. Mereka hanya bisa menghela napas dan silih bertatapan. Sherina mengangguk-angguk kecil dan Anita menatap berserah pada putranya.

 

Begitu tiba di sisi Hendra, Jackie tersenyum seraya berucap, "Ayah, Ayah akan mengizinkan aku merawat Ayah, bukan?" ucapnya lembut.

 

"Aku selalu percaya padamu, Nak. Rawatlah aku seperti yang kamu kehendaki," jawab Hendra diiringi senyum. Tangannya yang lemah menggenggam lengan anak laki-lakinya.

 

Dari balik jaket yang dirinya kenakan, Jackie pun mengeluarkan gulungan jarum-jarum akupunktur. William dan dua perawatnya yang penasan mendekat. Melihat alat-alat terapi yang dikeluarkan Jackie, dia berceletuk.

 

"Tahun berapa ini..., kamu pikir nyawa Pak Hendra bisa diselematkan menggunakan jarum-jarum itu?"

 

Komentar William membuat Jackie mengarahkan tatapannya pada si dokter. "Seandaikan Anda merasa tidak berkenan dengan apa yang akan aku lakukan, Dokter, sebaiknya Anda keluar saja dari sini. Aku tidak suka diganggu oleh orang cerewet pada saat bekerja."

 

Disebut cerewet oleh Jackie, seketika itu William terdiam dan hanya bisa memandang Jackie dengan perasaan dongkol.

 

Sedangkan sang Dewa Bawah Sembilan bersiap-siap. Dia telah menyiapkan tiga belas jarum. Kemudian ia mengambil napas dengan mata tertutup.

 

Apa yang dirinya lakukan sama seperti pada saat merawat Vanessa. Saat itu, Jackie merapal qi. Sedetik kemudian, ia membuka mata. Dalam hati, dia berkata-kata.

 

"Teknik Dewa Pemulih Raga, Tiga Belas Jarum Kehidupan: Sentuhan Penyembuh!"

 

Kedua mata William seolah tak berkedip tatkala Jackie menempelkan jarum pada beberapa titik tertentu di tubuh Hendra.

 

"Titik-titik meridian... tapi apa semua itu? Aku tidak memahaminya!" batin William tercengang.

 

Akhirnya, Jackie menempatkan jarum terakhir yang berada dalam tangannya, tepat di perut Hendra. Bagai tahu apa yang bakal terjadi, Jackie cepat-cepat mengambil sebuah wadah yang berada di sana.

 

"Hoeeek!"

 

Benar saja. Hendra tiba-tiba mengangkat tubuh. Anita dan Sherina terkejut. Seketika itu Hendra menyemburkan darah. Namun, darahnya itu berwarna ungu.

 

"Suamiku!"

 

"Ayah!"

 

Anita dan Sherina memekik kompak. Mimik William berubah, dia tampak senang saat menyaksikan peristiwa tersebut. Akan tetapi, Jackie tetap tenang.

 

Tiga kali mulut Hendra memuntahkan cairan ungu kental tersebut. Tetapi setelah itu, benar-benar berhenti. Lantas, Hendra menoleh ke arah anaknya.

 

"Ja-jackie..., apa yang kamu lakukan padaku?" tanya Hendra.

 

Semaxinlah William girang. Menurut dia, Hendra pasti merasakan sesuatu yang tidak normal dengan badannya.

 

"Kenapa, Ayah? Apa yang Ayah rasakan?" tanya Jackie sabar.

 

"Ba-badanku... badanku terasa segar rasanyal Sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya!" ucap Hendra. Kali ini, ia memandang pada William.

 

"Pak Hendra, jangan mengada-ada. Katakan terus terang apa yang Anda rasakan?!" cecar William percaya tidak percaya.

 

"Sebelum ini kepalaku berat rasanya, perutku juga selalu tidak enak. Tetapi sekarang, kepalaku menjadi ringan dan perutku baik-baik saja. Malahan... aku lapar," polos Hendra bertutur.

 

Sontak, mata William tertuju pada Jackie. Orang yang ia tatap sama sekali tidak menunjukkan gelagat apapun. Namun kemudian, Jackie berucap.

 

"Ayahku menderita sindrom anti imun, Dokter. Baru saja, katakanlah aku mengembalikan kondisinya menjadi normal."

 

Seketika itu dua perawat yang bersama William memandang pada atasan mereka. Serasa dibuat bodoh, sang Dokter Jenius hanya bisa mematung.

 

Tidak tahan karena seolah dipermalukan oleh seorang mantan napi, tahu-tahu saja William keluar dari ruang tempat Hendra dirawat tersebut. Dua orang perawatnya menyusul dengan terbirit-birit.

 

"Aku.... aku lapar," keluh Hendra. Akan tetapi, wajahnya terlihat cerah.

 

Telah membawa makanan dari rumah, Anita dan Sherina segera mempersiapkan makanan untuk Hendra.

 

Keluarga kecil itu merasa riang. Karena sebelumnya, kondisi Hendra membuat dia lemah sama sekali. Tetapi kini, sang ayah makan dengan lahap sementara Jackie menceritakan dari mana dia bisa menguasai ilmu pengobatan.

 

"Orang itu mengajari Kakak ilmu medis selama di penjara? Kakak beruntung sekali!" ujar Sherina.

 

"Begitulah. Sekarang kita..."

 

Belum juga Jackie selesai dengan apa yang akan dirinya katakan, pintu ruang rawat inap itu kembali terbuka.

 

Kali itu seorang berpakaian dokter yang berusia setengah baya dan kawannya yang lebih muda hadir bersama anggota keamanan.

 

Dia Baron Rudiyanto, direktur utama Rumah Sakit Bunga Asih. Sedangkan rekannya adalah Dokter Dendy.

 

"Apa yang telah kau lakukan dirumah sakitku, Anak Muda?! Berani-beraninya kau mempraktikkan ilmu nujum di sini... jelaskan padaku sekarang juga, cepat!"

 

"Aku hanya mengobati ayahku, Dok. Apa ada yang salah dengan itu?" sambut Jackie kalem saja, sembari bangkit dari tempat ia duduk.

 

"Katakan padaku apa yang kamu lakukan, atau aku akan mengusirmu dari sini secara paksa!" geram Baron.

 

"Dokter Baron, sabar. Izinkan saya berbicara dengan anak muda ini," Dendy menenangkan atasannya. Dia melangkah mendekat pada Jackie.

 

William telah memberitahu Dendy, apa yang Jackie praktikkan pada Hendra, la hampir dapat memastikan. Jackie menggunakan teknik akupunktur "Tiga Belas Jarum Kehidupan' dan dirinya sangat tertarik terhadap metode tersebut.

 

Bab Lengkap

Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 7 Monster Penjara Kembali Ke Kota ~ Bab 7 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on April 26, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.