Bab 283
Nindi tidak ingin bicara terlalu
banyak dengan Cakra.
Insiden terakhir tentang rekaman CCTV
hampir saja membuat Cakra terbunuh.
Masalah ini melibatkan keluarga
Morris melalui Seno, dan Nindi tidak ingin Cakra terlibat lebih jauh. Cakra
seharusnya kembali ke Kota Antaram dan menjalani hidup yang damai.
Namun, Nindi masih harus menghadapi
keluarga Lesmana, dan kehidupannya ke depan tidak akan pernah tenang.
Cakra tidak banyak bertanya,
"Hari sudah malam, lebih baik kamu cepat istirahat."
Setelah telepon ditutup, ekspresi
lembut Cakra berubah dingin.
Dia melempar ponselnya ke samping dan
berkata, Cari tahu apa sebenarnya masalah antara Seno dan Nindi."
Zovan bertanya, "Dia nggak
cerita sama kamu?"
"Nggak."
"Aneh banget, si Lemon biasanya
kan cukup bergantung sama kamu. Kalau ada apa-apa, pasti cerita. Kok kali ini
nggak cerita?"
Cakra juga merasa ada perubahan dalam
sikap Nindi.
Dia menebak-nebak apa yang sebenarnya
dipikirkan gadis itu, lalu menatap Zovan. "Nggak usah banyak omong. Cari
tahu!"
Zovan mengangkat bahu,
"Sebenarnya nggak perlu dicari lagi. Barusan aku sempat lihat forum kampus
Universitas Yasawirya. Seno itu kapten dari markas tim LeSky Gaming di kampus.
Dia dikenal sebagai pria mesum yang sering mengincar mahasiswa baru. Si Lemon
'kan cantik, jago main game pula, jadi dia pasti jadi target Seno. Sore tadi,
Seno bahkan sempat nembak Nindi di depan asrama."
Melihat ekspresi Cakra berubah
semakin suram, Zovan buru-buru menambahkan, "Tapi tenang, si Lemon nolak
dia. Kayaknya Seno sakit hati, terus nyuap ibu asrama buat masuk ke dalam.
Mungkin dia mau berbuat jahat."
Tatapan Cakra seketika dingin,
senyumnya mengerikan.
Dengan nada ringan, dia berkata,
"Hancurkan Seno."
Zovan ragu sejenak, "Tapi Nindi
sekarang udah cukup kuat. Mungkin kamu harus belajar melepaskan. Tanpa kamu
turun tangan, Seno juga pasti bakal kena hukumannya sendiri."
Cakra menundukkan kepala sedikit,
"Aku tahu."
Zovan melanjutkan, "Kalau bukan
aku yang cepat, si Lemon pasti udah ketahuan. Sofia dan ibumu lagi sibuk
mencari tahu siapa cewek yang ikut kamu pas kecelakaan mobil waktu itu."
Cakra terdiam.
Di luar kamar, seorang wanita paruh
baya mendengar percakapan tersebut. Ekspresinya langsung berubah dingin.
Pintu ruang perawatan didorong
terbuka.
Dia masuk dengan senyum di wajahnya,
"Nak, kamu sudah merasa lebih baik?"
"Bu, aku bisa keluar rumah sakit
hari ini."
"Syukurlah. Aku sudah janjian
dengan keluarga Morris. Kita akan makan malam bersama nanti untuk membahas
hubungan kalian."
Ekspresi Cakra tetap datar, "Bu,
aku nggak pernah setuju bertunangan dengan putri keluarga Morris."
"Kamu kan sudah cukup dewasa. Keluarga
Morris itu cocok buat kita, baik dari segi status maupun kondisi mereka. Apa
yang kurang dari mereka?"
"Bu, aku tahu apa yang aku mau.
Jangan terlalu dekat dengan mereka lagi. Kalau nanti ada masalah, yang repot
justru Ibu sendiri."
Sikap Cakra begitu tegas.
Ibu Riska naik darah, "Apa ini
karena gadis yang bersama kamu waktu kecelakaan? Makanya kamu nggak mau
bertunangan dengan Nona Morris?"
"Meski nggak ada gadis itu, aku
tetap nggak akan bertunangan dengan keluarga Morris. Ibu, lupakan saja rencana
itu."
"Cakra, kamu makin nggak menurut
saja. Masalah ini nggak bisa kamu tentukan sendiri."
Wanita paruh baya itu meninggalkan
kamar dengan kesal.
Di luar, dia memerintahkan
asistennya, "Cari tahu siapa si Lemon itu. Apa latar belakangnya!"
Gadis kecil dari luar sana, mana
pantas mendekati anaknya?
Harus segera diatasi!
Keesokan harinya, Universitas
Yasawirya dihebohkan dengan kabar seorang pria berdandan ala perempuan yang
menyusup ke asrama wanita.
No comments: