Bab 31 Mengira Elisa Sangat Miskin
...
"Cuma bercanda, kok." Furi
tidak menganggapinya dengan serius. Dia melirik Elisa. "Yang penting kamu
sudah tahu. Kalau ada masalah, beri tahu Kakak. Meski Kakak cuma seorang
direktur eksekutif, tapi Kakak bisa membantumu dalam urusan hubungan
sosial."
Elisa agak terkejut. Furi adalah
direktur eksekutif ?
Dilihat dari penampilannya, dia
terlihat seperti pegawai biasa... Oh tidak, dia salah paham.
"Ada satu hal lagi," kata
Furi. "Aku ingin minta bantuanmu, Elis."
Elisa mengangkat alisnya.
"Katakan saja, Kak."
Furi menengok ke kiri dan kanan, lalu
berbisik, " Kali ini, Pak Girin datang ke Kota Sulga karena cucunya yang
hilang. Cucunya diculik dan dibawa ke sini. Sebelumnya sudah ada petunjuk, tapi
sekarang nggak ada kabar lagi. Kamu kenal banyak orang karena pernah mengobati
mereka, apa kamu bisa membantu Kakak mencari cucunya?"
Elisa teringat permintaan yang dia
tolak sebelumnya.
Dia dan putri ketujuh keluarga
Suherman benar-benar berjodoh.
"Oke." Elisa tidak banyak
bertanya.
Furi juga tidak ingin membuatnya
lebih lelah lagi. " Lebih baik aku antar kamu pulang, jalanan ini lumayan
gelap."
Elisa tidak menolak dan terus
melangkah maju.
Awalnya Furi pikir Elis akan pergi ke
kompleks perumahan mewah di sebelah karena hanya rumah seperti itulah yang
sesuai dengan gaya Elis.
Namun, tanpa disangka Elis malah
masuk ke sebuah gang kecil yang di dalamnya tidak ada banyak orang. Lampu
jalannya berkedip kedip dan jalannya juga berlubang-lubang.
Setelah berjalan beberapa saat, Furi
mengerutkan keningnya.
Elisa akhirnya berhenti di sebuah
klinik pengobatan tradisional. Menyebutnya sebagai klinik pengobatan
tradisional adalah pujian bagi tempat ini.
Klinik itu berada di tepi jalan,
bangunannya tua serta kecil, dan ada papan nama di dekat pintu.
Pijat kaki 60 ribu, pijat 100 ribu,
dan paket ramuan herbal hemat tertulis di papan nama itu.
Ini jelas-jelas "toko pijat
kaki" dan kelihatannya juga tidak punya izin yang legal!
Furi menatap Elisa. "Elis, ini
apa?"
"Rumah nenekku." Elisa
mengambil kembali tasnya.
Namun, Furi menatapnya dengan
kasihan. "Itu Elis, kalau keluargamu kesulitan uang, Kakak bisa memberimu
rumah..."
Elisa memotong perkataannya.
"Kakak berpikir terlalu berlebihan. Aku nggak miskin, kok."
Kamu tinggal di tempat seperti ini,
tapi kamu bilang kamu tidak miskin?
Furi mengambil napas dalam-dalam.
"Kamu nggak perlu sungkan sama Kakak. Kamu masih muda tapi harus
menanggung beban berat keluargamu dan melakukan praktik medis di luar. Pantas
saja kamu nggak pergi ke sekolah, itu pasti karena ingin memberikan lebih
banyak uang untuk keluargamu, ' kan!"
Elisa membiarkan Furi berfantasi
tanpa menjelaskan karena penjelasannya terlalu rumit.
1
"Gimana Kakak saja, deh."
Elisa menjawab tanpa ragu.
Furi menatapnya dengan ekspresi
seperti melihat adik yang bodoh. Dia memejamkan matanya dan memberikan saran
padanya, "Kakak kasih tahu kamu, keluarga Suherman dan orang di rumah
sakit itu kaya raya, jadi biaya pengobatanmu harus mahal! Jangan cuma 2 juta,
kamu harus minta 200 miliar! Itu saja masih kurang!"
"Ya, ya, aku tahu." Elisa
mengangguk. Perkataan kakaknya tidak salah. Dia memang melakukan praktik medis,
memberikan perawatan jangka panjang ke orang-orang, dan tentu saja dia harus
mengikuti harga pasar.
Furi masih menggelengkan kepalanya.
"Tentu saja aku akan mencari solusi untukmu dalam hal ini!"
Elisa ingin mengatakan tidak perlu,
tetapi Furi sudah pergi sambil mengibaskan tangan seolah dia akan segera
kembali untuk memberinya biaya pengobatan.
Elisa tersenyum dan tidak
memanggilnya.
Sekarang sudah sangat larut, pukul
setengah sepuluh. Nenek mungkin sudah tidur, jadi neneknya tidak mungkin
membiarkannya masuk untuk bertamu.
Elisa membuka pintu dengan pikiran
seperti itu. Tanpa disangka yang dia lihat adalah kekacauan yang luar biasa!
Meja obat terlihat paling berantakan.
Ruangan ini terlihat seperti telah digeledah dengan kasar oleh seseorang!
Tanaman obat tercecer di mana-mana,
keranjang obat hancur, ember untuk merendam kaki penyok -penyok, dan buku-buku
kedokteran terkoyak sampai sampulnya terbuka...
No comments: