Bab 401
Nindi terkejut dan melirik pria di
sebelahnya.
"Kamu kenapa?" tanyanya
dengan ragu.
Nindi pikir terjadi sesuatu sehingga
Cakra mengerem.
"Aku melamun tadi."
Cakra menatap mobil di depan, tetapi
pikirannya benar-benar kosong.
Mungkinkah keluarga Lesmana sudah
tahu tentang ini?
Sepanjang perjalanan, Cakra sangat
berharap jalan ini bisa lebih panjang.
Karena begitu Nindi tiba di rumah
sakit dan bertanya pada Nando tentang siapa sebenarnya orang yang ada di dalam
mobil dan menyebabkan kecelakaan itu, hubungannya dengan Nindi tidak akan bisa
seperti sekarang lagi.
Namun, perjalanan mereka sangat
lancar, bahkan tidak ada kemacetan.
Nindi melirik ke luar rumah sakit dan
berkata kepada Cakra, "Kalau kamu ada urusan, kamu bisa pergi duluan.
Nanti aku bisa pulang naik taksi sendiri."
"Aku akan menunggumu di
sini."
Tatapan Cakra tampak serius. Dia
ingin menunggu hasilnya.
Hasil yang akan menentukan segalanya.
Nindi mengangguk, lalu berbalik turun
dari mobil
Namun, Cakra tiba-tiba memanggilnya
lagi, "Nindi.
Nindi menoleh dan melihat ekspresi
Cakra yang tampak ragu untuk berbicara. Dia kembali mendekati mobil. "Ada
apa?"
Tangan Cakra berkeringat karena
gugup.
Dia mengerucutkan bibirnya.
"Nggak ada."
"Kalau ada yang mau kamu
katakan, katakan saja. Jangan bertele-tele."
"Aku cuma mau bilang, apa pun
yang terjadi setelah ini, aku akan selalu menjadi pendukung terkuatmu."
Nindi tersenyum tipis. "Aku
mengerti. Nanti kalau ada perkembangan, aku akan memberimu kabar."
Setelah itu, dia berbalik dan masuk
ke rumah sakit. Cakra menatap kepergiannya dengan ekspresi rumit.
Cakra menyalakan sebatang rokok, dia
merasa bahwa waktu belum pernah terasa selama ini sebelumnya.
Akhirnya, hari ini pasti akan datang
juga, bukan?
Nindi masuk ke bangsal Nando dan
melihat Candra membujuk kakakknya untuk makan.
Begitu melihatnya, Nando langsung
gembira. " Nindi, kamu datang! Sudah makan belum? Kalau bilang dari tadi,
aku bisa menyuruh Candra menjemputmu."
"Nggak perlu, aku memutuskan
datang secara mendadak."
Dia menantap Nando dengan ekspresi
acuh. "Aku ingin tahu kebenaran tentang kecelakaan itu."
"Nona, bisakah kita menunggu
sampai bos selesai makan? Perutnya... "
"Nggak perlu, aku nggak lapar.
Jangan buat Nindi menunggu lama."
Nando langsung menyela Candra,
menyingkap selimut dan hendak bangun dari tempat tidur.
Nindi melihat punggung tangan Nando
yang penuh memar karena jarum suntik. Dia pun menundukkan pandangannya.
"Sebaiknya kamu makan dulu."
Candra sangat gembira. "Bos,
lihat! Bahkan Nona Nindi juga menyuruhmu makan. Setidaknya hormati dia,
ya?"
Nando ragu sejenak, tetapi dia
akhirnya duduk kembali dan mulai makan.
Saat makan, dia mengusap sudut
matanya yang sedikit basah. "Sudah lama sekali keluarga kita nggak makan
bersama."
Dia masih ingat bahwa Nindi sering
memasak saat pertemuan keluarga mereka.
Nindi selalu menyesuaikan masakan
dengan selera masing-masing anggota keluarga.
Namun, sejak Nindi pergi, keluarga
Lesmana tidak pernah berkumpul lagi. Bahkan, vila mereka di Yunaria terasa
begitu sepi.
Nindi juga tidak berbicara.
Bangsal itu sunyi senyap.
Candra melihat Nando makan dengan
lahap dan tersenyum gembira ke arah Nindi. "Belakangan ini bos nggak
pernah makan dengan baik. Cuma Nona Nindi yang bisa membujuknya."
"Jangan berikan aku beban
sebesar itu. Aku nggak sanggup menerimanya."
Nindi sekarang sangat sensitif
terhadap kata-kata ini.
Candra segera meminta maaf,
"Maaf, aku nggak bermaksud begitu."
Setelah Nando selesai makan, Candra
membereskan peralatan makan dan meninggalkan bangsal.
Barulah saat itu Nindi menatapnya.
"Sekarang, kamu sudah bisa bicara, bukan?"
"Nindi, penyelidikan atas apa
yang terjadi saat itu sudah selesai. Kalau kamu nggak ingat apa pun, buat apa
mengetahui semuanya? Itu cuma akan jadi beban untukmu."
No comments: