Bab 51
Nindi seketika kebingungan saat
mendengar suara Sania.
Sania berlari untuk berteduh di bawah
payung Nindi sambil mengangkat tas ke kepala guna melindungi diri dari hujan.
Ekspresinya terlihat polos saat bertanya, "Payungku dipinjam teman
sekelas, bolehkah berpayung bersamamu?"
"Nggak boleh."
Nindi refleks berbalik dan pergi,
tidak memberi Sania kesempatan sedikit pun.
Sania hanya diam di tempat, tampak
tidak percaya. Hujan deras langsung mengguyur basah pakaiannya. Tidak disangka,
Nindi berani menolak di hadapan begitu banyak orang!
Ekspresi Sania menjadi lebih muram.
Awalnya, dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki hubungannya
dengan Nindi.
Bagaimanapun juga, Sania menyadari
perubahan Kak Nando dan Kak Leo. Hatinya pun agak cemas.
Jika Nindi benar-benar dirayu
kembali, masih adakah tempat bagi Sania di tengah keluarga Lesmana selanjutnya?
Oleh karena itu, dia punya rencana
untuk berdamai dengan Nindi.
Di luar dugaan, Nindi malah bersikap
begitu kejam. Jadi, jangan salahkan dia kalau perlu bersikap kasar.
Dalam mobil mewah yang terparkir di
tepi jalan.
Zovan melihat kejadian tersebut dari
kejauhan seraya berkata, "Si Lemon cukup pemarah, ya. Dia langsung
menolak.
Cakra memperhatikan dengan serius
seraya menimpali, "Jangan menjadi orang yang terlalu baik hati."
Sania menjadi penyebab dari semua hal
yang dialami Nindi. Meskipun beberapa kakak laki-lakinya tidak peka dengan
dirinya, gadis bernama Sania ini pun tidak sesederhana penampilannya.
Nindi kembali ke kelas, lalu
menggantungkan payungnya di belakang.
Tidak lama kemudian, Sania yang
tubuhnya basah kuyup pun kembali ke kelas. Penampilannya begitu menyedihkan.
Menyaksikan itu, guru yang mengajar
pun tidak tahan lagi untuk bertanya, "Sania, apa kamu nggak bawa payung
hari ini? Kalau basah kuyup begini, bisa -bisa kamu flu."
Sania tampak pucat pasi saat
menjawab, "Aku baik-baik saja."
Si Dua buru-buru menimpali,
"Nindi meninggalkan Sania begitu saja dan jalan sendiri pakai payung,
makanya Sania kehujanan. Memang keterlaluan."
Nindi menunjukkan ekspresi kesal, si
Dua yang menyebalkan datang lagi.
Belum sempat Nindi bicara, Ketua
Kelas sudah lebih dulu bersuara, "Aku jelas-jelas lihat Sania meminjamkan
payung untuk orang lain, dia malah memaksa berteduh pakai payung Nindi dan
Nindi menolak. Jadi, apa masalahnya?"
Si Dua pun membantah, "Hujannya
sederas ini, lho. Kalau memang nggak mau, mestinya Nindi nggak meninggalkan
orang lain begitu saja."
Ketua Kelas tidak kalah sengit saat
membalas, "
Sanía bisa jalan bersama orang yang
dia pinjamkan payung, kenapa harus paksa Nindi? Jelas-jelas Nindi nggak suka
Sania, masih saja mencari masalah. Sekarang, malah menuduh Nindi
meninggalkannya. Jadi, siapa yang lebih keterlaluan? Siapa yang bersikap main
paksa?"
Ketua Kelas bergegas menegaskan
situasi lewat penjelasan kejadian yang rasional.
Nindi agak terkejut mendapati Ketua
Kelas menyaksikan semua itu hingga membelanya.
Padahal, Nindi tidak punya teman
sebelumnya.
Si Dua pun terhenyak. "Intinya,
meninggalkan orang itu salah," kukuhnya.
Sania tidak menyangka jika ada yang
membela Nindi. Sebelum ini, Nindi adalah orang terasingkan di kelas.
Sania melayangkan raut wajah mengerti
kepada Guru sebelum berbicara, "Guru, aku betulan baik -baik saja. Ini
cuma salah paham."
Sang Guru berdeham pelan dan tidak
bertanya lagi. " Oke. Kita mulai pelajarannya sekarang," pungkasnya.
2
Di luar dugaan Sania, sang Guru
benar-benar mengabaikannya di tempat dan tidak bertanya lebih lanjut.
'Sial!'
'Ini berbeda dengan perkiraanku!'
Usai pelajaran berakhir, Nindi segera
pergi ke toilet.
Saat Nindi keluar bilik toilet,
kebetulan dia bertemu si Dua tengah bergosip dengan orang lain.
Kehadiran Nindi sontak mengheningkan
suasana wastafel.
Si Dua terdengar sinis saat berkata,
"Ada orang, nih. Jelas-jelas bersalah, tapi merasa si paling benar.
Mentang-mentang anak keluarga kaya, sombong sekali!" 1
Orang itu sengaja mencipratkan air
bekas cuci tangan ke tubuh Nindi.
Sejujurnya, Nindi sudah kesal saat
jadwal menstruasinya tiba, tetapi ada saja kehadiran lain yang selalu
mengganggu.
Lantas, dia menendang ember pel
hingga terlontar jauh.
Si Dua tampak ketakutan dan
berteriak, "Apa maumu, hah?"
Nindi melotot penuh emosi. "Lain
kali, mulutmu akan kusiram pakai air. Kamu percaya, nggak? Biar mulut busukmu
bersih!"
No comments: