Bab 402
Inilah sebabnya mengapa mereka tidak
memberi tahu Nindi saat itu.
Nindi mengernyitkan dahinya.
"Tapi sekarang aku sudah dewasa, bukan anak kecil lagi. Aku berhak
tahu."
"Oke. Kak Brando pasti sudah
kasih tahu kamu kalau ada orang lain di dalam mobil yang menyebabkan kecelakaan
itu, 'kan? Yang kami tahu, orang yang duduk di dalam mobil itu adalah seseorang
dari keluarga kaya dan berpengaruh di Yunaria."
"Terus kamu nggak tahu siapa
orangnya?"
Nando menggeleng. "Nggak. Jalan
itu baru saja dibuka, kamera pengawas belum aktif, dan kejadian itu terjadi waktu
malam hari. Jadi, orang di dalam mobil kemungkinan besar melarikan diri dalam
gelap."
"Tapi kalau dia cuma duduk di
dalam mobil, itu artinya bukan dia yang menyetir, 'kan?"
Toh, yang menerobos lampu merah
adalah sang sopir.
Nando mengangguk. "Secara
logika, itu benar. Tapi karena orang itu kabur, mau nggak mau aku curiga dialah
yang sebenarnya mengemudi. Kalau bukan dia, untuk apa dia lari?"
Nindi juga merasa masuk akal.
Kenapa dia melarikan diri kalau dia
tidak salah?
Nindi mengernyit. "Tapi aku sama
sekali nggak bisa ingat apa yang terjadi saat itu. Aku juga nggak tahu apa
pelakunya sopir itu atau bukan. Apa kalian kecewa padaku?"
Karena saat itu adalah hari ulang
tahunnya, orang tuanya lupa membeli kue.
Jadi, dia merengek ingin makan kue,
lalu orang tuanya memilih melewati jalan baru agar lebih cepat dan akhirnya
kecelakaan itu terjadi.
"Ya, aku sangat kecewa
padamu."
Darren mendorong pintu kamar rumah
sakit dan masuk, di belakangnya ada Brando dan Leo.
Ekspresi Nando sedikit berubah.
"Kak Darren, kenapa kamu datang ke sini?"
"Untung saja aku datang. Kalau
nggak, aku nggak akan tahu kalau Nindi masih nggak tahu malu untuk menanyakan
hal ini."
Darren menatap Nindi dengan dingin.
"Karena Brando keceplosan, terus kamu pikir kamu bisa menangkap
pembunuhnya dan menebus dosa-dosamu, ya? Apa dengan begitu orang tua kita bisa
hidup lagi?"
Mata Nindi langsung memerah.
Nando berdiri di depan Nindi.
"Kak Darren, kata katamu terlalu keterlaluan. Saat itu dia masih kecil,
apa salahnya?"
"Benar, Kak Darren. Sekarang
Nindi memang sedikit memberontak, tapi kalau kita mendidiknya dengan baik, dia
pasti akan mengerti."
Brando ikut menengahi. Bagaimanapun
caranya, dia pasti bisa memberi anak itu pelajaran.
"Hah! Aku nggak bisa mendidiknya
Sekarang dia sudah pandai dan berani melawan,"
Nada suara Darren penuh sindiran.
Brando menatap Nindi dengan senyum
setengah mengejek. "Ini salahmu juga. Dulu kamu melakukan kesalahan besar
dan kami semua menanggung penderitaan ini demi menyembunyikannya darimu. Kak
Darren sampai rela datang ke Yunaria untuk mencari pelakunya dan membangun
bisnis di sini, tapi apa yang kamu lakukan?"
"Kamu hampir membuat perusahaan
Kak Darren bangkrut!"
Nindi menahan air matanya.
Dia menatap Brando. "Tapi bukan
aku yang memaksa mereka melakukan hal-hal ilegal. Apa itu salahku?"
"Aku tahu, ini memang kesalahan
Kak Leo dan Sania. Sania sudah meminta maaf sebelumnya, sekarang biarkan Leo
minta maaf juga. Kita ini keluarga, lebih baik bekerja sama untuk bisa bertahan
di Yunaria dan membalas dendam untuk orang tua kita, bukankah itu lebih
baik?"
"Soal balas dendam, aku akan
mengurusnya sendiri. Tapi soal tuntutan hukum, itu bukan wewenangku."
Nindi tahu alasan Brando mengatakan
semua ini.
Dia tidak akan tertipu.
Brando menghela napas dan menoleh ke
Leo. "
Bukan maksudku menyalahkanmu, tapi
apa kamu benar-benar percaya ide bodoh Sania? Pantas saja kamu jadi kambing
hitam."
Leo tidak mengatakan apa-apa.
Namun, Darren terlihat tidak senang.
"Apa maksudmu, Brando? Sania masih muda dan ayahnya meninggal saat mencoba
menyelamatkan orang tua kita. Masa kita tega membiarkan Sania masuk
penjara?"
"Kak Darren, kamu cuma ingin
menjaga harga diri dan balas budi. Perlakuan yang kamu berikan kepada Sania
selama bertahun-tahun sudah cukup. Jangan lupa, Nindi itu adik kandung kita.
Sania sudah berkali-kali memainkan trik kotor di belakang kita, dia juga harus
menerima hukumannya."
Brando baru benar-benar menyadari
siapa Sania setelah melihat rekaman video.
Kalau saja Sania tidak pernah
menyelamatkan nyawanya, dia pasti sudah mengusir wanita itu dari keluarga
Lesmana sejak lama.
Darren mengernyitkan dahi.
"Nggak mungkin. Lagi pula kita sudah memutuskan untuk membiarkan Leo
menangani semuanya."
Brando menoleh ke Leo. "Cepat
katakan sesuatu! Waktu penangguhan penahananmu sebentar lagi habis. Kalau kamu
diam saja, semuanya akan terlambat!"
Leo akhirnya mengangkat kepalanya
dengan susah payah dan menatap Nindi.
Setelah semua yang terjadi, Leo
menyadari bahwa dia telah kehilangan segalanya dan baru menyadari betapa besar
kesalahannya di masa lalu.
Namun, Nindi sama sekali tidak
melihat Leo dan langsung berjalan menuju pintu bangsal.
Tiba-tiba Darren bicara. "Sebenarnya,
aku sudah menemukan petunjuk tentang orang yang melarikan diri itu."
"Siapa?"
Hati Nindi mencelos dan dia menoleh
ke belakang.
"Boleh saja kalau kamu ingin
tahu petunjuknya, tapi dengan syarat Leo nggak boleh masuk penjara.
Pilihlah."
No comments: