Bab 1791
Di belakang mereka, sekelompok orang
dari Kota Sentana yang hadir menunjukkan ekspresi muram. Tak diragukan lagi,
kali ini mereka pasti akan menderita kerugian besar, meninggalkan begitu banyak
mayat dengan sia-sia tanpa bisa mendapatkan hasil apa pun.
Beberapa orang melihat Saka dan
rombongannya berjalan menjauh. Diam-diam, mereka mencoba mengikuti untuk
mengambil keuntungan dalam kekacauan.
Namun, Saka tiba-tiba menghentikan
langkahnya, dengan tenang menoleh ke arah mereka, lalu berkata, "Kalian
boleh mengikuti, tapi harus siap menanggung konsekuensinya."
Satu kalimat penuh ancaman itu
langsung membuat wajah semua orang berubah. Mereka mengurungkan niat untuk
mengambil keuntungan, tidak berani bertindak sembarangan.
Saka mendengus dingin, berbalik, lalu
melangkah pergi. Dia menggunakan obat afrodisiak untuk membuka jalan, membuat
perjalanan mereka luar biasa lancar. Sepanjang jalan, para binatang buas sibuk
dengan urusan mereka sendiri, tidak memperhatikan rombongannya sama sekali.
Obat afrodisiak itu adalah hasil
karyanya selama tiga bulan terakhir ini. Meskipun jumlahnya tidak banyak,
efeknya luar biasa kuat!
Namun, hal yang tidak terduga
terjadi. Orang-orang di kaki gunung secara tidak sengaja menghirup sebagian
serbuk tersebut. Akibatnya, napas mereka menjadi berat, tatapan antara pria dan
wanita mulai berubah aneh.
"Gawat, aku terkena racun!"
teriak seorang wanita dengan panik, tetapi masih berusaha keras untuk tetap
sadar.
"Orang itu benar-benar licik!
Baiklah, karena sudah terkena racun, aku nggak bisa tinggal diam saja. Aku akan
membantumu menetralisir racun itu!"
Tak lama kemudian, seorang pria yang
bertindak bak seorang pahlawan langsung melangkah maju dengan wajah penuh
kemarahan. Dia seolah-olah tidak rela membantu, tetapi tetap melakukannya.
Selain itu, ada pria tanpa rasa malu
yang dengan wajah serius berkata, "Aku pernah mendengar tentang obat
afrodisiak ini. Obat ini nggak berwarna dan nggak berbau, tapi sangat beracun.
Konon katanya, kalau nggak berhubungan, darah akan berbalik arah hingga
menyebabkan kematian!"
"Benarkah?" tanya wanita
itu yang wajahnya langsung berubah pucat pasi ketakutan.
Saka yang belum pergi jauh, mendengar
perbincangan ini. Dia tercengang hingga akhirnya tidak tahan lagi.
Saka berpikir, "Sialan, kalau
mau mencari alasan, bilang saja. Jangan melemparkan kesalahan padaku! 11
"Aku nggak membuat obat
afrodisiak sekejam itu! Nggak ada yang akan terjadi meski kalian nggak
melakukan apa-apa!" kata Saka sambil mendengus, mencoba membela diri.
"Jangan dengarkan dia! Dia pasti
berbohong!" teriak seorang pria dengan penuh kemarahan. "Dia sengaja
membuat kita terlihat buruk demi hiburannya!"
"Dasar kamu iblis! Apa kamu
ingin melihat kami malu? Baiklah! Aku akan memenuhi keinginanmu!"
Setelah mengatakan ini, pria dengan
wajah penuh amarah itu menyeret seorang wanita keluar dari kerumunan, lalu
langsung berjalan cepat menuju hutan kecil di dekatnya.
Ketika melihat makin banyak orang
yang meninggalkan kelompok untuk mencari kesenangan, Saka benar-benar tertegun.
"Sialan! Anak-anak keluarga bangsawan ini begitu santai. Melihat nggak ada
harapan, mereka malah mengadakan pesta liar. Mereka bahkan nggak mengajakku!
Lupakan saja. Nanti aku akan membuat pesta pribadiku sendiri..." gumam
Saka dengan kesal.
Saka menggerutu dengan penuh rasa
enggan. Tidak ada yang percaya dengan penjelasannya, jadi dia memutuskan untuk
menerima saja semua tuduhan ini.
Namun, pada saat Saka melangkah lebih
jauh, tiba- tiba ada suara keras terdengar, "Berhenti! Kalian sungguh
memalukan!"
Seorang pria paruh baya berwajah
tegas, berusia sekitar 50 tahun, tampak turun dari puncak gunung dengan aura
seperti gunung berapi yang akan meledak. Dalam sekejap dia langsung menguasai
suasana.
Ketika melihat pria ini, semua pemuda
dan pemudi yang berniat melakukan hal tidak senonoh langsung ketakutan. Mereka
buru-buru kembali.
"Ini adalah orang dari keluarga
Atmaja. Kabarnya dia adalah salah satu pengawas seleksi. Namanya Reo
Atmaja..."
Elin segera mengingatkan Saka setelah
melihat orang itu. Dia mengatakan bahwa mereka sudah mendekati akhir seleksi,
jadi jangan mencari masalah lagi.
Saka tampak sedikit mengangkat
alisnya, tidak merasa terkejut. Kemudian, dia bertanya dengan suara rendah,
"Lalu, siapa yang memimpin seleksi di gunung?"
Namun, sebelum Elin sempat menjawab,
Reo sudah menenangkan keributan yang terjadi di bawah gunung.
Dia tiba-tiba menatap Saka dengan
tatapan dingin, lalu berkata, "Orang itu adalah tetua keluarga Atmaja.
Bocah, di antara orang yang kamu bunuh tadi, ada kerabatnya. Dia sudah menahan
diri untuk nggak ikut campur tangan, jadi kamu harus berterima kasih karena dia
sangat toleran terhadapmu!"
Saka tersenyum simpul sambil
mengangguk, lalu membalas, "Selain itu, aku juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada tetua, karena telah menjelaskan aturan terlebih dahulu. Oh, ya,
jangan- jangan tetua sengaja datang untuk memberitahuku tentang aturan baru
setelah aku berhasil melewati ujian, karena orang-orang Kota Sentana akan
dieliminasi?"
Wajah Reo langsung berubah mendengar
kata-kata ini, seolah-olah dia merasa tertikam tepat di hatinya. Raut wajahnya
tampak marah, tetapi yang paling dia benci bukanlah Saka, melainkan...
Dia memandang sekelompok anak muda
dari Kota Sentana yang tampak ketakutan di kaki gunung, lalu sambil menggertakkan
gigi dia berkata, "Dasar sekelompok orang nggak berguna! Kalian lebih
buruk dari generasi sebelumnya!"
Mengingat kelompok ini saja membuat
hati Reo merasa sakit!
Orang lain khawatir anak-anak mereka
yang pergi mengikuti seleksi mungkin tidak akan kembali. Namun, mereka malah
lebih buruk. Tidak hanya mereka bisa kembali, bahkan mungkin mereka akan
membawa anak kembali!
Sungguh memalukan!
Yang lebih memalukan adalah, Reo
harus membersihkan kekacauan yang dibuat oleh para generasi muda ini!
Dia bahkan harus mengirim sekelompok
sampah ini masuk ke dalam Gunung Reribu!
No comments: