Bab 1824
"Kak Derin"
Melihat kedatangan sosok itu,
orang-orang di sekitarnya bersorak gembira, lalu segera mengerumuni dirinya.
Sosok tersebut tampak tenang, dengan
santai mengangkat tangannya, menenangkan orang-orang yang berkumpul di
sekitarnya.
Gilbert mengerutkan alisnya,
kehadiran pria ini berada di luar rencana.
Kamu coba tebak siapa aku? ujar orang
itu sambil memandang tatapan waspada Gilbert. Dia sambil tersenyum dingin lalu
melangkah santai mendekat sambil berkata, "Kalau begitu, biar kuberi tahu.
Namaku... Fredo Dinata!"
Namun, sebelum dia selesai berbicara,
tiba-tiba saja dia menyerang!
Gilbert terkejut seketika. Fredo
Dinata ... itu adalah cucu dari Steven.
Di wilayah utara tempat Lembah Ilahi
Obat berada terdapat beberapa kuota untuk memasuki Gunung Reribu dan berkat
usaha kerja keras Steven, dia mendapatkan salah satu kuota tersebut. Ditambah
lagi, Fredo memang memiliki kemampuan yang luar biasa.
Namun, bukankah dia seharusnya berada
di pertahanan Pak Gary?
Sayangnya, Gilbert tidak punya waktu
untuk memikirkan hal itu. Tanpa ragu, dia segera mengayunkan pedangnya
menyerang.
Saat dia melangkah maju, bunga
teratai hijau bermekaran di bawah kakinya, satu per satu mekar dengan indah.
Lagu Pedang Teratai Hijau!
Terlihat jelas bahwa Gilbert adalah
seorang veteran medan perang. Aura membunuh yang pekat terpancar dari tubuhnya.
Matanya bersinar tajam, menunjukkan ketenangan dan kekuatan yang lebih kokoh
dibanding sebelumnya.
Orang-orang di sekitarnya juga
serentak berseru dan bergabung dalam pertempuran. Sebagai seorang pejuang
tangguh dengan kekuatan Guru Bumi, Gilbert melawan tanpa gentar.
Namun, Fredo hanya tersenyum sinis.
Dia bergumam, "Seperti badut yang melompat-lompat ... "
Tiba-tiba, dia melepaskan energi
sejati yang begitu kuat dan membentuk sebuah telapak raksasa di udara.
Energinya yang megah meluncur turun, hendak menindas Gilbert.
Tingkat langit!
Tunggu, bukankah para pendekar
tingkat langit berada di bawah komando Pak Gary? Apa terjadi sesuatu padanya?
Teriakan terkejut terdengar dari
kerumunan.
Telapak raksasa itu jatuh dengan
suara keras, menghantam bunga-bunga teratai hijau yang bermekaran di bawah kaki
Gilbert. Namun, telapak itu tiba-tiba berhenti, terhalang oleh energi teratai
hijau.
Fredo tampak terkejut dan berkata,
"Lumayan. Kamu mampu menahan serangan ini dengan kekuatan Guru Bumi?
Menarik sekali... "
Lalu dia berbicara lagi,
"Bagaimana kalau kamu berpihak padaku? Aku bisa membawamu menemui Gary
nanti. Kamu bantu aku..."
Namun, dengan tubuh yang hampir
ambruk, Gilbert menahan serangan itu sambil berteriak, "Pergi!"
Dasar keras kepala!
Fredo mengerutkan alisnya, bersiap
untuk melancarkan serangan berikutnya.
Namun tiba-tiba, sosok lain melesat
dengan cepat ke sisi Gilbert. Dengan sekali gerakan tangan, dia menghancurkan
telapak raksasa Fredo hingga hancur berkeping-keping.
Siapa itu!
Fredo terkejut, matanya terangkat
untuk melihat sosok yang berdiri di depan Gilbert. Orang itu menatapnya dengan
tenang sambil berkata, "Cucu Steven, ternyata sifatmu mirip dengan
kakekmu..."
Kamu kenal kakekku?
Fredo tampak bingung dan memasang
sikap waspada. Dia berkata, "Aku nggak peduli siapa kamu, minggir
sekarang. Aku sedang melaksanakan tugas!"
Tanpa banyak bicara, Saka melompat
dan menangkap Fredo. Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, menghasilkan
suara yang nyaring!
Kamu berani sekali!
Fedro berteriak marah, pipinya
memerah. Dia segera memobilisasi energi sejatinya untuk melawan.
Kakekmu saja nggak berani berbicara
seperti itu padaku!
Saka kembali menampar wajah Fredo
dengan keras, menghancurkan energi pelindung sejati di tubuhnya. Tamparan itu
membuat darah mengalir dari sudut mulutnya.
Semua orang yang menyaksikan kejadian
itu tertegun.
Saka bergerak terlalu cepat, sehingga
semua orang tak sempat melihat dengan jelas. Fredo langsung ditangkap dan
dibawa pergi dalam sekejap mata.
Gilbert pun tercengang. Siapa orang
ini?
Kekuatannya benar-benar luar biasa dan
caranya begitu kejam...
"Berani sekali kamu menghalangi
urusan keluarga Dimasta! Kamu cari mati, ya?" teriak Fredo dengan wajah
kusut dan amarah yang meluap.
No comments: