Bab 1805
Di tengah situasi yang memanas, Cecil
memandang Saka dengan ekspresi bingung. Dia ingin bertanya apa Saka punya rekan
lain, tetapi tidak berani mengucapkannya.
Saka tetap tenang. Matanya menyipit,
menatap dalam-dalam ke arah hutan gelap itu, makin curiga dengan apa yang
sedang terjadi.
Namun, pihak Zaqi sudah ribut.
"Target muncul!"
"Bersiap untuk menyerang!"
Teriakan nyaring terdengar. Aliran
energi sejati melesat keluar dari tubuh mereka, menerangi hutan yang sebelumnya
gelap gulita.
Kali ini, kelompok Zaqi memang jauh
lebih kuat dari sebelumnya. Dia sendiri adalah tingkat langit tahap delapan,
sedangkan rekannya yang lain juga tidak kalah lemah. Adair benar-benar
menghabiskan banyak sumber daya untuk membunuh Saka.
Tawa aneh tiba-tiba terdengar dari
dalam hutan, penuh semangat.
"Hahaha! Bagus, ini cocok dengan
seleraku! Ayo, kalian semua, mari bermain-main dulu!"
"Bajingan, bersiaplah untuk
mati!"
Zaqi memimpin kelompoknya menyerbu
masuk tanpa ragu. Mereka ada tingkat langit tingkat delapan, ditemani oleh dua
tingkat langit tahap tujuh, dan sisanya setidaknya tingkat langit setengah
langkah.
Adair benar-benar mengerahkan seluruh
sumber daya untuk membunuh Saka.
Namun, di saat mereka mendekat, tawa
itu bergema lagi. Kali ini terdengar di berbagai arah, "Aku paling suka
menyiksa keluarga Syahrir. Menarik sekali, ayo kita bersenang-senang!"
Tiba-tiba, kabut hitam yang pekat
muncul dari dalam hutan, menutupi pandangan mereka. Dalam kegelapan malam dan
kabut tebal itu, sosok musuh nyaris tidak terlihat, hanya sesekali bayangannya
melintas dengan cepat.
Dalam sekejap, Zaqi dan kelompoknya
kehilangan target.
Di tengah kekacauan itu, sebuah
cahaya energi sejati melesat cepat dan suara "shiiik" terdengar.
Salah satu anggota keluarga Syahrir jatuh dengan lubang berdarah di dahinya.
"Fari!" teriak Zaqi
histeris, matanya memerah karena marah.
Korban itu adalah sepupunya sendiri.
Tawa dingin bergema lagi, makin
menghantui. Dia mengejek, "Bahkan nggak bisa menangkap bayanganku?
Keluarga Syahrir benar-benar sampah! 11
"Bajingan, mati kamu!"
Zaqi benar-benar terbakar amarahnya.
Dengan pedang terhunus, dia hendak menyerang musuh sendirian.
"Zaqi, apa yang kamu lakukan?
Tenang! Bentuk formasi, jangan biarkan dia menyerang lagi!"
Salah satu rekannya segera berteriak,
mencoba menyadarkan Zaqi.
Zaqi berhenti di tengah langkahnya,
wajahnya pucat. Dia baru sadar kalau emosinya nyaris membuatnya ceroboh.
"Aku hampir mati karena
kebencian ini. Apa aku sudah sebegitu bodohnya?" pikirnya, mengelap
keringat dingin yang mulai membasahi pelipisnya.
Di sisi lain, Saka yang mengamati
semuanya hanya mengangguk kecil dan berkata, "Mengacaukan pikirannya?
Menarik. Sepertinya lawan yang kita hadapi kali ini cukup unik."
Teknik lawan ini sungguh aneh, mampu
memanipulasi emosi di hati Zaqi, membuatnya bertindak tanpa berpikir rasional.
Kelompok Zaqi dengan cepat membentuk
formasi melingkar, saling melindungi satu sama lain. Posisi mereka sempurna,
tanpa celah.
"Apa bertahan seperti ini akan
membawa balas dendam? Pengecut, kalian semua hanya sampah!!"
Tak lama, tubuh sepupu Zaqi yang
sebelumnya mati tiba-tiba meledak. Potongan-potongan daging berserakan,
memercikkan darah ke mana-mana.
"Fari!" teriak Zaqi lagi.
Matanya memerah, tubuhnya bergetar
oleh amarah dan dendam.
"Keluarlah! Kalau berani, mari
bertarung secara adil! Apa gunanya bersembunyi seperti pengecut?"
"Jika kalian nggak
menghentikanku, aku akan pergi. Tapi jangan khawatir, aku akan kembali untuk
membunuh kalian satu per satu. Aku ingin kalian menyaksikan keluarga kalian
mati satu per satu di depan mata kalian sendiri... "
Tawa itu makin keras, menggema di
seluruh hutan, menciptakan suasana yang makin mencekam. Sosok dalam kabut mulai
menjauh, tetapi ancamannya terasa nyata, menusuk sampai ke jiwa.
Zaqi makin tidak tahan. Suara itu
seperti palu yang menghantam dadanya, membuat amarahnya mendidih hingga tak
terkendali.
"Bunuh dia!" teriaknya.
Energi sejati di tubuhnya meledak,
matanya merah penuh kebencian, dia hampir melompat menyerang.
"Berhenti di situ! Kamu mau
membunuh kita semua?"
No comments: