Bab 1750
"Pergilah! Aku tetap di sini!
Mereka nggak akan berani menyakitiku!"
Dahlia tampak tegas dan tanpa
ragu-ragu, tetapi dia tidak menunjukkan kepedulian apa pun pada Adriel.
Ekspresinya masih dingin dan angkuh.
"Nggak bisa! Batu alam
teleportasi!"
Pada saat ini, ketika semua orang di
atas melihat batu alam itu, ekspresi mereka tiba-tiba berubah.
"Hentikan dia!" teriak
Yarno dengan kaget dan marah.
"Halangi ruang kosong!"
Aura yang kuat memblokir ruang kosong
di sekitar, takut Adriel akan melarikan diri. Sementara Farhan justru langsung
menyerang Adriel.
"Kakak Senior, hari ini mungkin
kita juga akan mati, tapi bukan sekarang!"
Pada saat ini, di bawah serangan yang
kuat itu, Adriel berbisik dengan mata yang berkaca-kaca. Seperti ada binatang
buas yang sedang mengaum di dalam hatinya.
Sorot mata Dahlia agak bingung. Dia
datang ke sini karena identitas Adriel sebagai pewaris Tabib Agung. Dia tidak
peduli dengan Adriel sendiri dan tidak pernah memperhatikannya dengan serius.
Namun, sekarang saat melihat wajah
marah Adriel, Dahlia merasa sedikit linglung. Dia telah melihat banyak wajah
marah, demi status dan keuntungan. Akan tetapi, wajah marah Adriel begitu asing
dan murni, seolah-olah Dahlia pernah melihatnya sebelumnya.
"Jangan memberikan tangisanmu
pada mereka kita harus berusaha keras dan nggak ada yang menindas kita lagi...
"
Dahlia mengangkat tangannya sambil
menyeka air mata di wajah Adriel dengan lembut. Wanita itu juga berbicara
dengan suara yang lembut, seolah-olah dia kembali berusia tiga tahun dan
pengasuhnya memeluk dirinya ketika Dahlia sedang menangis karena ditindas.
Jari-jarinya perlahan melemah, busa
darah keluar dari mulutnya, lalu kekuatan di udara menjadi makin kuat. Dalam
pandangan Dahlia yang mulai samar, dia melihat jari-jari pemuda di depannya itu
memancarkan warna cahaya merah keemasan.
"Mereka nggak akan bisa menindas
kita lagi."
Adriel membelai pipi Dahlia dengan
lembut, lalu seberkas cahaya merah keemasan menembus ke dalam tubuh Dahlia
dengan lembut. Wanita itu juga mendapatkan kekuatan.
Cahaya merah keemasan itu menjadi
makin terang.
"Itu... apa?"
Yarno menatap sinar cahaya merah
keemasan dengan bingung.
Mata Liana yang berlumuran darah,
juga menatap Adriel dengan heran.
"Nggak peduli siapa pun dia. Dia
harus mati!"
Farhan bergumam dengan nada dingin.
Adriel berdiri tegak dengan tubuhnya
yang tinggi di depan Dahlia dan Liana. Pakaiannya mengeluarkan suara gemerisik.
Dia menatap acuh tak acuh pada
Farhan, yang terbang di udara sambil merentangkan tangannya.
Sisik emasnya telah hancur berkeping
- keping dan memancarkan gumpalan cahaya merah keemasan.
Farhan tertegun, lalu mencibir dan
berkata, "Aku pikir itu sesuatu, ternyata ... "
Suasana di tempat itu tiba-tiba
menjadi sunyi, Farhan tiba-tiba terdiam di tempatnya.
Saat angin bertiup, pecahan sisik
emas melayang ke udara, memancarkan cahaya bintang yang berkilauan. Cahaya itu
seperti bintik debu cahaya, yang lambat laun berubah menjadi sosok tubuh tinggi
dan ramping.
Meskipun sosoknya samar, dia memiliki
temperamen yang luar biasa dan pesona yang aneh, seolah-olah berada jauh dari
dunia ini.
Di sampingnya, ada sinar cahaya yang
berkumpul satu demi satu, berubah menjadi garis cahaya cemerlang, memanjang di
bawah kakinya seperti ombak laut. Di atas ombak itu terdapat sebuah jembatan
pelangi dan dia berjalan di melintasi pelangi tersebut.
Pemandangan ini terlalu mengejutkan.
Dia adalah kumpulan dari titik cahaya
merah keemasan. Penampilan aslinya tidak dapat dilihat dengan jelas, tetapi
semua orang bisa merasakan aura yang luar biasa dan tidak tertandingi di
belakangnya!
Orang ini ibarat pelangi, siapa pun
akan mengetahuinya saat bertemu dengannya.
Seluruh tempat itu menjadi sunyi
senyap.
Farhan membeku di tempat, menatap
sosok itu dengan tatapan kosong. Dia lupa apa yang baru saja dia olok-olok dan
hanya ada satu pertanyaan yang tersisa di benaknya.
Ini manusia, 'kan?
No comments: